Posted by : Fatinah Munir 17 August 2018



Zero Waste Life Journey
Refuse and Reduce Journey

Selama sepekan kedua ini mendapat tantangan baru zero waste life untuk praktik 5R's Concept yang pernah saya tulis di sini. Tantangan kali ini adalah menolak (refuse) dan mengurangi (reduce) penggunaan barang-barang yang berpotensi menjadi sampah, terutama plastik sekali pakai. Seperti yang saya ceritakan di tulisan sebelumnya di sini, saya tidak memulai dari rumah tetapi dari diri saya sendiri. Jadi, semua tantangan ini saya mulai dari diri saya sendiri.

Start From The Big Four

Oh oiya, untuk pemula seperti saya, pastinya sangat sulit untuk memulai zero waste life ini. Selain karena banyak sekali benda-benda di sekitar kita yang langsung menjadi sampah, pemula seperti saya juga bingung harus memulai dari mana atau mengganti benda-benda yang langsung menjadi sampah itu dengan apa.

Tapi tenang saja, Alhamdulillah ada solusi yang cukup ampuh yang ditawarkan oleh Plastic Free July. Plastic Free July ini sendiri adalah sebuah challange menolak plastik selama sebulan yang sudah dimulai sejak Juli 2011 lalu. Untuk memudahkan praktik zero waste life buat pemula seperti saya, Plastic Free July ini menawarkan tahap refuse dan reduce ini dengan menolak dan mengurangi The Big Four, Si Empat Benda Terlarang saya menyebutnya.

The Big Four ini adalah empat benda remeh yang ada di sekitar kita, yang sering kali kita gunakan, tapi langsung menjadi sampah dan menempati posisi jumlah sampah yang paling banyak di TPA negara manapun. Keempat benda ini adalah kantung plastik, botol minum sekali pakai, sedotan, dan gelas sekali pakai (dalam terminologi aslinya sebenarnya adalah gelas kertas sekali pakai untuk kopi).

Nah…, jadi untuk para pemula di zero waste life, bisa memulai refuse dan reduce dengan menolak kantung plastik sampah dan menggantinya dengan tas kain. Kita bisa juga menolak pakai botol plastik sekali pakai dan menggantinya dengan tumbler. Kemudian menghindari sedotan jika masih dapat diminum tanpa sedotan atau mengganti sedotan plastik dengan sedotan stainless steel, sedotan bambu, atau sedotan berbahan silicon yang bisa dicuci pakai. Terakhir adalah menghindari gelas sekali pakai dan menggunakan gelas sendiri yang bisa dipakai berkali-kali.

My Refuse and Reduce Journey


Begitulah kira-kira langkah awal refuse dan reduce dengan menolak The Big Four, empat benda terlarang dalam zero waste life. Memang hanya sedikit permulaannya, hanya sebatas pada beberapa benda. Tapi insya Allah, dengan konsisten dan menikmati tahapan kecil tersebut kita bisa melangkah ke tahap zero waste selanjutnya yang jauh lebih sulit dan lebih menantang.

Amunisi berpergian nol sampah ala Lisfah
Untuk saya pribadi, dalam rangka refuse dan reduce melalui the bigh four, hal pertama yang saya lakukan adalah membawa bekal makanan, camilan, dan minum dari rumah. Di hari saat saya harus keluar rumah hampir seharian, saya menyiapkan amunisi yang sekiranya akan dibutuhkan. Saya mulai dengan membawa satu tempat makan berisi makan siang, satu tempat makan berisi camilan, satu set sendok dan sumpit stainless steel (karena saya lebih nyaman pakai sumpit daripada garpu), satu tumbler besar untuk air putih, dan satu tumbler kecil untuk kopi (karena saya pecinta kopi, hehehe), terkahir adalah saputangan sebagai pengganti tisu makan. Semuanya dimasukkan ke dalam tas kain serbaguna.

Membeli makanan dengan membawa wadah sendiri juga jadi bagian dari refuse and reduce yang saya lakukan di sini. Beberapa kali saya mencoba membeli makanan dengan wadah sendiri. Awalnya deg-degan, khawatir dipandang aneh dan merepotkan. Tapi alhamdulillah, respon penjualnya rata-rata senang sekali dan mau membantu menata makanan di wadah saya. Misalnya saja seorang penjual ayam goreng di bawah ini yang mau memotong-motong ayam goreng yang saya beli agar muat di dalam wadah saya. ^_^

Membawa wadah sendiri saat membeli makanan. Maafkan gambar yang blurry karena difoto secara mendadak :D

Tiwul yang dibawa dari rumah untuk camilan di jam istirahat mengajar.
Selanjutnya adalah meninggalkan tisu dan menggantinya dengan saputangan dan handuk. Sebenarnya cukup mudah untuk saya menolak dan mengurangi penggunaan tisu, karena keluarga saya juga tidak terbiasa menggunakan tisu. Kami terbiasa menggunakan kain untuk membersihkan sesuatu di benda ataupun di tangan. Saya cukup kenal penggunaan tisu untuk berbagai hal hanya saat sudah kerja, karena di tempat kerja saya semuanya harus serba bersih dan rapi dengan mengandalkan tisu.

Kembali lagi ke menolak dan menghindari tisu yaa. Untuk handuk kecil, saya pakai yang sudah tersedia di rumah dan jika sekiranya membutuhkan stok tambahan saya baru akan membeli handuk kecil yang  baru. Dan untuk saputangannya, saya juga pakai yang ada di rumah saja dulu. Karena almarhum bapak selalu menggunakan dan membelikan saya saputangan, jadi saya pakai saputangan beliau dan saputangan yang saya simpan cukup lama sebelumnya. Hehehe. Untuk saputangan lainnya, saya menggunakan kain jilbab ukuran 115x115 cm yang tidak terpakai dan dijumput untuk memperindah kainnya. Saputangan yang ini tidak menyerap keringat, jadi pakai sebagai pengganti tisu makan.

Menolak menggunakan tisu ini saya coba tularkan ke teman-teman di tempat mengajar saat kejadian rok saya terkena kuah sayur di jam makan siang. Saat itu maintenance perempuan menawarkan saya tisu tapi saya meminta kanebo atau lap dapur untuk membersihkan serat-serat bumbunya. Alhamdulillah, saya dikasih kanebo untuk membersihkan rok. Kalau saja memakai tisu untuk membersihkan rok saya, kira-kira saya sudah menyumbang 3-5 lembar tisu untuk sampah hari itu.

Berbagai jenis saputangan sebagai pengganti tisu.
Menolak dan mengurangi kantung-kantung plastik ini bisa dibilang susah tapi gampang atau gampang tapi susah. Hehehe. Saya mencoba menggunakan totebag yang bisa digunakan berkali-kali. Satu totebag kecil buatan murid besar saya yang dihadiahkan ke saya untuk membawa bekal dan barang bawaan yang tidak muat di tas. Satu lagi adalah totebag ukuran lebih besar yang bisa dilipat seperti dompet dan disimpan di dalam tas. Totebag kedua ini akan dipakai kalau diperjalanan saya ingin belanja atau tiba-tiba harus membawa barang berukuran besar. Anyway, totebag yang kedua sudah berumur 5 tahun, alhamdulillah.

Untuk mengurangi penggunaan kertas, terutama memo atau notes, saya mulai memaksimalkan penggunaan kalender digital di hape. Pilihan saya jatuh pada aplikasi kalender keluaran G. Selain karena bebas biaya penggunaan, saya juga sudah terbiasa menggunakan email dari Mr. G, jadi semua schedule dan reminder saya bisa terintegrasi langsung ke email yang saya gunakan sehari-hari tanpa membuat email baru. Selain itu, kalender digital milik Mr. G ini juga punya fiture pengaturan jadwal otomatis untuk goal atau target yang saya punya. Misalnya ketika saya mengatur target self-learning bahasa Jepang 2x sepekan, kalender Mr. G akan mencari jadwal senggang dari data schedule yang saya input dan meletakkan jadwal saya di jadwal tersebut. Jadi, saya tidak perlu repot-repot mencari jadwal kosong saya untuk memenuhi target self-learning bahasa Jepang yang saya punya.

Sebagai tambahan, aplikasi kalender ini menampilkan schedule harian saya lengkap dengan daftar jam dan klasifikasi agenda berdasarkan warnanya, ini membantu saya melihat jadwal saya 24 jam ke depan secara detail. Kalau saja tampilan ini dipakai di atas kertas, pasti saya butuh buku agenda yang tebal atau besar. Yang pastinya akan saya buang setelah satu tahun. Ini benar-benar membantu saya mengurangi penggunaan kertas dan alat tulis dengan tinta warna-warni.

Totebag ungu ini bisa dijadikan dompet. Totebag belacunya digunakan untuk membawa bekal makanan.

Contoh schedule yang saya punya di aplikasi kalender punya Mr. G. Kanan adalah tampilan harian dan kiri adalah tampilan mingguan :)
Selanjutnya penggunaan sabun isi ulang. Saya belum bisa membeli sabun isi ulang buatan rumah yang bisa dibeli dengan membawa botol isi ulang sendiri. Hiks. Padahal di perkampungan tempat tinggal saya ada yang menjual sabun buatan rumah ini. Tapi karena kulit saya sensitif sekali, sampai saat ini saya hanya bisa menggunakan sabun bayi untuk badan, cuci tangan, dan mencuci baju T_T Jadi, sejauh ini dan pekan ini pastinya saya baru bisa zero waste sabun dengan membeli kemasan refill dan menggunakan botol sabun yang sudah dipakai lebih dari satu tahun.

Terakhir, mulai mengganti pembalut sekali pakai dengan pembalut cuci pakai (menspad). Yang satu ini masih tahap ingin membeli di hari ini. Selain memilih produk menspad yang nyaman menurut sesama pejuang nol sampah, saya juga masih memilih penjual yang ramah lingkungan yang tidak menggunakan banyak plastik packaging-nya. Berharapnya sih saya bisa dapat penjual yang membungkus produknya dengan kemasan ecogreen. Hehehe.

Sabun mandi dan refill-nya yang biasa saya pakai.
Refuse and Reduce Challenges

Praktik refuse dan reduce ini sejujurnya tidak mulus begitu saja. Banyak juga kendalanya. Kendala pertama saya adalah ketika ada tanggung jawab moral untuk berbelanja di BzM saat ikut kelas bahasa Inggris di Kementerian Pendidikan setiap Selasa malam. Di sini yang dijual makanan berkemasan plastik, notes book, dan gelang karet. Huaaaa…. Semuanya adalah barang-barang yang akan jadi sampah T_T

Finally, saya memutuskan membeli keripik tempe dalam kemasan cukup besar. Rencananya, plastik bungkusnya akan saya pakai ulang untuk menyimpan barang-barang kecil atau sebagai sampul dari salah satu novel di rumah. Honestly, ini pertama kalinya saya merasa sangat bersalah saat membeli jajanan. Huhuhuhu. Di samping itu ada beban psikis juga ketika menolak membeli, karena kelas bahasa Inggris yang saya ikuti ini gratis dan satu-satunya pemasukan para committees untuk menjalankan kelas ini hanya dari BzM. Huhuhuhu. Dear, Commitees…, hopefully one day you sell zero waste product with BzM. Hihihihi xD

Keripik tempe yang dibeli dengan penuh kegalauan XD
Masalah kemasan lainnya berhubungan dengan kebiasaan saya mengonsumsi permen di waktu-waktu tertentu. Biasanya hampir setiap hari bisa mengonsumsi satu permen, tapi karena memulai zero waste life ini saya berusaha kuat untuk tidak mengonsumsi permen. Dan akhirnya, pekan ini saya bolong satu lagi menggunakan kemasan yang berpotensi menjadi sampah, karena saya memakan satu permen yang bungkusnya sampai sekarang saya simpan di dalam tas.

Next challenge adalah saat harus menerima struk kertas dari stasiun kereta karena saya kehabisan saldo di e-money saya dan dari minimarket saat mengisi e-money. Hahaha, ironis sekali contohnya ya. Kalaupun saya tidak menerima atau menolak, struk-struk ini pasti tetap akan jadi sampah di tempat lain kan. Saya berharap sekali setiap tempat transaksi memiliki sistem struk digital melalui email, sehingga tidak perlu kertas-kertas lagi sebagai bukti transaski.

Kejadian lainnya adalah ketika saya kesulitan melakukan finger print untuk presensi di tempat mengajar. Resepsionis kampus spontan memberikan saya selembar tisu untuk saya membersihkan scanner finger print. Untuk menghargai resepsionis ini, saya menerima tisunya tapi menyimpannya di dalam tas untuk dipakai lagi jika besok-besok saja perlu membersihkan scanner finger print. Sekarang, tisu itu sudah dipakai berkali-kali dan sudah sangat lecek. Hehehe.

Berbagai jejak tantangan refuse dan reduce :D
Well, ini baru awalan. Praktik zero waste life masih sangat jauh ke depan. Belajar bersama-sama di kelas intensif Hjrah Nol Sampah membuat saya tidak merasa sendirian. Ada banyak pejuang-pejuang nol sampah yang membersamai saya. Dan melalui tulisan ini, saya juga merasa tidak berjuang sendiri tapi bisa berbagai susah senangnya menjalankan hidup nol sampah.

@fatinahmunir | 17 Agustus 2018

Merdeka Indonesia!
Merdeka tanpa sampah!

{ 4 komentar... read them below or Comment }

  1. Ijin menyimak Kak, hihihi akupun juga masih newbie di urusan zerowaste ini, tapi yaaa sgala sesuatu kan memang dimulai dari diri sendiri kan yaa? ��

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Bu Dosen. Semuanya harus dimulai dari diri sendiri. Dari yang kecil-kecil aja. Hehehe.

      Delete
  2. maa syaa allah menginspirasi banget mba, syukran atas ilmunya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah kalau menginspirasi. Semoga bisa bermanfaat :)

      Delete

Terima kasih atas komentarnya :)

You are The

Hallo Happy Readers!

Hallo Happy Readers!
Selamat datang di blog pribadi saya. Di blog ini teman-teman akan membaca tulisan-tulisan saya seputar pendidikan, kedisabilitasan dan inklusivitas, pengalaman mengajar, dan tulisan-tulisan lainnya yang dibuat atas inspirasi di sekitar saya. Semoga tulisan dalam blog ini bermanfaat dan menginspirasi pada kebaikan. Selamat membaca!

Contact Me

@fatinahmunir

fatinahmunir@gmail.com

Educator | Writer | Adventurer

Berbakti | Berkarya | Berarti

My Friends

- Copyright © Fatinah Munir -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -