- Back to Home »
- Sepotong Inspirasi »
- Sekuntum Mawar yang Senantiasa Mekar; Ustaz Jefri al-Buchori*
Posted by : Fatinah Munir
27 April 2013
Bismillahirrahmanirrahim
Ada rahasia dari deretan peristiwa yang tersandiwara di atas dunia
Bahwa kadang hal kecil yang tak sengaja kita lakukan bisa membawa
perubahan besar pada hidup kita
(Lisfatul Fatinah Munir)
Maha suci Allah yang senantiasa Merangkai skenario tak
terduga. Tiada daya dan upaya untuk menghindar dari ketetapan-Nya, kecuali atas
Rahmat-Nya. Dan sesungguhnya, tiada yang kekal di dunia kecuali kefanaan itu
sendiri.
Seperti biasanya, setiap hari baru adalah hadiah baru dengan
kejutan-kejutan baru dari Allah SWT, demikian pula kemarin, hari ini, dan esok.
Kejutan demi kejutan berkelindan satu per satu, membawa hati setiap manusia berpetualang
dari satu perasaan ke perasaan lainnya.
Kemarin, 26 April 2013Allah juga kirimkan hadiah baru buat
saya dan buat seluruh umat muslim di dunia, juga semoga buat pendudukan
langit-Nya; seorang da’i kondang Indonesia telah selesai menunaikan tugasnya. Kemarinlah
saatnya beliau berpulang ke kampung abadi, ke taman Ilahi Robbi, surga yang hakiki.
Beliaulah da’i yang cukup mempengaruhi hidup saya, terlebih di masa-masa kritis saya sebagai remaja. Beliaulah yang menjadi inspirasi saya untuk terus mengenal Islam lebih dalam.
Ustaz Jefri
al-Buchori, beliaulah da’i muda yang telah habis masa abdinya di dunia. Kepulangan
beliau membuat saya terpukul dengan arti yang sebenar-benarnya. Kepulangan
beliau memutarkan kembali kisah kehidupan saya. Kepulangan beliau mengantarkan
saya pada titik-titik air mata yang tumpah di setiap shalat saya.
Sesedih itukah saya karena kepulangan beliau? Apa yang telah
beliau lakukan untuk hidup saya hingga saya merelakan air mata ini mengalir
untuknya?
Tulisan ini saya dedikasikan untuk mengenang Sekuntum Mawar yang akan selalu mekar. Tulisan ini akan menjadi jawaban dari teman-teman yang kemarin
terheran-heran melihat saya menangisi kepulangan beliau. Semoga tulisan ini
bisa menginspirasi dan bermanfaat untuk teman-teman semua.
***
Dulu sekali, saat usia saya masih di bawah duabelas, saya
termasuk anak yang tomboy dan nakal. Meskipun dikenal sebagai juara kelas, saya sering mengajak teman-teman saya bolos sekolah. Saya sering mengunci teman-teman saya di kamar mandi dan sering juga bertengkar dengan anak laki-laki kalau saya tidak diterima bermain dengan kelompok mereka.
Saat itu saya kelas VI SD dan saya sudah memutuskan menggunakan jilbab. Kendati sudah berjilbab, saya tetap memilih kegiatan-kegiatan yang identik dengan petualangan. Saat masuk ke MTs, saya malah memilih ekstrakulikuler Pramuka Inti dengan segudang aktivitas di lapangan yang panas dan alam yang menantang. Saat itu saya belum mengenal apa itu kegiatan-kegiatan keislaman seperti Rohis, apalagi mentoring.
Saat itu saya kelas VI SD dan saya sudah memutuskan menggunakan jilbab. Kendati sudah berjilbab, saya tetap memilih kegiatan-kegiatan yang identik dengan petualangan. Saat masuk ke MTs, saya malah memilih ekstrakulikuler Pramuka Inti dengan segudang aktivitas di lapangan yang panas dan alam yang menantang. Saat itu saya belum mengenal apa itu kegiatan-kegiatan keislaman seperti Rohis, apalagi mentoring.
Ramadhan di tahun pertama saya di MTs, dengan izin Allah, saya
menyaksikan seorang da’i yang membaca ayat al-Qur’an di salah satu stasiun televisi.
Alunan ayat-ayat suci itu membuat saya terpana, menggetarkan hati saya, dan
seketika itu juga saya mengakui dengan seruan “al-Qur’an itu indah ya!”. Di
sinilah pertama kalinya saya mengenal sebuah nama Ustaz Jefri al-Buchori. Beliaulah da’i di televisi yang saya dengar suaranya melantunkan ayat al-Qur’an hingga tergugah hati saya.
Ya, mulanya saya hanya mengagumi murotal al-Qur’an Ustaz
Jefri atau yang akrab dipanggil Uje. Saya selalu menyempatkan diri mendengarkan
ceramahnya demi mendengarkan suara indah beliau saat melantunkan ayat suci. Lambat
laun saya tidak lagi menantikan suara merdu beliau, tetapi saya juga mulai menantikan
ceramah-ceramah beliau yang begitu menggebu-gebu di stasiun televisi manapun. Setiap
ceramah beliau yang menyangkut keremajaan selalu saya mencatat dan saya memahami
benar-benar, hingga setiap ada perbincangan di kelas saya selalu bilang, “Kata Uje …,”. Sejak saat itulah, teman-teman MTs saya mengenal saya sebagai fans
berat Uje.
Semakin hari, saya semakin mengagumi sosok beliau yang
begitu menggebu-gebu saat memberi tausiyah. Kekaguman ini kian memuncak ketika
saya tahu bahwa sebelum menjadi seorang da’i, beliau adalah seorang yang
begajulan, urakan, pemabuk, pemakai narkoba, dan pernah masuk penjara. Latar belakang beliau yang seperti itu mengantarkan saya pada pemahaman seorang remaja “Oh, orang nakal juga bisa jadi sholeh ya?”, dan juga mengantarkan
saya pada satu keoptimisan “Gue juga harus
berubah!”.
Sejak itu, saya mulai melirik kegiatan kerohanian di MTs,
seperti Rohis, dan jadilah saya seorang bocah perempuan tomboy anggota Pramuka Inti
sekaligus anggota Rohis. Saya masih ingat betul ketika pertama kali masuk
Rohis, saya duduk bersenderan di pojok mushalah dengan posisi duduk seperti di
warteg sambil mendengarkan materi dari salah satu Kakak Pembina Rohis (Rohis di
MTs saya berjalan setiap Sabtu dan setiap Sabtu kami memakai seragam Pramuka
berupa baju pramuka dan celana pramuka bagi siswa maupun siswi, jadi
memungkinkan siswi duduk seperti lelaki).
Kendati saat itu saya masih “urakan”, cara berjalan dan duduk saya masih sembarangan dan pemahaman Islam saya masih sebatas di pelajaran-pelajaran anak madrasah, saya tetap meneruskan kegiatan di Rohis dan Pramuka Inti yang jelas kontras perbedaannya. Dua tahun pertama di MTs, saya mengikuti qosidah, nasyid, dan kaligrafi, sekaligus mengikuti camping rutinan, tali temali, sandi Morse, dan baris berbaris.
Kendati saat itu saya masih “urakan”, cara berjalan dan duduk saya masih sembarangan dan pemahaman Islam saya masih sebatas di pelajaran-pelajaran anak madrasah, saya tetap meneruskan kegiatan di Rohis dan Pramuka Inti yang jelas kontras perbedaannya. Dua tahun pertama di MTs, saya mengikuti qosidah, nasyid, dan kaligrafi, sekaligus mengikuti camping rutinan, tali temali, sandi Morse, dan baris berbaris.
Setengah semester berlalu. Kini saya menginjak semester II
di kelas VII MTs. Saat itu Maret 2005, Kak Hulai, Pembina Rohis Putri di MTs,
mengajak saya dan teman-teman Rohis untuk datang ke Book Fair di Senayan.
Singkat cerita, saya pergi ke Book Fair bersama teman-teman rohis. Tidak ada
buku spesifik yang ingin saya beli di Book Fair, karena tahun itu adalah kali
pertama saya ke Book Fair.
Saat sedang melihat-lihat kumpulan cerpen remaja Asma Nadia,
salah seorang teman rohis saya menarik lengan saya sambil berkata, “Di sana ada
buku Uje, Lis!” Mendengar berita itu, saya langsung bertanya di mana buku itu.
Ketika kami tiba di rak yang terdapat buku Uje, buku tersebut sedang dipegang
seorang Mbak-Mbak yang kelihatannya juga tertarik membeli buku tersebut.
Sayangnya, buku yang dipegang Mbak-Mbak itu adalah
satu-satunya buku Uje yang tersisa di rak buku. Ketika itu juga saya spontan berkata,
“Mbak itu punya saya!”. Saya masih ingat ekspresi Mbak-Mbak yang memegang buku Uje seakan bilang, “Siapa lo?” tetapi untungnya teman saya yang badannya lebih
besar dari saya langsung membela saya. “Saya dulu, Mbak, yang lihat buku itu.
Saya sudah mau beli buat teman saya ini,” kata teman saya sambil menarik buku
tersebut. Sempat terjadi aksi saling rebut untuk satu buku Uje yang tersisa.
Tapi, Alhamdulillah, buku itu
akhirnya menjadi milik saya. ;)
Sekuntum Mawar untuk
Remaja, begitulah judul buku Uje yang saya “rebut” dari orang lain. Buku
beliau menjadi buku keislaman yang pertama kali saya baca dengan semangat
membara. Buku saku berkonteks Islami tersebut memuat tausiyah-tausiyah ala Ustaz
Gaul untuk remaja seusia saya saat itu. Di dalamnya saya mengerti banyak hal
tentang remaja dari kaca mata Islam, seperti pacaran, anak gaul, anak funky,
prestasi, valentine, sampai pada euphoria kelulusan, tahun baru, dan bolamania.
Deretan kata yang mengalir dari tulisan beliau benar-benar
menjadi Sekuntum Mawar untuk jiwa remaja saya yang haus pada madu-madu ilmu. Saya juga mulai memburu buku-buku Uje yang lainnya. Senandung Cinta untuk Remaja dan Ada Apa dengan Wanita?, masuk dalam buku-buku keislaman yang pertama saya punya. Tiap lembar tulisan beliau selalu saya baca berulang-ulang.
Jika sudah selesai membaca sampai tuntas, saya akan membacanya sekali lagi
sambil sesekali saya refleksikan pada kehidupan saya.
Begitulah perlahan-lahan dari tulisan beliau, kehidupan saya
berubah. Saya semakin semangat belajar agama. Saya semakin semangat mengikuti
Rohis, hingga saya mengenal sebuah jalan bernama “mentoring” dan semuanya
perlahan-lahan kehidupan saya semakin bermekaran bersama semangat menuntut ilmu
agama yang semakin merekah.
Ya, begitulah. Bermula dari kekaguman saya pada suara beliau
saat membaca al-Qur’an, saya mulai mendengarkan ceramah-ceramah beliau. Lalu Allah
SWT Membuka pintu hidayah-Nya, mengantarkan saya pada sebuah semangat untuk
terus dan terus mengenal Islam. Di tengah semangat ini, Allah antarkan saya
pada lorong-lorong terang keislaman yang bermuara pada sebuah taman ilmu
bernama “mentoring”. Di dalamnya, saya temukan kedamaian Islam, saya
implementasikan apa-apa yang saya tahu dari ceramah dan buku-buku beliau, saya dalami
kekaguman saya pada suara beliau dengan mulai belajar murotal al-Qur’an, dan
sejak kenaikan kelas VIII MTs saya mencoba berjilbab seperti yang diajarkan
Islam yakni jilbab yang tebal dan panjang.
Demikianlah Uje, Sang Ustaz Gaul, yang telah menjadi pemantik
dari cahaya kehidupan saya. Beliau datang begitu saja, memberikan ceramah pada
setiap orang, dari tua hingga muda. Dan, siapa sangka saya yang dulu urakan, tomboy,
dan nakal bisa menemukan pintu hidayah melalui suara indah dan ceramah beliau.
Begitulah kira-kira sekilas kisah saya yang menjadi alasan
mengapa saat mendengar kabar kepulangan beliau saya rela menangis di pundak
teman saya sampai mata saya bengkak.
***
Sampai saat ini, perjalanan hidup beliau semakin meyakinkan saya pada janji-janji Allah SWT, bahwa menjadi manusia yang lebih baik adalah sangat mungkin, bahkan jika kita berangkat dari titik kejahiliyaan terdasar sekalipun.
Melalui gaya ceramah beliau yang katanya “gaul” dan “membara”
saya belajar menyampaikan Islam tidak hanya bisa dengan kata-kata Langit, bahwa Islam dapat disampaikan dengan bahasa umat yang menjadi sasaran dakwah kita. Melalui
pola ceramah beliau saya belajar bahwa dakwah datang bukan hanya untuk kalangan
tua, bapak-bapak atau ibu-ibu majelis taklim, melainkan pemuda, orang-orang
yang masih awam, para begajulan, dan para sampah masyarakat juga layak
merasakan kedamaian Islam melalui pola dakwah yang damai.
Setidaknya, begitulah secara tidak langsung Allah SWT
menjadikan sosok beliau sebagai perantara antara kehidupan saya yang dulu
dengan kehidupan saya yang sekarang; saya yang masih terus belajar memahami
ajaran Allah dan Rasulullah yang penuh kedamaian, saya yang terseok-seok dalam
usaha perbaikan diri di setiap hari, saya yang terseok-seok mengamalkan ajaran
Allah dan Rasulullah, dan saya yang sampai saat ini memiliki tekad menyampaikan
Islam kepada kalangan-kalangan tak terjamah seperti anak jalanan, PSK, dan
anak-anak di penjara.
Di tengah kedukaan atas kepergiaan beliau, ada satu semangat
yang saya peroleh. Ketika kemarin saya “mengadu” kepada salah satu sahabat saya
di MTs yang tahu persis seberapa kagumnya saya pada beliau. Kemarin saya
berkata, “Ega, Uje meninggal. Lis belum sempat ketemu.” Teman saya menjawab, “Insya
Allah ketemu di surga, Lis,” lalu air mata ini kembali mengalir, mengamini :’)
Hari ini, saya pergi ke Istiqlal, masjid tempat
dishalatkannya jenazah beliau. Saat memasuki Istiqlal, yang ada dibenak saya adalah
keramaian masjid ini saat jenazah beliau disalatkan. Saya membayangkan ada di
antara ribuan jemaah yang menyalati beliau, mengatarkan beliau dengan
sebaik-baiknya penghormatan berupa doa.
Dalam doa saya setelah salat zuhur di antara jemaah Istiqlal, saya merasakan keramaian yang begitu nyata di sekeliling saya. Ada sebuah keramaian yang membuat saya merasakan bahwa saya benar-benar ada di antara ribuan jemaah yang menyalatkan beliau, mengantarkan doa-doa terbaik untuk beliau. Entah keramaian itu nyata atau tidak, suasana Istiqlal selepas salat zuhur menggiring air mata ini keluar dari kantungnya dan mengantarkan barisan-barisan doa untuk beliau di alam sana.
Saya percaya, bukan hanya saya Si Urakan yang menemukan
jalan-Nya berkat perjalanan dakwah Ustad Jefri. Masih banyak Si Urakan lainnya
di luar sana yang insya Allah menjadi jauh lebih baik, bahkan lebih baik
daripada saya.
Teruntuk Ustaz yang telah menginspirasi saya untuk menjadi
pribadi lebih dan lebih baik lagi, terima kasih atas kisah hidup Ustaz yang membuka
mata dan hati saya. Tiada sebaik-baiknya balasan bagi Ustaz yang telah menjadi
jalan perubahan positif dalam titik kritis masa remaja saya selain doa-doa
terbaik saya. Semoga Allah melapangkan dan menyinari kubur Ustaz. Semoga Allah
Memberikan tempat terbaik di sisi-Nya. Semoga Ustaz tetap menjadi Sekuntum Mawar yang senantiasa mekar di taman surga-Nya. Semoga kelak saya bertemu Ustaz di surga-Nya. Amin.
Allahummaghfirlahu warhamhu wa ‘aafinii wa fu’anhu :’)
Semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan tabahan dan
kelapangan hati. Amin.
(*)Tulisan ini telah dipublikasikan di annida-online.com
Blogwalking subuh-subuh, baca tulisan ini semakin syahdu..
ReplyDeletePengen nangis juga rasanya..
Thanks fot your visited. Jazakillah. May this story useful and gave you more inspiration, Sist :)
Deletewah, sama...beliau juga da'i yang paling saya suka. sayangnya, beliau pergi di usia yang masih muda ya...semoga beliau diterima di sisi Alloh...jadi pingin beli bukunya Ujeee...
ReplyDeleteAmiin. Semoga di sisi terbaik-Nya :)
DeleteBuku-bukunya kayaknya udah jarang ada, Mey, itu saya belinya ahun 2005 semua. Sempat lihat waktu pesta buku jakarta lalu :)
aamiin ya rabb..
ReplyDeletesungguh indah skenario Allah ya ukh :')
Indah dan tak terduga, Mbak :)
Deletewah.. tega kali// masa' temen sendiri kog dikunci di kamar mandi...
ReplyDeleteUntuk Uje (Ustad gaulku) selamat jalan ya pak..semoga kau diterima disisinya//
AAmiin
subahanallah, smga Uje sdh di tempat terbaik disisi Allah :')
ReplyDeletesy tertarik deh ma bukunya, masih terbit gak ya? :(
oh ia saling join blog yuk, biar tambah deket :)
semoga roh nya dicucuri rahmat..
ReplyDeleteturut berduka cita atas meninggalnya sang guru sejuta umat..
ReplyDeletesemoga amal ibadahnya di terima disisinya..
oh iya BTW ko comment di atas Gw ko ngomongin kue cucur??
ya Allah, begitu banyak hikmah positif yang saya dapatkan ketika membaca postingan ini :')
ReplyDeletemeskipun beliau sudah tenag di alam sana, namun segala hal positif yang selalu ia ajarkan masih melekat di hati kita. semoga amal dan ibadahnya diterima disisi Allah SWT. amin
aamiin aamiin. tapi selain Uje, semoga kita juga bisa bertemu dengan Rasulullah SAW ya, di surga nanti.
ReplyDelete