- Back to Home »
- Ibu Lisfah dan Murid Istimewa , Trip Teach and Shared »
- Trip Teach and Shared: Cibuyutan Asonde Kurete, Arigatou!
Posted by : Fatinah Munir
01 April 2015
Pukul
5.00 WIB. Mataku terbuka selepas beristirahat semalaman. Yang lainnya masih
tidur dan sepertinya Bu Rani juga masih tidur. Aku mengenakan kacamata yang
kuletakkan di kayu yang ada di belakangku semalam, sebelum tidur. Aku
membangunkan Klara dan mengajaknya keluar menuju rumah Abah, satu-satunya rumah
yang ditumpangi teman-teman wanita yang memiliki fasilitas kamar mandi. Aku dan
Klara bergantian mengambil wudhu dan shalat di rumah Abah.
Pagi
ini seharusnya pukul 6.00 WIB acara sudah dimulai, tetapi anak-anak belum
datang juga. Hingga Pak Mista dan Nengsri harus beberapa kali memberikan
pengumuman lewat megaphone beberapa kali.
Sambil
menunggu anak-anak, aku merapikan beberapa perlengkapan untuk outbond pagi ini
di ruang guru lalu menikmati matahari yang beranjak naik dan menunjukkan
keindahannya dari Timur, tepat dari depan sekolah. Saat sedang berdiri
memperhatikan matahari yang terbit, dari kejauhan terlihat dua anak kecil
berjalan bersisian menapaki tangga tanah menuju sekolah. Itu Rohni dan
temannya.
Malam
sebelumnya aku memang meminta izin kepada ibu Rohni bahwa kami akan mengajak
Rohni bermain dan belajar di sekolah sejak pagi. Oleh karena itu Rohni datang
bersama temannya untuk ikut bermain dan belajar bersama kami.
Saat
masuk ke dalam gerbang sekolah, Rohni memberi salam dan berteriak kegiragan.
Satu per satu teman-temanku yang ada di selasar sekolah disalimi. Kadang Rohni
mencium tangan teman-teman sambil tertawa. Pagi itu Rohni mendekati Klara dan
meminta difoto seperti sebelumnya. Pun itu pintanya kepada teman-teman lain
yang sednag memegang kamera. Alhasil, seluruh teman-teman tertawa melihat
tingkah polah Rohni yang lucu.
Waktu
beralih dari pukul 6.30 WIB menuju pukul 7.00 WIB. Anak-anak sudah mulai
berdatangan bersama gelas dan sendok yang dibawanya. Kak Sari dan Mas Wadi
tampak membantu anak-anak mengumpulkan gelas dan sendok yang nanti akan kami
pakai untuk makan bubur kacang ijo bersama. Klara juga tampak sigap membariskan
anak-anak di depan sekolah untuk olahraga pagi. Tak berbeda dengan anaknya, Pak
Madinah, ayah Klara, bersiap memimpin senam dan beberapa perlombaan pagi ini.
Yang
dimaksud Yudith adalah Rohni. Baiklah, akhirnya aku menemani Rohni sepanjang
pagi ini. Sampai saat anak-anak bermain post to post saat outbond pun aku tetap
bersama Rohni. Bolak balik melempar bola. Lari-lariaan. Bahkan bermain
badut-badutan dengan balon di dalam baju untuk menggendutkan perut. Hingga
Rohni ‘melupakan’ aku saat Kak Tiwi datang dan bermain bersamanya.
Pukul
9.00 WIB satu per satu ibu-ibu yang ada di Cibuyutan ini datang untuk mengikuti
penyuluhan kesehatan, bertepatan saat aku malah asik main lompat tali bersama
Farah di tengah kesenggagan waktu. Buruknya lagi, ruangan untuk penyuluhan
belum siap. Alhasil Farah, Kak Tiwi, Vany, dan aku terburu-buru memindahkan
meja-meja ke ruangan lain dan Mas Wadi yang akan memberikan penyuluhan langsung
meninggalkan kelompok anak-anak untuk segera berganti pakaian.
Di
waktu yang sama, Kak Tiwi, Yudith, dan Mas Awan menyiapkan bingkisan untuk
anak-anak dan Vany menemani anak-anak dengan cerita-ceritanya. Lalu tetiba aku
dipanggil untuk masuk ke ruangan. Ceritanya aku diminta mendongeng di depan
anak-anak. Aaarrggghh, dag dig dug. Ini pertama kalinya aku mendongeng di depan
anak-anak, setelah selama ini mendongeng di depan cermin :D
Meskipun
suaraku masih serak-serak becek, aku usahakan mendongeng untuk anak-anak. Dan
di sinilah aku merasakan bagaimana menyenangkannya menjadi seorang pendongeng
kala melihat perubahan wajah anak-anak yang awalnya tempak bosan, letih, dan
tidak fokus berubah menjadi wajah dengan mata membelalak lebar dan berbinar.
Oooh, aku seperti terbang. Melayang di antara binar mata mereka. Meskipun aku
merasa kurang maksimal saat mendongeng, tapi aku senang dan ingin semakin
belajar mendongeng ^^
Well,
mendongeng selesai, tapi suasana sunyi senyap. Selain karena anak-anak, Pak
Mista dan Pak Idris sedari tadi menyimak, di dalam ruangan yang hanya ada
Yudith dan Mbak Aby, ternyata yang lain sedang berkerumun di selasar sekolah.
Ada
apaan sih? Aku penasaran dan langsung menghampiri teman-teman yang sedang
berkumpul. Ternyata Mas Wadi sedang buka praktik. Eh, maksudnya sedang mengenalkan
akupuntur kepada teman-teman. Menarik, kupikir. Sebab ini pertama kalinya aku
melihat praktik akupuntur secara langsung, mungkin juga pertama kalinya untuk
teman-teman yang lainnya.
Singkat
cerita, sambil melihat Mas Wadi mengakupuntur Pak Madinah, Inta, Vany, dan Mbak
Nina, acara anak-anak sedang ditutup oleh Yudith, Mas Awan, Kak Tiwi, dan Mbak
Aby. Setelah itu kami berfoto bersama anak-anak dan Pak Mista juga Pak Idris.
Di
sinilah detik-detik perpisahan mulai terasa. Suasana mulai membiru, apalagi
saat anak-anak bersalaman satu per satu. Ketika hampir seluruh anak pulang,
tetiba ada seorang anak yang menarik bajuku. Saat aku menunduk, ternyata itu
Intan. Dia tersenyum kepadaku dan langsung memelukku erat-erat. Aku berlutut
agar bisa sejajar dengannya. Lalu membalas pelukannya. Duuuh, gak boleh nangis,
Lis! Aku mengingatkan diriku sendiri.
“Intaaan.
Makasih yaa sudah mau main sama kakak. Kakak akan kangen sama kamu. Jadi pintar
dan solehah ya!” ucapku sambil menatap matanya.
Intan
mengangguk. Masih dengan senyuman manisnya dan matanya yang bulat berbinar.
Lalu dia berlari kecil meninggalkanku yang masih berlutut di atas rumput. A,
aku benar-benar kangen dia. Kangen semangat anak kecil ini saat di dalam kelas.
Kangen dengan keberaniannya, meskipun postur tubuhnya lebih kecil daripada yang
lainnya. Sayangnya, aku tidak sempat berfoto berdua dengannya. Semoga Tuhan
mempertemukan kita lagi, Intan sayang! :)
Selepas
acara, kami bersiap untuk pulang. Merapikan dan membersihkan ruang sekolah.
Membersihkan badan dan packing untuk kepulangan. Lalu sesekali di antara kami
meluangkan waktu untuk berbincang santai dengan Pak Mista dan Pak Idris –karena
sibuk dengan acara bersama anak-anak kami, termasuk aku, malah jarang
berbincang santai dengan Pak Mista maupun Pak Idris terkait kondisi sekolah.
Pulang! :(
Pukul
13.00 WIB. Kami harus berpamitan kepada Pak Mista dan
Pak Idris. Aku bersyukur bisa kembali ke Cibuyutan untuk kedua kalinya. Senang
bisa berbaur dengan anak-anak, mengingat saat kedatangan pertama kali dulu aku
ada di bagian orang tua dan perbaikan mushalah desa.
Yang paling aku syukuri adalah aku masih punya
kesempatan kembali ke Cibuyutan selepas sidang tugas akhir. Rasanya semua penat
selama penelitian langsung hilang ketika berada di tempat ini. Lalu di
Cibuyutan inilah semuanya berubah. Kepenatan menjadi kesenangan.
Kebisingan menjadi kesunyian. Keluh
kesah menjadi syukur yang tak hingga.
Gara-Gara
Lisfah Pelupa >,<
Kami berjalan kaki dari Cibuyutan menuju Tanjung
Sari. Berbeda dengan keberangkatan yang membutuhkan waktu 4 jam dengan barang
bawaan yang banyak, kini kami hanya membutuhkan waktu satu hingga dua jam menuju
Tanjung Sari. Kami beristirahat sejenak di mushalah tempat kami bermalam sambil
menunggu ashar tiba dan shalat ashar di sini.
Saat turun, entah kenapa kepalaku sangat sakit,
bahkan sakitnya sudah terasa sejak berpamitan dengan keluarga tempat kami
tinggal di Cibuyutan. Kepalaku semakin sakit ketika panas menyengat menembus
kulit kepala. Oleh sebab itu aku mengenakan payung selama perjalanan turun.
Hingga tiba di mushalah pun sakit kepalaku masih terasa. Bersyukur sekali ada
Mbak Nina yang mau memijat kepalaku dan membuat perlahan sakitnya hilang. O,
thank you my dear, Mbak Nina :*
Pukul 16.00 WIB. Kami semua masuk ke dalam tronton
dengan bekal bakso tusuk, es teh manis, dan sekantung rambutan pemberian Bu
Apang. 15 menit sudah tronton kami berjalan, tetiba terdengar suara dari bagian
belakang tronton.
“Kunci sekolahan ada di mana?” kata suara itu
Aku yang berusaha tidur dan masih mendengar
percakapan teman-teman langsung tersontak. Terkejut.
“Astaghfirullah! Kunci masih di aku. Di tempat
pensil,” kataku dengan wajah terkejut sekaligus mau menangis.
“Kak Lis. Lu lupaan banget sih!” kata Klara.
“Karena gue lupaan itu, Ra, makanya itu kunci dari
kemaren setiap habis dikasih Kak Ihsan langsung gue taruh di tempat pensil.
Biar gak lupa atau ilang. Ya Allah, ini malah kebawa. Gimana dong?” aku
menjelaskan masih dengan raut wajah tidak jelas.
“Tempat pensilnya di mana, Tin?” tanya Kak Sari yang
duduk di depanku.
“Di tas. Gak tau tasnya sebelah mana. Tadi tas itu
dibawain Mas Awan,”
Well. Semuanya turun dari tronton. Aku panik dan
merasa sangat bersalah. Huhft! Ceroboh banget sih, Lis! Kesal! Aku kesal pada
diriku sendiri! >,<
“Gak apa-apa Lis. Mas Awal naik ojek balik ke
Tanjung Sari buat ngasih kuncinya,” kata Yudith menenangkanku.
Akhirnya, kami menghabiskan waktu satu jam di luar
tronton sambil menunggu Mas Awal kembali. Beberapa di antara kami duduk-duduk
di warung terdekat sambil makan dan berbincang. Beberapa ada yang memilih tetap
di dalam tronton sambil berbincang panjang. Aku memilih duduk di dekat tronton
bersama Rahma, Minka, Mbak Pupun, Putu, dan Mas Wadi mengobrol banyak hal,
termasuk tentang Makassar. Aaah, aku ingin ke Makassar!
Yang paling unik adalah perbincangan di dalam
tronton yang terdengar sangat heboh. Ternyata, Mbak Aby dan Nengsri adalah
teman lama yang pernah kenal dan bermain bersama semasa kecil mereka. Maka
jadilah saat mereka tahu hubungan mereka sudah terjalin sejak bertahun-tahun
lalu dan mereka baru menyadari, terdengar suara jeritan dan teriakan yang
sangat heboh dari dalam tronton. Memang perempuan di mana-mana sama, selalu
heboh dengan teriakan kesenangannya.
Well, Mas Awal tiba. Waktunya melanjutkan perjalanan
ke Jakarta. Kami semua naik ke tronton dan kembali ke posisi masing-masing.
Selama perjalanan pulang ini, entah bagaimana ceritanya tetiba Mas Wadi kembali
mengakupuntur dan kali ini pasiennya adalah aku. Hihihi. Lalu dilanjutkan
dengan sesi sharing tentang diet. Alamak, seperti seminar saja perjalanan
pulang ini :D
Tapi lambat laun suasana kembali sunyi. Sat satu
dari kami memejamkan mata, mengistirahatkan diri sejenak sebelum tiba di tempat
tinggal masing-masing.
Cibuyutan, Sayonara! Asonde Kurete. Arigatou!
Di Cibuyutan, semuanya menjadi terlihat berbeda.
Bayangan sekolah yang terdapat banyak guru tua dan guru muda hanya tampak
sebagai bangunan sederhana dengan dua guru rendah hati. Kehidupan yang penuh
dengan kenyamanan berubah seketika menjadi kesederhanaan yang menuntut kami
menerima keadaan lalu tersenyum kepada satu dua warga sekitar. Hiruk pikuk
perbincangan dan bunyi handaphone pertanda chat masuk pun menghilang berganti
dengan percakapan lisan, saling tatap, dan tertawa berhadapan –hal yang cukup
jarang dilakukan di Ibu Kota.
Yang terindah bagiku adalah di sini, di Cibuyutan
yang sederhana nan bersahaja, ketiadaan sinyal yang memutuskan hubungan kami
dengan dunia luar justru menguatkan sinyal kami kepada Tuhan. Semuanya terasa
tentram dan terasa semakin dengan Tuhan. Ah, entah harus menulis apa lagi
tentang Cibuyutan. Yang terasa hanya ketraman, kelembutan, dan kesejukan dalam
hati. Semoga suatu hari bisa kembali.
Kepada teman-teman Trip Teach and Shared, terima
kasih atas semuanya. Terima kasih atas kebersamaannya sebelum, selama, dan
sepulang dari Cibuyutan. Aku senang sekali bisa mengenal orang-orang hebat dan
baik seperti kalian. Terima kasih untuk Yudith yang sudah mau bersusah-susah
mengurus agenda ini. You’re the wonder women! Terima kasih Klara, sahabat terimut
yang sudah mau ditodong untuk ikut dan membantu di acara, semoga perjalanan
selama TTS ini bisa menginspirasi untuk SM3T. Terima kasih
Farah, Rahma, Minka, Vany, Kak Sari, Mbak Pupun, dan Mbak Aby yang sudah banyak membantuku di
acara. Terima kasih banyak buat Nengsri dan Inta yang sudha mengajar ibu-ibu
membaca dan menulis. Terima kasih untuk pasukan dapur yang selalu sedia
menyiapkan P3K (Pertolongan Pertama Pada Kelaparan), hehehe, Mbak Nina, Yolla,
dan Komandan Tiwi. Terima kasih untuk Mas Awal, Babeh, dan Dhika yang sudah
membantu menyiapkan banyak perlengkapan, meskipun origami tidak dibawa. Terima
kasih Mas Wadi atas ilmu akupunturnya, akupuntur gratisnya dan penyuluhan
mendadaknya di trontron, semua itu hal baru yang sangat menarik, Mas! Terima
kasih Mas Awan yang sudah mengabadikan setiap momen selama perjalanan ini,
kapan-kapan harus ikut lagi ya! Terima kasih untuk Pak Madinah yang sudah memberi
banyak ilmu lewat ceritanya.
Untuk
Kak Ihsan, Kak Solihun, Pak Mista, Pak Idris yang sudah menerima kami dengan
begitu banyak kekurangan di sana sini. Untuk anak-anak Cibuyutan yang
menginspirasi, asunder kurete, arigatou! Terima kasih sudah bermain bersama
kami! Akan ada rindu yang kembali berkerumun untuk mengantarkan kami ke sini
lagi. Suatu hari nanti.
Terima kasih Tuhan atas kesempatan berharga nan
indah ini! Aku beruntung bisa melihat lebih banyak. Bersyukur lebih banyak.
Terima kasih! :’)
© Lisfatul Fatinah Munir
Tanah Merah, 1 April 2015
Happy April, Happy Autism
Month!