Posted by : Fatinah Munir 10 October 2019

Photo by Geronimo Giqueaux o Unsplash
Jingga. Setiap kali memikirkan kata ini, selalu ada satu hal yang muncul dalam di pikiran saya. Satu hal yang pernah saya mulai dan masih saya jalankan saat ini dengan semangat yang sangat fluktuatif. Satu hal yang membuat saya membuka lagi sebuah folder yang jarang saya tengok. Satu hal ini menggerakkan tangan saya untuk membaca ulang sebuah rancangan impian besar dan justru menjadi inspirasi saya untuk menceritakannya di tulisan ini.

Kitainklusi. Inilah satu-satunya hal yang terlintas di kepala saya setiap kali memikirkan kata jingga untuk tulisan hari ini. Ini bukan dua kata yang tanpa sengaja ditulis tanpa spasi. Ini adalah dua kata yang dengan sengaja digabungkan dan menjadi representasi dari impian besar di baliknya. Ini adalah sebuah komunitas kecil yang pernah saya bangun dan saya sempat ingin berhenti di tengah jalan.

Dua tahun lalu, saya sempat merasa gamang karena sedang berada dalam titik kebosanan dengan rutinitas monoton di tempat kerja. Saat itu saya sangat merindukan melakukan banyak hal sebagaimana dulu. Kebosanan ini menginspirasi saya untuk membangun sebuah komunitas kecil yang bergerak dalam mengedukasi kesadaran masyarakat untuk mengenal individu berkebutuhan khusus dan menerima keberadaan mereka.

Persis di bulan Oktober dua tahun lalu saya mengumpulkan beberapa teman kuliah dulu untuk mendengarkan kebosanan saya pada rutinitas dan keinginan saya untuk membentuk sebuah komunitas yang selinear dengan profesi kami. Harapan saya saat itu (dan sampai sekarang) adalah agar setiap orang dengan disabilitas bisa diterima dengan baik di lingkungannya, diberikan kesempatan yang sama seperti yang lainnya, dan diakui sebagai individu seutuhnya bukan dikenali atas kedisabilitasannya.

Sudah hampir dua tahun sejak program pertama Kitainklusi berjalan. Ini bukan waktu yang cukup matang untuk sebuah komunitas pastinya. Ada banyak sekali tantangan selama menjalankan program-programnya. Sempat juga hiatus beberapa kali dalam hitungan bulan. Tapi selalu ada banyak momen yang membuat saya kembali menghidupkan Kitainklusi. Momen-momen ini biasanya ketika saya mendapatkan pertanyaan di Instagram terkait kelanjutan program yang sudah dijalankan Kitainklusi. Termasuk ketika mendapatkan pertanyaan-pertanyaan terkait penanganan anak berkebutuhan khusus dari orang tua ataupun guru.

Program-program Kitainklusi sebenarnya bukan program-program besar, hanya tulisan-tulisan ringan di media sosial dan diskusi online terkait kedisabilitasan dan keinklusian, Tapi ternyata yang kecil buat saya bisa berarti besar buat orang lain. Pertanyaan-pertanyaan yang terus masuk ke akun Instagram Kitainklusi ataupun pribadi seperti menjadi teguran buat saya kalau tidak ada kebaikan yang sia-sia, sekecil apapun kebaikan yang pernah dimulai. Berkali-kali hiatus dan berkontemplasi diri, saya tetap berusaha membangkitkan Kitainklusi. Berharap hal-hal kecil yang sudah dilakukan bersama Kitainklusi dapat memberi manfaat bagi banyak orang dan menjadi amal kebaikan yang tidak pernah putus buat saya dan tim.

Lalu apa hubungannya antara Kitainklusi dan kata jingga yang seharian ini saya pikirkan? Hubungannya ada pada warna identitas Kitainklusi. Jingga adalah warna identitas Kitainklusi. Desain apapun yang dibuat untuk keperluan Kitainklusi, pasti bernuansa jingga.

Kenapa jingga? Jawabannya kembali saya temukan ketika saya membaca ulang dokumen profile Kitainklusi tepat sebelum menulis tulisan ini.

“…………… Warna jingga yang merupakan turunan dari warna kuning melambangkan kehangatan, kenyamanan, dan optimisme yang merepresentasikan harapan-harapan Kitainklusi agar menjadi komunitas yang memberikan manfaat, kenyamanan, dan harapan bagi teman-teman yang terlibat dalam Kitainklusi. ……………”


Kalimat di atas tertulis dalam salah satu bagian penjelasan logo Kitainklusi. Saat membaca tulisan ini saya tersenyum sendiri, bertanya-tanya ke diri sendiri. Saya pernah menulis ini ya? Saya pernah merancang ini ya? Seperti ini ya impian saya dulu saat memulai Kitainklusi?

Karena kalimat di atas, hari ini saya jadi semakin ingin bercerita tentang Kitainklusi, tentang impian di dalamnya yang sempat saya lupakan, termasuk tentang semangat yang melekat di warna identitasnya. Saya juga menjadi semakin semangat untuk meneruskan hal kecil ini. Setelah membaca ulang dokumen profile Kitainklusi dan bercerita di tulisan ini, saya berharap semoga bisa memiliki kekuatan jingga seperti dalam penjelasan warna identitas Kitainklusi. Saya ingin tetap menjalankan komunitas ini dengan semangat yang bisa memancarkan kehangatan, kenyamanan, dan optimisme kepada banyak orang dengan disabilitas, keluarga yang memiliki anggota keluarga dengan disabilitas, juga para profesional yang bekerja untuk orang-orang dengan disabilitas.

Lisfatul Fatinah Munir | 10 Oktober 2019

Leave a Reply

Terima kasih atas komentarnya :)

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

You are The

Hallo Happy Readers!

Hallo Happy Readers!
Selamat datang di blog pribadi saya. Di blog ini teman-teman akan membaca tulisan-tulisan saya seputar pendidikan, kedisabilitasan dan inklusivitas, pengalaman mengajar, dan tulisan-tulisan lainnya yang dibuat atas inspirasi di sekitar saya. Semoga tulisan dalam blog ini bermanfaat dan menginspirasi pada kebaikan. Selamat membaca!

Contact Me

@fatinahmunir

fatinahmunir@gmail.com

Educator | Writer | Adventurer

Berbakti | Berkarya | Berarti

My Friends

- Copyright © Fatinah Munir -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -