- Back to Home »
- Ibu Lisfah dan Murid Istimewa »
- Sekerat Kisah Istimewa; Aku Si Disleksia
Posted by : Lisfatul Fatinah
07 September 2012
Mereka bilang saya berbeda dengan yang lainnya. Ah, masa? Saya tidak
merasa. Yang saya tahu, saya sama dengan yang lainnya. Ya, meskipun ada hal
berbeda yang saya butuhkan dibandingkan dengan kebanyak anak seusia saya.
Saya “divonis” sebagai anak penyandang disleksia saat saya duduk di
kelas 3 SD. Selama tiga tahun sekolah, saya masih sulit mengenal huruf. Saya
sulit membedakan b dengan d, m dengan w, u dengann, dan semua huruf terlihat seperti dalam
cermin, semua huruf terlihat sama dan bergerak-gerak. Bahkan ketika Ibu meminta
saya untuk menyalin tulisan dari buku pelajaran pun, tulisan saya selalu
salah. Di sekolah, saya juga selalu salah dalam menyalin tulisan di papan
tulis, padahal saya sudah duduk di bangku paling depan.
Saat itu Ibu belum tahu kalau saya menyandang disleksia. Ketika Ibu
membaca sebuah brosur tentang anak disleksia yang di dalamnya ada penjelasan
tentang anak disleksia, Ibu mulai mengkhawatirkan saya. Ternyata benar. Saya
benar-benar menyandang disleksia.
Di kelas tiga, saya dipindahkan ke sekolah khusus anak-anak berkebutuhan
seperti saya. Di sana sangat berbeda dengan sekolah saya yang sebelumnya. Di
sekolah baru itu, hanya ada empat sampai enam murid dalam satu kelas. Kami semua
berkebutuhan khusus.
Tapi, saya justru merasa lebih nyaman di sekolah baru ini. Guru baru
saya sabar dan baik hati. Beliau tahu apa yang saya mau. Beliau tahu letak
kekurangan saya. Dan yang paling menyenangkan, beliau tahu apa yang saya
butuhkan. Kalian tahu? Ini sangat menyenangkan bagi saya :)
Lulus dari sekolah khusus, saya melanjutkan bersekolah ke sekolah
seperti biasa. Yah, meskipun kendala masih saja ada. Saya masih belum bisa
menghafal alphabet A sampai Z. Saya juga kesulitan mengitung. Dulu, saat duduk
di SD saya hanya hafal 4 x 4 = 16. Ya, itu saja. Dan ada kebiasaan guru saya
yang selalu membuat saya deg-degan. Setiap pulang sekolah, guru saya selalu
memberikan soal perkalian. Bagi yang bisa menjawab, diperbolehkan pulang. Bagi
yang tidak, pasti pulangnya lebih lama. Hehe, dan saya selalu menunggu giliran
4 x 4 keluar dari mulut guru saya. Jika pertanyaan itu sudah ada, saya tidak
mau didahului teman untuk menjawabnya. Karena hanya perkalian itu yang melekat
di kepala saya, jadi kalau saya tidak menjawab soal itu kemungkinan besar saya
tidak bisa pulang. Hehe.
Oh iya, saat duduk di bangku SMK, ternyata saya bergabung dengan
teman-teman yang masuk kategori bodoh. Duh, masa iya? Saya tidak percaya saat
reuni SMA ada teman yang tertawa sambil berbincang, “Inget gak? Kita kan dulu
geng oon. Haha.” Haduh, kayaknya dulu saya gak oon-oon banget deh -_-“
Berbeda dengan SD dan SMP dengan banyak teman yang belum mengerti
tentang kekurangan saya, di SMK banyak teman yang mengetahui bahwa saya adalah
penyandang disleksia. Bahkan kadang saya dijadikan bahan ejekan, hehe, itu
hanya untuk guyonan, bukan seriusan. Dan yang saya lakukan hanya tertawa. Ya,
mau apalagi? Mau marah? Lah, memang saya seperti ini. Hehe. Ini saya, apa
adanya.
Oh iya, di SMK saya dulu, seluruh siswa harus mampu mengetik cepat
dengan sepuluh jari atau yang boasa disebut blind system. Aih, menghafal abjad saja saya
belum bisa, bagaimana bisa mengetik cepat. Berkali-kali saya dimarahi guru
karena nilai mengetik saya selalu jelek. Kecepatan mengetik saya rendah sekali.
Saya sempat down saat
itu, tapi saya harus bisa. Dan ternyata saya bisa :D Lebih dari itu, saat
itusaya mengikuti kontes mengetik cepat dan Alhamdulillah, saya menang! Hehe, I
think this is impossible, but it is true, Man! :D
Lulus dari SMK, bagi saya adalah hal yang mustahil untuk melanjutkan
pendidikan ke bangku kuliah. Tapi Allah ternyata menghendaki saya yang sampai
sekarang belum menghafal abjad untuk bisa berkuliah. Senang sekali rasanya. Dan
saya akhirnya bisa berkuliah di salah satu universitas swasta di Bandung.
Banyak cerita unik yang datang dari perkuliahan saya. Salah satunya
adalah saat ujian mata kuliah yang sangat saya takuti, yakni Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia memang “musuh” bagi saya. Jangankan menulis dengan ejaan yang
baik, sampai sekarang pun saya belum mampu menghapal alphabet. Hingga saat
ujian mata kuliah Bahasa Indonesia, tugas saya diperiksa oleh salah seorang
adik angkatan. Adik angkatan ini sering sekali ke bangku saya menanyakan mengapa
banyak kata dan banyak huruf yang terbalik. Malu. Itu yang saya rasakan. Tapi,
mau bagaimana lagi? Memang saya punya kendala dalam berbahasa.
Perjuangan matia-matian dalam berkuliah benar-benar saya rasakan ketika
tiba saatnya menyusun skripsi untuk kelulusan. Bukan hanya saya yang berjuang
mati-matian menyusun skripsi ini, dosen pembimbing hingga ibu saya juga
membantu saya untuk menulis. Duh, terharu sekali rasanya ketika dengan pernuh
kerja keras saya menjawab dan mencoba menjelaskan isi skripsi saya kepada
dosen-dosen penguji. Untungnya para dosen, terutama dosen pembimbing saya
mengerti kondisi saya sebagai penyandang disleksia. Sehingga saya akhirnya
dapat lulus dengan hasil yang cukup memuaskan.
Banyak sekali kisah dari “kelebihan” yang saya miliki ini. Sedih, haru,
lucu, semua ada dalam kehidupan saya. Tapi saya senang bahwa banyak orang yang
mengerti kondisi saya. Terutama ibu. Sejak kecil ibu yang selalu membantu saya.
Sejak kecil, ibu yang selalu mensuport saya di tengah kekurangan saya dan ibu
juga yang selalu menenangkan saya setiap kali saya menangis karena takut salah
atau malu karena diejek teman. Sampai sekarang saya masih ingat pesan ibu
setiap kali saya mengeluh dan pesimis. Kata ibu lakukan apa yang bisa kamu
lakukan, bagaimanapun hasilnya itulah hasil kerja keras kamu. Ah, Ibu. Pesan
itu selalu saya ingat setiap saya takut menghadapi banyak orang dan setiap saya
pesimis dalam hal pendidikan.
Menyandang disleksia atau mempunyai ketidakmampuan (disabilitas) dalam
hal lainnya bukanlah satu batu penghalang untuk menuju kesuksesan. Buktinya,
saya yang sudah dilabeli sebagai individu disleksia yang tidak mampu mengenal
huruf dengan baik bisa lulus kuliah :D
Ada banyak kemungkinan yang Allah ciptakan untuk hamba-Nya, termasuk
untuk kita, individu yang sudah berlabel “disabilitas”. Senang rasanya jika ada
banyak orang yang menganggap saya sama dengan yang lainnya. Hingga bentuk
penerimaan dari masyarakat dan orang terdekat mampu membangun rasa percaya diri
dan motivasi saya.
***
Tulisan di atas adalah kisah seseorang yang saya kenal. Namanya Aigis
Arira, seorang teman yang saya panggil kakak. Saya mengenal Kak Aigis saat saya
mendapat amanah untuk mengurusi acara seminar disabilitas yang mengangkat sosok
seorang penyandang disleksia. Pertama kali bertemu dengannya di ruang
pertemuan, ada jiwa kehangatan dalam diri Kak Aigis. Orangnya sangat supel dan
humoris. Bahkan ketika Kak Aigis menceritakan pengalamannya sebagai penyandang
disleksia, Kak Aigis lebih banyak tertawa dan membuat saya betah berlama-lama
mendengarkan ceritanya.
Kisah ini sengaja saya tuliskan sebagai bentuk apresiasi dan kepedulian
terhadap penyandang disabilitas, khususnya disleksia. Dengan tulisan ini, saya
ingin membagi semangat Kak Aigis. Saya ingin berbagi kepercayaan diri Kak Aigis
yang sudah jelas mempunyai kekurangan.
Sebelumnya, tulisan ini pernah saya posting di akun kompasiana saya.
Tapi seorang teman kompasiana mengatakan tulisan ini menjual belas kasiahan
untuk menjadikan tulisan ini HL (High Light) di halaman muka Kompasiana. Tapi,
dengan tulisan ini saya berharap teman-teman tidak terlalu menaruh belas
kasihan pada tokoh yang ada dalam tulisan ini. Karena pada dasarnya tulisan ini
hanya untuk membagi kekuatan dan motivasi yang dimiliki Kak Aigis.
Akhir catatan, semoga tulisan ini bermanfaat dan menginspirasi kita
semua untuk tetap optimis di tengah kekurangan dan kendala yang kita miliki.
Karena kekurangan kita bukanlah hal yang menjadikan kita semakin lemah, justru
kekurangan kita adalah kekuatan unik yang menjadikan kita jauh lebih luar biasa
dari yang lainnya. Yang saya yakini adalah apapun yang Allah berikan adalah
bentuk sayang Allah kepada kita. Ingat, Allah selalu Menciptakan beban lengkap
dengan pundaknya! :)
Salam semangat!