Posted by : Fatinah Munir 09 February 2018


Pekan ini alhamdulillah sudah memasuki satu bulan saya belajar di kelas matrikulasi Institute Ibu Profesional (IIP), kelas sudah memasuki materi ketiga yang artinya sudah sepertiga jalan untuk menuntaskan kelas di level ini.  Jika dihitung-hitung dengan bergabung di WAG Foundation IIP Jakara, berarti sudah lebih dari empat bulan saya ada di atmosfer IIP. Iya, baru di atmosfernya dan belum resmi bergabung dengan IIP sebelum lulus kelas matrikulasi.

Fiuh! Masya Allah. Rasanya selalu terpacu oleh waktu selama di lingkungan IIP. Terlebih lagi setelah menerima materi beserta tugas-tugasnya.

Beberapa hari lalu rasanya saya dag dig dug menunggu materi ketiga ini, karena materi sebelumnya saja sudah membuat berpikir keras dan introspeksi berkali-kali. Belum lagi PR kedua yang benar-benar dikumpulkan last minutes karena saya membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk mengerjakannya, termasuk keseriusan selama proses mengerjakan.

Seperti biasanya, kali ini saya ingin memposting cuplikan materi dari pekan ketiga saya belajar di kelas matrikulasi. Tema kali ini dalem, wkwkwk, yakni Membangun Peradaban dari Dalam. Selamat membaca materi ketiga ini teman-teman. Dibaca dengan fokus dan penghayatan mendalam ya supaya ngena ke hati yang terdalam materinya. ^^

“Rumah adalah taman dan gerbang peradaban yang mengantarkan anggota keluarganya menuju peran peradabannya.” 
(Institute Ibu Profesional)

Ibu, rumah kita adalah pondasi sebuah bangunan peradaban, di mana kita berdua bersama suami, diberi amanah sebagai pembangun peradaban melalui pendidikan anak-anak kita. Oleh karena itu sebagai orang yang terpilih dan dipercaya oleh yang Maha Memberi Amanah, sudah selayaknya kita jalankan dengan sungguh-sungguh. Maka tugas utama kita sebagai pembangun peradaban adalah mendidik anak-anak sesuai dengan kehendakNya, bukan mencetaknya sesuai keinginan kita.

Sang Maha Pencipta menghadirkan kita di muka bumi ini sudah dilengkapi dengan misi spesifiknya, tugas kita memahami kehendakNya. Kemudian ketika kita dipertemukan dengan pasangan hidup kita untuk membentuk sebuah keluarga, tidak hanya sekadar untuk melanjutkan keturunan, atau hanya sekedar untuk menyempurnakan agama kita. Lebih dari itu, kita bertemu dengan suami dan melahirkan anak-anak, adalah untuk lebih memahami apa sebenarnya peran spesifik keluarga kita di muka bumi ini. Hal ini yang kadang kita lupakan, meski sudah bertahun-tahun menikah.

Darimana kita harus memulainya?

Pra Nikah

Buat calon ibu yang masih dalam taraf memantaskan diri agar mendapatkan partner membangun peradaban keluarga yang cocok, mulailah dengan tahapan-tahapan ini. Bagaimana proses anda dididik oleh orangtua anda dulu? Adakah yang membuat anda bahagia? Adakah yang membuat anda sakit hati/dendam sampai sekarang? Apabila ada, sanggupkah anda memaafkan kesalahan masa lalu orangtua anda, dan kembali mencintai, menghormati beliau dengan tulus?

Kalau empat pertanyaan itu sudah terjawab dengan baik, maka melajulah ke jenjang pernikahan, dan tanyakan ke calon pasangan anda keempat hal tersebut, minta dia segera menyelesaikannya.

Karena, orang yang belum selesai dengan masa lalunya , akan menyisakan banyak luka ketika mendidik anaknya kelak.

Nikah

Untuk teman-teman yang sudah berkeluarga, ada beberapa panduan untuk memulai membangun peradaban bersama suami anda dengan langkah-langkah sebagai berikut.

Pertama, temukan potensi unik kita dan suami. Coba ingat-ingat mengapa dulu anda memilih “dia” menjadi suami anda? Apa yang membuat anda jatuh cinta padanya? Dan apakah sampai hari ini anda masih bangga terhadap suami anda?

Kedua, lihat diri kita, apa keunikan positif yang kita miliki? Mengapa Allah menciptakan kita di muka bumi ini? Sampai kita berjodoh dengan laki-laki yang sekarang menjadi suami kita? Apa pesan rahasia Allah terhadap diri kita di muka bumi ini?

Ketiga, lihat anak-anak kita, mereka anak-anak luar biasa. Mengapa rahim kita yang dipilih untuk tempat bertumbuhnya janin anak-anak hebat yang sekarang ada bersama kita? Mengapa kita yang dipercaya untuk menerima amanah anak-anak ini? Punya misi spesifik apa Allah kepada keluarga kita, sehingga menghadirkan anak-anak ini di dalam rumah kita?

Keempat, lihat lingkungan di mana kita hidup saat ini. Mengapa kita bisa bertahan hidup dengan kondisi alam di mana tempat kita tinggal saat ini? Mengapa Allah menempatkan keluarga kita disini? Mengapa keluarga kita didekatkan dengan komunitas-komunitas yang berada di sekeliling kita saat ini?

Empat pertanyaan di atas, apabila terjawab akan membuat anda dan suami memiliki “misi pernikahan” sehingga membuat kita layak mempertahankan keberadaan keluarga kita di muka bumi ini.

Orangtua Tunggal (Single Parent)

Buat teman-teman yang saat ini membesarkan anak anda sendirian, ada pertanyaan tambahan yang perlu anda jawab selain ke empat hal tersebut di atas. Apakah proses berpisahnya anda dengan bapaknya anak-anak menyisakan luka? Kalau ada luka, sanggupkah anda memaafkannya? Apakah yang ada hanya kenangan bahagia, sanggupkah anda mentransfer energi tersebut menjadi energi positif yang bisa menjadi kekuatan anda mendidik anak-anak tanpa kehadiran ayahnya?

Setelah ketiga pertanyaan tambahan di atas terjawab dengan baik, segeralah berkolaborasi dengan komunitas pendidikan yang satu chemistry dengan pola pendidikan anda dan anak-anak.

Karena, it takes a village to raise a child. Perlu orang satu kampung untuk mendidik satu orang anak.

Berawal dari memahami peran spesifik keluarga kita dalam membangun peradaban, kita akan makin paham apa potensi unik produktif keluarga kita, sehingga kita bisa senantiasa berjalan di jalan-Nya. Karena orang yang sudah berjalan di jalan-Nya, peluanglah yang akan datang menghampiri kita, bukan justru sebaliknya, kita yang terus menerus mengejar uang dan peluang.

Selanjutnya kita akan semakin paham program dan kurikulum pendidikan semacam apa yang paling cocok untuk anak-anak kita, diselaraskan dengan bakat tiap anak, potensi unik alam sekitar, kearifan lokal dan potensi komunitas di sekitar kita. Kelak anda akan membuktikan bahwa antara pekerjaan, berkarya dan mendidik anak, bukanlah sesuatu yang terpisahkan, sehingga harus ada yang dikorbankan. Semuanya akan berjalan beriring selaras dengan harmoni irama kehidupan.

Referensi:

Agus Rifai, Konsep,Sejarah dan Kontribusi keluarga dalam Membangun Peradaban, Jogjakarta, 2013
Harry Santosa dkk, Fitrah Based Education, Jakarta, 2016
Muhammad Husnil, Melunasi Janji Kemerdekaan, Jakarta, 2015
Kumpulan artikel, Membangun Peradaban, E-book, tanggal akses 24 Oktober 2016


Untuk teman-teman yang ingin mendapatkan referensi lainnya bisa menonton video materi dari Ibu Septi di sini

@fatinahmunir | 9 Februari 2018

Leave a Reply

Terima kasih atas komentarnya :)

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

You are The

Hallo Happy Readers!

Hallo Happy Readers!
Selamat datang di blog pribadi saya. Di blog ini teman-teman akan membaca tulisan-tulisan saya seputar pendidikan, kedisabilitasan dan inklusivitas, pengalaman mengajar, dan tulisan-tulisan lainnya yang dibuat atas inspirasi di sekitar saya. Semoga tulisan dalam blog ini bermanfaat dan menginspirasi pada kebaikan. Selamat membaca!

Contact Me

@fatinahmunir

fatinahmunir@gmail.com

Educator | Writer | Adventurer

Berbakti | Berkarya | Berarti

My Friends

- Copyright © Fatinah Munir -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -