- Back to Home »
- Belajar Menjadi Ibu Profesional »
- Perjalanan Menjadi Ibu Profesional
Posted by : Lisfatul Fatinah
25 January 2018
Bismillahirrahmanirrahim
Sudah hampir
dua minggu saya tidak menulis di blog ini. Insya Allah tulisan kali ini akan
menjadi sebuah tulisan awalan dari tulisan lainnya yang akan saya posting
setelah ini, sebab cikal bakal tulisan yang lainnya akan dimulai dari kisah di
bawah ini :)
Alhamdulillah
ála kulli haal. Bulan ini ada lagi satu nikmat yang Allah SWT berikan kepada
saya, sebuah nikmat menuntut ilmu dan teman-teman yang sama hausnya untuk
meneguk ilmu-ilmu baru di sebuah komunitas yang insya Allah sangat diidamkan
setiap wanita untuk bergabung di dalamnya. Institut Ibu Profesional (IIP), di
sinilah saya sekarang belajar, insya Allah sampai sepuluh minggu ke depan untuk mengikuti kelas Matrikulasi (kelas dasar di program IIP) bersama teman-teman yang saling menyemangati dan fasilitator yang sangat
menginspirasi. Jika proses belajar di kelas Matrikulasi lancar, insya Allah akan ada banyak sekali ilmu yang akan didapatkan di tingkatan kelas selanjutnya. Mohon doanya ya! :)
Jujur, buat
saya pribadi untuk bisa bergabung dengan IIP ini tidak cukup mudah. Saya harus
mencari infonya berkali-kali, khawatir lagi-lagi tertinggal info
pendaftarannya. Alhamdulillah, Agustus 2017 lalu ada satu kesempatan di mana
teman saya yang sudah mengikuti kelas Matrikulasi IIP Kediri mengirimkan undangan wisuda online di whatsapp group (WAG).
Saat itu
saya bahagia bukan main. Terasa sedang bermimpi bergabung, ada di satu WAG
dengan ibu-ibu pembelajar, professional, dan shalehah. Dari sanalah Allah SWT
Membuka jalan buat saya, alhamdulillah. Saya mendapatkan info pendaftaran untuk
masuk ke WAG calon peserta kelas matrikulasi batch selanjutnya atau yang
disebut WAG Foundation IIP.
Perjuangannya
tidak sampai di situ, sebab harus mengantre di daftar tunggu untuk bisa masuk
WAG Foundation IIP. Masya Allah! Oh iya, berdasarkan info yang saya terima
sebelumnya, anggota baru akan dimasukkan ke dalam WAG Foundation IIP setiap
bulannya, jadi saat itu setiap bulan saya lalui dengan harap-harap cemas,
khawatir tidak masuk ke grup dalam waktu dekat dan lagi-lagi harus menunggu.
Karena terlalu bingungnya menunggu, akhirnya setiap bulan, Agustus dan
September, saya menginput data ke link pendaftaran WAG. Hihihihi. Kalau ini
sungguh jangan ditiru! XD
Alhamdulillah
lagi dan lagi, awal Oktober sebuah notifikasi WA memberitahukan kalua saya
sudah dimasukkan ke WAG Foundation IIP :)
Okay,
setelah masuk ke WAG Foundation IIP, saya dan ibu-ibu dan calon ibu lainnya
tidak serta merta bisa langsung mengikuti kelas Matrikulasi IIP. Butuh waktu
untuk lagi-lagi menunggu jadwal belajar. Sebagai gantinya, kami pun mempunyai
jadwal berlajar dan sharing bebas selama di WAG Foundation IIP. Hingga pada
akhir Desember 2017 perdaftaran kelas Matrikulasi IIP Batch 5 dibuka dan proses
pendaftarannya benar-benar bendebarkan. Kalau tidak percaya, silakan gabung di
WAG Foundation IIP untuk nantinya mendaftar WAG Matrikulasi IIP Batch 6.
Hehehe.
Januari
2018. Alhamdulillah, hadiah manis di awal tahun di mana pada bulan inilah saya
dan teman-teman yang sudah mendaftar bisa masuk ke WAG Matrikulasi IIP Batch 5.
Tapi perjuangan belum berakhir ibu dan calon ibu, sebab selama kelas
Matrikulasi ini nasib kita ditentukan untuk bisa resmi menjadi anggota IIP atau
tidak.
Loh, masuk
Matrikulasi belum menjadi anggota IIP ya? Betul sekali. Tugas dan penilaian
dari tugas yang kita kerjakan di kelas Matrikulasi ini yang nantinya kita layak
lulus kelas, diwisuda, dan resmi menjadi anggota IIP atau tidak. Luar biasa ya
perjuangan ibu dan calon ibu penuntut ilmu!
Okay, lanjut
kepada inti postingan ini. Jadi saya ingin bercerita tentang pertama kalinya
saya menghadiri agenda IIP secara nyata alias offline. Agenda ini merupakan
Gathering sekaligus Milad IIP ke-6 yang diadakan 21 Januari 2018 lalu di Resto
Bebek Dower, Jakarta.
Ada yang
unik dan baru buat saya di acara ini, yakni konsep acara yang mengusahakan
hamper 0% sampah. Jadi untuk meminimalisir sampah, seluruh peserta diminta
membawa wadah makan dan minum sendiri. Lalu cemilan yang ada juga sistemnya
dari kita untuk kita, istilah sekarangnya adalah potluck party. Potluck itu
sendiri maksudnya adalah setiap orang yang hadir diwajibkan membawa cemilan
atau makanan dalam wadah besar untuk dimakan bersama atau sharing makanan. Seru
dan menarik buat saya, karena yang saya bayangkan adalah banyaknya makanan
dengan jenis dan jumlah sangat bervariasi.
Tapi saat
hari pelaksanaan acara, karena terlalu semangat membawa buah-buahan untuk
potluck, saya justru lupa membawa wadah makanan dan minuman sendiri. Jadilah
saya harus balik lagi ke rumah sebelum naik ke atas angkot dan rencana tiba di
lokasi tepat pukul 8.00 WIB menjadi pukul 8.30 WIB. Saat tiba di lokasi, masya
Allah, sudah ramai dengan ibu dan calon ibu, banyak juga yang membawa serta
anak dan suaminya. Meskipun membawa anak usia balita hingga remaja, para ibu di
sini masih bisa tetap fokus belajar bersama suami, karena ada ruang aktivitas
untuk balita, anak-anak, dan remaja. Keren ya! :D
Acara
gathering dan milad ini diawali dengan banyak sekali pengenalan tentang IIP.
Mulai dari sejarah berdirinya IIP hingga saat ini, komponen-komponen di
dalamnya, termasuk berbagai program IIP yang di antaranya adalah rumah belajar
(Rumbel). Dalam presentasi Rumber IIP, ada Mbak Agris dari Rumbel Menulis, Mbak
Evy dari Rumbel Gardening, Mbak Sari dari Rumber Sew and Craft, dan Mbak Aya
dari Rumbek Sejuta Cinta (Sedkah Jumat untuk Tanah Air Tercinta).
Masuk ke
acara inti, tema acaranya Change Maker Family. Berat sekali, piker saya saat
membacanya. Membayangkan mengurus anak dan suami lalu memastikan anak bertumbuh
dan berkembang menjadi anak yang shaleh dan shalehah saja sudah berat, apalagi
jika harus menjadi change maker family (keluarga pembuat perubahan). Tapi
ternyata ada, justru banyak ibu-ibu hebat yang menjadi bagian dari change maker
family. Di wajah ibu-ibu hebat itu ada banyak sekali hal yang membuat saya
merasa kerdil selama acara berlangsung. Banyak juga momen di mana saya
bersyukur karena kekhawatiran saya tidak hanya dirasakan oleh saya seorang. Di
sini saya berjumpa dengan banyak sekali ibu professional yang menginspirasi,
yang tidak hanya menjadi manfaat untuk diri dan keluarganya saja tetapi juga
untuk banyak orang di sekitarnya.
Ibu
professional pertama yang langsung membuat saya sesak terharu karena kisah
inpirasinya adalah Mbak Annisa Miranty Gumay. Beliau mendirikan projek Raqueefa
Bookhouse dan Komik Keluarga bersama empat orang anaknya. Sebagai single parent,
sebab suami beliau meninggal saat beliau hamil anak kempat, beliau bisa
membuktikan bahwa keterbatasan dalam figure suami untuk dirinya dan ayah untuk
anak-anaknya tidak menghambat beliau untuk terus bermanfaat. Ada satu kalimat
dari Mbak Annisa yang membuat saya sangat yakin bahwa beliau memang semestinya
menjadi change maker family. Saat suaminya meninggal dan anak-anaknya bertanya
tentang keberadaan ayah mereka, Mbak Annisa menjawab, “Ayah sedang lihat-lihat
rumah kita di surga, karena Ayah penasaran rumah kita di surga sudah jadi atau
belum. Nah, supaya rumah kita di surga besar dan cepat jadi, kita harus berbuat
banyak kebaikan. Nanti kan di sana kita juga bisa ketemu Ayah, bisa tinggal di
rumah di surga bersama lagi.”
Ibu
professional kedua ini merupakan ibu hebat yang mengingatkan saya akan
pentingnya mempersiapkan diri untuk “menjadi”, untuk bisa bermanfaat sedini
mungkin sebelum usia sudah terlanjur menua. Nama beliau adalah Mbak Siti
Munawaroh atau yang biasa dipanggil Mbak Mumun. Mbak Mumun ini usianya jauh di
atas saya. Beliau bercerita bahwa beliau terlambat menyadari betapa dirinya
harus bermanfaat semaksimal mungkin sebelum tutup usia. Pemikiran ini muncul di
usia Mbak Mumun yang sudah berkepala empat. Iya, di usia 40 tahun Mbak Mumun
memulai semuanya untuk membuat manfaat kepada sekelilingnya. Hingga akhirnya
beliau bersama suaminya mendirikan Sanggar Belajar Hasanah Center di Jakarta
yang melatih banyak ibu dan remaja berbagai keterampilan. Hasanah Center
bersama Mbak Mumun memantau perkembangan keterampilan orang-orang yang
dilatihnya dan mengembangkannya menjadi sebuah industri kecil.
Ibu
professional lainnya adalah Mbak Efi Femiliyah yang mendirikan Taman Baca Warga
67. Taman baca ini diinisiasi berdasarkan pengalaman anak-anak di sekiar
rumahnya yang sudah terpapar pornografi.
Maka Mbak Efi dibantu suami mendirikan taman baca yang aktif setiap selasa di
wilayah rumahnya. Tidak ada tempat permanen untuk Mbak Efi “mangung”,
mendongeng atau membacakan buku untuk anak-anak dan remaja. Mbak Efi dan suami
membawa buku-bukunya sendiri dari rumah menggunakan koper untuk disajikan
kepada anak dan remaja di sekitar rumahnya.
Terakhir
adalah sosok ibu yang setiapa ibu dan calon ini masa kini yang ingin meniti
karier wajib belajar dari beliau. Beliau adalah Mbak Erna Listia, ibu di balik
suksesnya Resto Bebek Dower. Beliau adalah mantan ibu pekerja di luar, tepatnya
di perusahaan Johnson and Johnson selama kurang lebih tujuh tahun. Kedudukan
dan penghasilan yang tidak sedikit sudah ada di tangan beliau. Saat itu tidak
ada yang perlu beliau khawatirkan tentang kesejahteraan di masa depan. Tetapi
saat beliau hamil tujuh bulan anak kedua, beliau memutuskan untuk melepas semua
jabatan beliau. Ya, beliau pindah menjadi ibu pekerja domestic, mengurus rumah,
anak, dan suami. Beliau memutuskan membuka Resto Bebek Dower dengan tekad bahwa
seorang ibu juga bisa sukses di luar dan di dalam rumah tanpa mengorbankan
waktu untuk anak-anak. Sekarang pun terbukti, resto beliau ada ratusan di
seluruh Indonesia dan kualitasnya tidak usah ditanya :)
Menginspirasi
ya! Itu baru sedikit inspirasi dari miniseminar para change maker family, loh. Masih ada Ibu Septi,
pendiri IIP dan suami, Pak Dodik, yang juga akan berbagi cerita dan ilmunya
kepada para peserta bagaimana cara mempersiapkan diri menjadi change maker
family. Beberapa hal yan disampaikan Ibu Septi dan Pak Dodik insya Allah akan
saya tuliskan di bawah ini.
dokumentasi pribadi |
Kenapa Harus Menjadi Change Maker Family?
Pernah
mendengar hadits Rasulullah SAW yang mengatakan bahwa sebaik-baiknya manusia
adalah yang bermanfaat untuk yang lainnya? Yap! Hadits ini yang menjadi
landasannya. Kebermanfaatan perempuan pastinya tidak akan berhenti ketika
perempuan sudah menikah. Justru dengan adanya suami dan anak, kebermanfaatan
seluruh anggota keluarga bisa dimaksimalkan dengan kolaborasi dan saling
bersinergi mengerjakan kebaikan. Perlu diingat, berkarya dan mendidik anak
bukanlah dua hal yang terpisah. Keduanya adalah hal yang dapat saling
mendukung, sehingga tidak ada alasan untuk tidak mengambil kesempatan menjadi
change maker family karena alasan ingin fokus mendidik anak :)
Selain itu,
apakah ada alasan lain yang membuat kita harus menjadi pembuat perubahan di
tengah zaman yang deras sekali arus perubahannya? Apakah ada alasan lain untuk tidak
menjadi pembuat perubahan sedangkan perubahan zaman tak tentu arahnya, kepada
kebaikan atau keburukan? Maka memulai kebaikan dari diri sendiri, lalu ke
keluarga, dan melakukan bersama-sama kebaikan keluar untuk memberi manfaat
seluas-luasnya adalah pilihan terbaiknya. Hal ini jugalah pilihan terbaik saat
ini untuk membentuk kebaikan dari rumah, tidak mengharapkan kebaikan masuk dari
luar rumah untuk mempengaruhi keluarga tetapi berusaha menjadi baik dari dalam
rumah dan memberikan kebaikan itu kepada banyak hal di luar rumah.
Analoginya
adalah seperti sebuah telur diberi tekanan dari luar yang hanya akan menjadi sebuah
telur dadar, roti, dan sebagainya dengan berbagai jenis tapi habis manfaatnya
jika sudah dimakan. Berbeda dengan telur yang diberi tekanan dari dalam, secara
alami akan menghasikan individu baru yang akan menghasilkan banyak lagi telur.
Bagaimana Menjadi Change Maker Family?
Bertolak
dari hal di atas, maka kita jika kita mau membuat perubahan untuk sekeliling
kita, maka yang harus kita ubah terlebih dahulu adalah diri kita sendiri. Dan
perubahan pada diri kita sendiri bisa dimaksimalkan bagi yang sudah berkeluarga
dengan mengubah keluarga kita.
Tapi ada
yang perlu diperhatikan nih, terkait mengubah keluarga. Fokus utama kita adalah
bagaimana mengubah diri sendiri, sedangkan anggota keluarga lainnya seperti
anak dan suami, insya Allah akan berubah ketika kita berubah. Jadi tidak perlu
mengeluarkan banyak energi untuk mengubah seseorang, sebab kita tidak akan
pernah bisa mengubah orang lain. Maka dimulai dari diri sendiri yang niscaya
akan menular ke keluarga adalah awalannya. Jangan lupa dilakukan dari sekarang
:)
Oh iya, kebanyakan
orang belum mau memulai kebaikan karena takut atau khawatir tidak sempurna,
sehingga banyak yang memutuskan untuk menjadi sempurna dulu untuk memulai. Tapi
menurut Ibu Septi, jangan pernah menunggu kesempurnaan untuk memulai suatu
kebaikan. Jika kita terus menunggu dan memikirkan kesempurnaan, niscaya kita
tidak akan memulai atau bergerak. Justru kita harus memulai kebaikan itu sedini
mungkin dan secepat mungkin kebaikan itu bisa dilakukan.
Langkah
pertama memang selalu dianggap sulit, pun itu untuk menjadi change maker
family. Tapi sebenarnya kita bisa membuat langkah pertama ini menjadi mudah caranya
adalah dengan memulai kebaikan dengan passion yang kita punya. Lakukan kebaikan
di ranah passion kita, usahakan yang terbaik, dan serahkan hasilnya kepada
Allah SWT. Tapi ingat saat kita ingin menerima lebih, maka kita harus berubah
menjadi yang layak untuk menerima itu semua.
Bagaimana Melakukan Projek Change Maker
Family?
Membuat
projek keluarga berarti membuat perubahan bersama-sama. Oleh sebab itu hal in
aja dengan team work. Untuk bisa membuat
perubahan bersama anggota keluarga lainnya, maka setiap anggota keluarga harus
sering main bareng, bercanda bareng, dan beraktivitas atau bekerja bareng. Jika
sudah terbiasa melakukan banyak hal bersama, maka ikatan antar anggota keluarga
akan semakin kuat dan setiap anggota keluarga akan saling memahami karakter
masing-masing lebih dalam lagi.
Kemudian
mulailah melakukan projek bersama yang dimulai dari projek sederhana yang bisa
dipahami anak usia dini dan tidak membosankan untuk orang tua. Pada bagian ini
setiap anggota keluarga berhak mengajukan sebuah projek, anggota keluarga yang
mengajukan projeknya bisa menjadi leader projek. Misalnya ibu memiliki projek,
maka ibu bisa menjadi team leader yag sebelumnya harus mempresentasikan
projeknya secara singkat kepada suami dan anak-anak. Suami dan anak-anak berhak
memberikan masukan atas projek ibu. Di samping itu ibu juga bisa bertanya
kepada anggota keluarga yang lain, anak dan suami, peran apa yang ingin mereka
ambil untuk menyukseskan projek tersebut.
Projek yang
dilakukan tidak perlu sebuah projek besar, bisa saja projek kecil yang hanya
memakan waktu dua hingga tujuh hari proses persiapan hingga pelaksanaan.
Misalnya adalah projek membagikan makanan gratis kepada penyapu jalanan di hari
Sabtu. Maka seluruh anggota keluarga yang kini menjadi tim kebaikan bisa
mengambil peran masing-masing, seperti siapa yang menentukan tempat pembagian
makanan, siapa bagian dokumentasi, siapa bagian belanja makan untuk dibagikan,
lalu siapa yang bertanggung jawab memasak jika makanan yang akan dibagikan
tersebut berupa makanan matang. Masya Allah, menarik bukan! Terbayang bagaimana
kebaikan tiap kebaikan diinsisasi dari dalam keluarga, anak-anak diajarkan
kebaikan langsung dengan projek dan praktiknya, hal ini mengingatkan saya pada
kajian parenting bersama Ayah Irwan yang saya buat resumenya di sini.
Ada hal lain
yang harus diperhatikan untuk membuat kebaikan dan perubahan bersama; kesiapan
dan kesempatan. Dua hal ini harus ada bersamaan. Terbayang kan bagaimana
mustahilnya sebuah kebaikan dilakukan ketika kita sudah siap tetapi tidak punya
kesempatan. Apalagi jika sebenarnya kita mempunyai kesempatan tapi sayangnya
kita belum ada kesiapan. Oleh sebab itu kitalah yang semestinya menciptakan
kesiapan dan kesempatan tesebut, menjadi diri yang layak dan siap untuk
mengambil kesempatan kebaikan bersama keluarga.
Bagaimana Jika Projek Kebaikan Change Maker
Family Ini Tidak Berhasil?
Apa sih
memangnya yang menjadi parameter sebuah kebaikan? Apakah jika semua orang mau
ikut dalam kebaikan yang kita lakukan? Apakah saat semua orang menerima
kebaikan yang kita lakukan? TIDAK!
Tidak ada
parameter keberhasilan dari Change Maker Family. Semua parameter itu sejatinya
adalah hal yang kebanyakan dibuat-buat. Seperti yang sebelumnya ditulisakan,
bahwa kita tidak bisa mengubah banyak orang dan tidak bisa membahagiakan semua
orang. Terlalu berusaha mengubah dan membahagiakan banyak orang akan menguras
banyak sekali energi yang kita punya. Hasilnya kemungkinan besar kita akan
kecewa jika respon orang tidak sesuai dengan harapan kita. Oleh karena itu,
mulai semuanya dengan mengubah diri sendiri dan setiap menjalankan projek yang
penting kita bahagia, tidak peduli berapa banyak orang yang menerima projek
kita. Selama projek itu sebuah kebaikan, niscaya lambat laun akan ada
orang-orang sefrekuensi yang dipertemukan dengan kita. So, tugas kita hanyalah
menebar benih-benih kebaikan sebanyak mungkin dan membiarkan benih kebaikan itu
tumbuh sesuai fitrahnya di tangan masing-masing orang yang menerima.
Adakah Tips Lain untuk Menjadi Change Maker
Family?
Ada 4E yang
bisa kita lakukan untuk menjadi change maker family dalam menjalankan projek perubahan
dan kebaikan bersama keluarga, yaitu Enjoy,
Easy, Excellent, dan Earn.
Pastikan
kita enjoy atau nyaman dan bahagia dalam melakukan projek kebaikan. Kenyamanan
dan kebahagiaan ini sangat menentukan apakah projek kebaikan ini bisa berjalan
atau tidak nantinya. Kebahagiaan yang dimaksud ini bisa ibu dan tim keluarga dapatkan
dari dalam rumah, dari diri sendiri. Jadi change maker family tidak pernah
mencari kebahagiaan dari luar timnya, meskipun itu sekadar mengharapkan apresiasi
orang lain dari projek yang dilakukan :)
Lalu tetap
lakukan setiap hal dalam projek dengan easy, santai. Melakukan projek kebaikan,
jika kita tidak bahagia pasti kita tidak akan santai menjalankannya. Akan ada
rasa kesal atau berharap banyak selama mengerjakan projek. Oleh sebab itu,
menjalan projek dengan santai agar yang dilakukan semuanya maksimal :)
Kemudian
lakukan setiap halnya dengan excellent. Menjadi yang terbaik selama projek kebaikan
keluarga berlangsung buka berarti harus menjadi yang sempurna dalam setiap
halnya. Kedua hal ini jelas sangat berbeda. Ketika kita melakukan yang terbaik,
berarti kita telah fokus pada hal-hal positif dan kelebihan diri yang bisa kita
maksimalkan. Berbeda ketika kita menjadi kesempuranaan sebagai target dari yang
kita lakukan, pasti akan banyak energi yang terkuras untuk mengejar
kesempurnaan itu. Maka akan jauh lebih baik jika energi kita disalurkan untuk tetap
melakukan yang terbaik. :)
Jangan lupa
untuk earn your work, menikmati setiap usaha. Untuk menikmati setiap usaha yang
kita lakukan dalam projek kebaikan bersama tim keluarga ini tentunya tidak perlu
menunggu hasil. Kita bisa menikmati hasil setiap projek di setiap tahapan projek
ini berlangsung. Misalnya menikmati setiap saat berbicara bareng tentang
projek, menikmati setiap candaan yang dilakukan di tengah-tengah proses
pembuatan projek, dan menikmati setiap usaha yang dilakukan orang-orang
tersayang dalam keluarga yang terlibat dalam projek ini.
Ibu Septi bersama Pak Dodik dan Enest, anaknya. Looking at them who always keep smiling during the talkshow really sparking joy :) (dokumentasi pribadi) |
Masya Allah!
Seru bukan! Saya yang belum menikah pun merasakan bagaimana serunya dan
menyenangkannya melakukan projek kebaikan bersama untuk menjadi change maker
family ini. Terbayang bagaimana keberkahan dan rahmat Allah SWT akan terus
mengalir dalam keluarga yang terus dan terus melakukan kebaikan untuk banyak
orang, bukan untuk diri sendiri. Terbayang bagaimana nikmatnya bisa
berkolaborasi kebaikan dengan orang-orang tersayang (suami dan anak-anak), sehingga
hubungan yang terkait bukan hanya tentang mendidik dan dididik melainkan bagaimana
saling terpaut dalam pahala-pahal kebaikan.
@fatinahmunir | Jakarta, 25 Januari 2018