Posted by : Fatinah Munir 29 December 2017



Bismillahirrahmanirrahim


"Introvert conversations are like jazz. Each player gets to solo for a nice strecth before the other player comes in and does his solo"
(Laurie Helgoe)

“Iiih, kenapa sih kamu diam aja?”

“Cerita dong, kamu ngapain aja seharian ini?”

“Dia kenapa sih, jarang banget ngobrol atau komen?”

“Kenapa sih dia kok gak pernah cerita-cerita atau berkabar? Sering banget diem atau gak ada kabar?”

“Kok dia nyebelin banget deh, sering diem begitu? Kan gue bingung! Jadi kesel!”

***

Beberapa orang, umumnya yang dominan introvert pasti pernah mendapatkan komentar seperti kalimat-kalimat di atas. Secara pribadi, saya cukup sering mendapatkan komentar seperti ini baik secara langsung atau diperantarai oleh orang lain. Pada umumnya kalimat-kalimat di atas disampaikan oleh teman-teman dominan ekstrovert yang lebih suka bercerita atau berbicara, selalu mengabarkan apa yang sedang disuka dan tidak disukainya. Tak jarang juga komentar-komentar ini biasanya muncul dengan intonasi dan kondisi yang kurang baik bahkan diiringi prasangka sepihak tanpa ada tanya.

Tidak ada yang salah dengan komentar-komentar di atas, sebab adalah hak setiap orang untuk berkomentar meskipun perlu diingat bahwa tidak setiap hal berhak kita nilai. Terlebih lagi sering saya temui teman-teman yang berkomentar seperti di atas hanya berbicara dari sudut pandangnya sendiri, dari sisi seorang ekstrovert bukan dari sisi seorang introvert. Tapi di sisi lain, bisa jadi yang mengomentari memang ingin dekat dengan yang dikomentari.

***

Sudah sejatinya memang manusia memiliki kecenderungan untuk saling memiliki, dalam bentuk hubungan apapun itu. Tetapi ada satu hal yang mungkin luput dari perhatian, bahwa setiap manusia memiliki karakternya masing-masing yang mempengaruhi berbeda-bedanya tingkah laku yang muncul. Yang paling penting adalah karakter ini tidak dapat dipaksakan untuk diubah mengikuti kehendak lawan biacaranya :)

Dalam beberapa tes pskologi –dan saya pun menyadarinya dengan sangat, bahwa saya adalah seorang yang dominan introvert. Sudah biasa bagi saya ketika ada orang yang mengatakan bahwa saya pendiam, pemalu, menarik diri, pemikir, dan kurang suka bersosialisasi. Itu pendapat orang-orang yang berinteraksi dengan saya dan itu sah-sah saja. Sekali lagi, karena setiap orang berhak berpendapat. Akan tetapi jauh di dalam diri, saya dan mungkin kebanyakan orang yang introvert lainnya setuju bahwa setiap yang dominan introvert tidak sepenuhnya pendiam, pemalu, menarik diri dari lingkungan sosial, dan pemikir.

Seperti yang dituliskan di muka, saya cukup sering menerima prasangka-prasangka ini tanpa ada satu dua tanya yang saya dapat. Lebih sering lagi kalimat-kalimat ini tiba di telinga saya lebih dulu sebab disambung lidah orang lain. Lagi-lagi juga dengan prasangka tanpa tanya. Bahkan terkadang yang saya terima adalah bagaimana teman-teman ingin sekali saya bisa sering bercerita, berkomentar, dan mengobrol apapun seperti layaknya mereka :)

Akan tetapi bukankah setiap pribadi dilahirkan dengan kekhususannya masing-masing? Bukankah adalah fitrah setiap manusia berbeda dengan yang lainnya? Setiap komentar orang yang kita kenal pastilah berupa respon atas rasa ingin memiliki kenyamanan hubungan dalam bentuk apapun hubungan itu. Tetapi dengan alasan ketidaknyamanan dengan sikap orang lain, bukan berarti kita bisa meminta orang lain untuk menjadi seperti yang kita mau kan?

Saya seorang introvert dan tidak bisa dipaksakan untuk menjadi ekstrovert sama seperti teman-teman saya. Demikian pula saya tidak bisa memaksakan kehendak agar teman-teman saya yang ekstrovert bisa menjadi introvert seperti saya.  Ya, meskipun kadang akan ada momen saling menyebalkan ketika si introvert ingin berdiam diri dan berpikir tetapi si ekstrovert terus berbicara dan berkata, “Jangan terlalu berpikir!” :)

Bagi seorang introvert seperti saya, berbicara memang menjadi hal yang sangat dijaga. Maksudnya, para introvert seperti saya akan berpikir berkali-kali sebelum berbicara dan mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran. Akan ada banyak pertimbangan sebelum berbicara, menimbang penting atau tidaknya yang dibicarakan, untung ruginya sebuah percakapan, dan sangat tidak menyukai basa-basi apalagi untuk tujuan mengangkat kedudukan sosial. Oleh sebab itu mungkin teman-teman saya akan lebih sering melihat saya diam dan kaku dalam bercanda.

Kendati sangat memilih dalam berbicara, saya –dan saya yakin juga kebanyakan introvert lainnya, senang mendengarkan. Ya, kami senang mendengarkan dan menyimak pembicaraanatau orang yang bercerita, dan mengamati setiap gerak-gerik lawan bicara. Dan jangan salah, di sisi lain para introvert akan jadi sangat suka berbicara ketika berhadapan dengan topik yang disukai dan hal-hal yang menjadi passionnya.

Bagaimana dengan sikap pemalu, penyendiri, dan cenderung menarik diri dari lingkungan? Beberapa referensi yang saya baca mengatakan rasa malu tidak berhubungan dengan introvert. Sedangkan pilihan untuk menyendiri atau cenderung menarik diri dari lingkungan adalah cara saya dan introvert lainnya untuk menikmati sekitarnya. Jadi, jika teman-teman ekstrovert yang senang dan mendapatkan energi tambahan dengan berkumpul dengan banyak orang, maka saya dan teman-teman introvert lainnya akan senang dan mendapatkan energy tambahan dengan cara menyendiri, lebih banyak merenung, dan menikmati kesunyian, tanpa rasa kesepian pastinya.

Di luar kegemaran menyendiri, bagi saya dan introvert lainnya, sebuah interkasi sosial bukanlah sekadar untuk kebutuhan asal banyak kenalan. Sebuah hubungan yang otentik adalah tujuan dari interaksi sosial para introvert seperti saya. Satu atau dua teman yang setia, jujur, saling mendukung dan menghargai jauh menjadi target dan sangat disukai dibandingkan dengan mengenal banyak orang tetapi hanya sekadar sedikit tahu. Oleh sebab itu, saya khususnya sangat menghargai sebuah bantuan dan hubungan dengan kelompok kecil yang dibangun dengan ikatan yang konsisten dan penuh ketulusan. Tak perlu ngoyo, yang penting esensinya tetap dimiliki :)

Begitulah saya, seorang introvert dengan karakter yang berbeda dengan kalian yang ekstrovert. Beginilah saya yang akan selalu ada masa ingin sendiri, ingin tidak berhubungan dengan dunia luar, tidak ingin membuka sosial media, tidak ingin keluar rumah, atau bahkan memutuskan bepergian seorang diri termasuk ke bioskop sendiri. Bukan, bukan karena saya stress atau depresi, tapi itu kebutuhan saya untuk mendapatkan energi dan kesenangan sendiri seperti halnya introvert yang lainnya.

Begitu pula kalian yang ekstrovert yang senang sekali bertemu dan berkumpul sekadar hang out, suka bercerita apa saja dari hal yang penting atau hal yang dipenting-pentingkan meskipun tidak pernah tampak penting :D Bukan, bukan karena kalian tidak bisa menjaga sikap, tetapi itu adalah kebutuhan diri kalian untuk bisa stabil di lingkungan seperti halnya ekstrovert yang lainnya.

Yang terpenting adalah kita berbeda, saya introvert dan kalian bukan. Kita berbeda dan membandingkan seorang introvert dengan ekstrovert adalah hal yang paling kejam menurut saya. Apalagi jika saling memaksa, yang introvert ingin temannya yang ekstrovert bisa tenang seperti dirinya dan yang ekstrovert ingin temannya yang introvert bisa vocal seperti dirinya. Tidak bisa.

Di luar semua perbedaan antara introvert dan ekstrovert, ada banyak hal yang bisa menjadikan keduanya selaras. Ketika si ekstrovert terus berbicara maka si introvert akan mendengarkan dengan seksama. Ketika si ekstrovert terus mengeskpresikan yang dipikirannya maka si introvert akan berpikir untuk menanggapi si ekstrovert.

Berbeda. Tapi saling mengisi. Berbeda. Tanpa saling memaksakan kehendak dan prasangka. Berbeda. Tanpa saling mencoba mengubah diri demi menuruti setiap yang dikehendaki yang lainnya. Menjadi diri sendiri dan terus berefleksi diri adalah yang terbaik untuk diri dan sekitar kita.

"While extroverts are verbal processors, who speak as they think, introverts need to think before we speak. This leads to a slower, more thoughtful communication style that involves fewer words, and longer pauses."
(Michaela Chung)

@fatinahmunir | Jakarta, 29 Desember 2017



Leave a Reply

Terima kasih atas komentarnya :)

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

You are The

Hallo Happy Readers!

Hallo Happy Readers!
Selamat datang di blog pribadi saya. Di blog ini teman-teman akan membaca tulisan-tulisan saya seputar pendidikan, kedisabilitasan dan inklusivitas, pengalaman mengajar, dan tulisan-tulisan lainnya yang dibuat atas inspirasi di sekitar saya. Semoga tulisan dalam blog ini bermanfaat dan menginspirasi pada kebaikan. Selamat membaca!

Contact Me

@fatinahmunir

fatinahmunir@gmail.com

Educator | Writer | Adventurer

Berbakti | Berkarya | Berarti

My Friends

- Copyright © Fatinah Munir -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -