- Back to Home »
- Zero Waste Life Journey »
- Zero Waste Life Journey: Kemana Perginya Sampah Kita?
Posted by : Fatinah Munir
14 August 2018
Zero Waste Life
Journey
Kemana Perginya
Sampah Kita?
Saat rumah sudah bersih, kinclong, wangi, tanpa sampah,
pernahkah terpikirkan kemana sampah-sampah kita pergi? Sampah-sampah yang sudah
enyah dari mata kita dan seolah-olah hilang semua masalah tentang sampah, tapi
ternyata di sanalah permasalahannya bermula.
Di rumah saya, semua sampah dijadikan ke dalam satu kantung
yang sama. Sampah di dapur, semuanya dimasukkan dalam satu kantung. Di setiap
kamar, semua sampah dimasukkan kantung. Di teras ataupun di kamar mandi, sampah
juga masuk dalam satu kantung. Kantung-kantung sampah tersebut akan disetorkan
ke petugas sampah dua kali seminggu dalam kantung-kantung yang diikat kencang.
Begitu saja. Sangat mudah. Kami tinggal membayar uang iuran sampah tiap bulan dan
sampah-sampah itu sudah hilang dari pandangan mata.
Sampah dari rumah-rumah yang ada di perkampungan saya biasanya akan diangkut juru sampah setiap dua pekan sekali. Kemudian para juru sampah akan menunggu sebuah truk sampah yang akan mengangkut sampah-sampah ini ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) di Bantar Gebang, Bekasi.
See! Efek buruk dari sampah bukan hanya banjir di musim hujan, tetapi hampir ke pada seluruh makhluk hidup yang ada di atas bumi. Mulai dari tanah dan tumbuhan hingga hewan-hewan di lautan. Hanya tinggal menunggu hitungan waktu hingga manusia juga mengalami dampak terburuk dari sampah yang kita abaikan selama ini. Dan yang paling dekat dengan dampak buruk sampah ini, mungkin bukan lagi kita yang hidup di masa kini melainkan anak cucu keturunan kita nanti.
Sebagai contohnya, salah satu video berjudul Ocean of TheFuture yang saya tonton menggambarkan nasib anak-anak di masa depan saat melihat tampilan lautan dunia melalui tempat wisata edukasi. Di sini anak-anak tidak lagi melihat beraneka ragam species makhluk hidup di lautan, tetapi anak-anak hanya bisa melihat beragam jenis sampah di lautan.
Sampah dari rumah-rumah yang ada di perkampungan saya biasanya akan diangkut juru sampah setiap dua pekan sekali. Kemudian para juru sampah akan menunggu sebuah truk sampah yang akan mengangkut sampah-sampah ini ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) di Bantar Gebang, Bekasi.
Jika sampah-sampah ini tidak langsung dibawa ke TPA,
sampah-sampah ini akan singgah di TPS (Tempat Pembuangan Sementara) yang
lokasinya sekitar 15-20 menit berjalan kaki dari rumah saya. Lokasinya tepat di
sisi bantaran kali Banjir Kanal Barat, di belakang Stasiun Tanah Abang. Lokasi
TPS ini berdekatan dengan pasar tradisional yang cukup besar di perkampungan
saya dan tepat bersebelahan dengan area main anak. Bahkan ada area main anak
lainnya yang tidak berjarak jauh dari TPS ini.
Terbayangkah bagaimana jadinya pasar yang sudah kotor
berdekatan dengan TPS? Apakah makanan yang dijual di pasar itu cukup sehat
untuk dikonsumsi? Yang paling memprihatinkan adalah tempat main anak yang
bersebelahan dengan tumpukan sampah. Terbayangkah bagaimana anak-anak bermain
jungkat-jungkit, berkumpul dengan anak-anak sebayanya sambil makan disuapi
orang tuanya, dan semua itu dilakukan berdekatan dengan tumpukan sampah yang
pasti berbau tidak sedap? Apakah tumbuh kembang anak akan maksimal jika
lingkungannya seperti ini?
Untuk beberapa warga di perkampungan saya tinggal yang
enggan membayar iuran sampah kepada para juru sampah, biasanya mereka akan
memilih membuang sampah di kali Banjir Kanal Barat. Meskipun telah ada petugas
yang beroperasi membersihkan maupun berjaga di waktu-waktu tertentu, para warga
ini tetap membuang sampah secara diam-diam di waktu-waktu sepi seperti tengah
malam atau di pagi buta. Efeknya, kali yang sudah dibersihkan oleh pemerintah
dan diperindah dengan mural-mural, tetap terlihat kotor dan banyak sampah yang
menggenang terbawa arus.
Kali Banjir Kanal Barat yang dijadikan tempat membuang sampah untuk beberapa warga Dokumentasi pribadi |
Tempat Pembuangan Sampah Sementara di tepi kali Banjir Kanal Barat Dokumentasi pribadi |
Lokasi Tempat Pembuangan Sampah yang bersebelahan dengan teman bermain anak Dokumentasi pribadi |
Lihatlah, ternyata sampah-sampah ini tidak hilang begitu saja. Masih panjang petualangan sampah-sampah ini. Ada yang melanjutkan perjalanan melalui tangan pemulung hingga ke pengepul untuk dijual kembali. Ada yang berakhir di Bank Sampah untuk dikelola menjadi barang yang lebih berharga. Dan yang paling banyak adalah yang berakhir di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) di Bantar Gebang, Bekasi, menjadi gunungan plastik.
Kalau dari hasil membaca sana-sini, 70% sampah yang ada ternyata sampah rumah tangga, sampah organik yang sebenarnya bisa membusuk dan bermanfaat jika dikelola dengan baik. Hanya 30% sampah yang tidak bisa diurai. Jadi idealnya yang 30% ini saja sampah yang masuk ke TPA dan sisanya adalah sampah-sampah yang bisa dikelola lagi, dimanfaatkan lagi. Ini mah idelanya ya. Tapi tidak ada yang seideal ini di Indonesia, untuk saat ini.
Lalu bagaimana nasib sampah-sampah yang kita buang dari rumah. Kalau di rumah saya, biasanya sampah-sampah ini akan langsung diangkut oleh truk sampah setelah dijemput dari rumah ke rumah oleh juru sampah. Jika belum dijemput oleh truk sampah, sampah-sampah ini ditempatkan di pembuangan sementara. Tempat pembuangan sementara ini di sekitar Stasiun Tanah Abang, dekat pasar, tepatnya di pinggiran Kali Banjir Kanal Barat. Di situ ada truk-truk sampah yang akan mengangkut sampah-sampah ini ke TPA. Lalu diapakan sampah-sampah di TPA?
Sejujurnya saya belum tahu persis akan diapakan sampah-sampah kita di TPA ini. Pernah sekali saya ke Bantar Gebang mengunjungi anak-anak perkampungan sana, ternyata jumlah sampahnya sudah seperti gunungan. Benar-benar seperti bukit-bukit Teletubies yang saya tonton saat kecil. Bedanya, bukit ini tidak hijau. Bukit-bukit ini hitam dan bau, lebih-lebih baunya jika sudah masuk musim hujan.
Itu baru sampah-sampah di rumah yang dibuang melalui bantuan juru sampah, belum lagi sampah-sampah yang dibuang sembarangan di pinggir jalan, di kali dan sungai, atau di tempat-tempat wisata alam. Beberapa video dari YouTube Channel aktivis lingkungan di Indonesia ataupun luar negeri bahkan menunjukkan bahwa semakin banyak sampah di lautan. Diprediksikan 2050 nanti jumlah sampah di lautan akan lebih banyak dibandingkan jumlah ikan-ikannya? Lah terus anak cucu saya makan apa dong nanti? Huaaaa T_T
Ini bukan sekadar prediksi sebenarnya, tapi data dan hasil penelitian. Bahkan sekarang sudah banyak foto-foto dari penyelam di perairan Indonesia yang menunjukkan hewan-hewan yang terkena dampak dari sampah-sampah di lautan ini. Mulai dari kuda laut yang berenang dengan cotton but, anjing laut yang mati karena terikat tali plastic, atau kura-kura yang hidungnya tersumbat sampah.
Anjing laut yang mati karena terlilit sampah tali.
Sumber: Google image
|
Kura-kura yang hidungnya tersumbat sampah |
Kura-kura yang pertumbuhan cangkangnya terganggu karena terlilit plastik sampah Sumber: Google image |
Masalah plastic bukan hanya masalah negara-negara berkembang seperti Indonesia. Bahkan negara maju seperti Indonesia pun memiliki masalah sampah yang membuat lautannya menjadi lautan sampah, seperti yang disebutkan di dalamnya adalah lautan Karibia yang sudah terisi oleh pulau-pulau sampah.
So, sampah ini bukan masalah yang bisa kita anggap remeh. Mungkin bukan sekarang dampak besarnya, tetapi puluhan tahun ke depan di masa anak-anak dan cucu-cucu kita menjadi generasi yang produktif, di saat itulah sampah menjadi masalah besar yang sudah sangat terlambat untuk diatasi.
@fatinahmunir | 14 Agustus 2018