- Back to Home »
- Autisme »
- Hai 2 April!: Light It Up Blue!
Posted by : Fatinah Munir
02 April 2015
Semua bermula dari sebuah ruang
dokter spesialis syaraf. Dua belas tahun lalu untuk pertama kalinya aku melihat
begitu banyak kabel terpasang di kepala seorang balita. Kabel-kabel itu
terhubung ke sebuah layar yang menampakkan berbagai garis yang membentuk
gelombang. Dari balik kaca ruangan yang memisakanku dengan dokter dan balita
tersebut, kulihat dua wajah berbeda yang menunggu dengan cemas di dekatku.
Keduanya juga turut memerhatikan dokter bekerja untuk balita yang berbaring di
atas tempat tidur. Terutama untuk kedua wajah yang menunggu di dekatku.
Dua wajah itu
adalah Ong, kakak pertamaku, dan suaminya. Balita yang berbaring di balik pintu
kaca dengan berbagai kabel yang menempel di kepala itu adalah keponakan
pertamaku yang baru berusia dua tahun.
Dua belas
tahun lalu, untuk pertama kalinya aku mendengar istilah itu. Sebuah istilah
yang tidak hanya mengubah hidup Ong, tetapi juga mengubah kehidupan keluarga
kami. Dan selanjutnya berperan mengubah kehidupanku.
Autis. Itulah
yang disebut dokter untuk mewakili kondisi keponakanku yang perkembangannya
tidak sama seperti anak pada umumnya. Sebuah istilah asing di telinga keluarga
kami yang awam dan kampungan. Tapi bagaimanapun, kondisi ini sudah diprediksi.
Jauh sebelum keponakanku dilahirkan.
Dua tahun
sebelum memasuki ruang dokter spesialis syaraf ini, saat Ong sedang mengandung
delapan bulan, dokter sudah memprediksi akan ada kelainan pada anak yang akan
dilahirkannya. Semua itu karena saat itu Ong sedang sakit typus dengan suhu
tubuh yang terus meningkat hingga rambutnya rontok. Kondisi kandungan Ong
memang masih kuat, tapi kemungkinan buruk dengan melahirkan anak yang berbeda
dengan anak pada umumnya tetap ada.
Muhammad
Naufal Maulana. Begitulah nama yang diberikan kepada anak yang dilahirkan Ong
pada 6 Juli 2000 lalu. Bayi yang sehat, dengan berat dan tinggi badan yang
lebih dari normal. Tak ada yang kurang saat melihat Naufal datang ke dunia ini.
Wajahnya tampan dan fisiknya tumbuh dengan baik.
Namun semua
keganjalan muncul ketika Naufal beranjak satu tahun. Tak ada perkembangan yang
berarti dari Naufal kecil. Tak ada perkebangan verbal, pun itu sebuah ekolalia,
pengulangan atau meniru ucapan. Tak ada juga perkembangan motorik yang berarti.
Naufal kecil belum menunjukkan perkembangan bahwa dirinya hendak berjalan. Maka
kami sekeluarga mengira, mungkin inilah kelainan yang dimaksud dokter saat Naufal
masih dalam kandungan. Sebab itu saat menginjak usia dua tahun, Naufal dibawa
ke dokter syaraf dan hingga sekarang usianya menginjak angka lima belas untuk
menerima penanganan medis. Selama itu pula kami mengalami banyak perubahan
dalam hidup.
Sejak ada
Naufal, selalu banyak mata yang menatap kami dengan aneh. Masa-masa dikucilkan
pun sempat kami rasakan. Tatapan merendahkan, kasihan, dan iba juga pernah kami
terima. Hingga kadang amarah kami memuncak untuk mejawab semua itu dengan
berkata, “Ada yang salahkah jika dia berbeda?!”
Keberadaan
Naufal juga mengubah hidupku. Bisa dibilang keberadaannyalah yang
mengantarkanku menjadi seperti sekarang. Menjadi seorang guru pendidikan khusus
anak dengan autisme. Selain sebagai bentuk pengabdian atas apa yang sudah Tuhan
hadirkan dalam kehidupanku, aku berpikir anak dengan autisme memiliki dunia
yang jauh lebih luas daripada dunia yang aku lihat dan dengar selama ini dari
kacamata sebagai “manusia normal”.
Maka saat aku
memasuki dunianya, aku melihat banyak hal menjadi sangat memukau. Bahkan
hal-hal kecil yang kadang dianggap sepele sekalipun. Seperti Naufal yang selalu
terpukau setiap kali melihat beraneka ragam poster rokok. Sejak kecil hingga
Naufal memiliki ketertarikan lebih pada poster-poster rokok. Oleh sebab itu di
rumah terdapat banyak poster rokok dan beberapa spanduk rokok yang ditempel di
kamarnya. Bahkan di rumah kami terdapat beberapa kardus bungkus bekas rokok
yang Naufal kumpulkan dari jalanan sekitar rumah.
Kini Naufal
tumbuh seperti remaja pada umumnya. Dia suka bertemu dengan banyak orang,
selalu menyapa siapapun yang dikenalnya. Naufal juga sudah menunjukkan
masa-masa pubernya sejak menginjak usia belasan tahun. Dia rutin meminta
disediakan parfum, minyak rambut, hingga sabun pembersih wajah. Naufal juga
selalu memilih pakaiannya sendiri, bahkan kadang meminta sendiri untuk diajak
ke pasar untuk sekadar membeli sebuah kaos yang pernah dilihat dan dia
menyukainya. Naufal yang menyukai musik pun belakangan minta dibelikan gitar
dan selalu bilang mau bermain gitar dan aku bermain biola bersamanya. Beberapa
pekan ini Naufal juga meminta dibelikan motor agar bisa sama seperti
teman-temannya yang tidak menyandang autisme.
Yang paling membanggakan dari Naufal adalah dia mempunyai hati yang lembut. Dia selalu ikut menangis jika melihat orang lain menangis. Naufal mudah menangis jika mendengarkan lagu-lagu sedih. Jika Naufal melihat seorang pengamen ataupun orang yang fisiknya kurang lengkap dan pengemis, Naufal selalu meminta uang kepada Ong, ibunya, untuk diberikan kepada pengamen atau pengemis tersebut. Jika Ong tidak memberikan uang, Naufal akan terus meminta uang kepada siapapun yang dikenalnya agar dia bisa memberikan uang kepada pengamen dan pengemis yang dilihatnya.
Yang paling membanggakan dari Naufal adalah dia mempunyai hati yang lembut. Dia selalu ikut menangis jika melihat orang lain menangis. Naufal mudah menangis jika mendengarkan lagu-lagu sedih. Jika Naufal melihat seorang pengamen ataupun orang yang fisiknya kurang lengkap dan pengemis, Naufal selalu meminta uang kepada Ong, ibunya, untuk diberikan kepada pengamen atau pengemis tersebut. Jika Ong tidak memberikan uang, Naufal akan terus meminta uang kepada siapapun yang dikenalnya agar dia bisa memberikan uang kepada pengamen dan pengemis yang dilihatnya.
Bersama Naufal dalam setiap kesempatan. Dia jauh lebih tinggi daripada aku dan selalu merangkulku setiap kali berjalan bersisian dengannya |
Aku bersyukur
Naufal bisa tumbuh di lingkungan yang perlahan menerimanya dengan baik. Bahkan
bisa dibilang kemampuan sosial Naufal sangat baik dibandingkan anak dengan
autisme lainnya.
Tak ada yang
harus dipertahankan selama bersama Naufal selain kesabaran. Maka di sinilah aku
menemukan betapa beruntungnya kami memiliki Naufal yang mengajarkan kami arti
kesabaran dan keikhlasan.
Jika dulu
dosenku berkata, butuh jiwa yang ikhlas dan sabar dengan kadar yang tinggi
untuk menjadi guru anak-anak berkebutuhan khusus. Maka aku pikir butuh
kelapagan dada saat hidup bersama anak dengan autisme agar segalanya berjalan
dengan mudah dan justru bisa menatap anugerah di tengah keberbedaan yang lebih
sering disebut musibah.
Bila banyak
orang berkata betapa hebatnya orang-orang yang mau menjadi guru untuk anak-anak dengan autisme,
maka jauh lebih hebat mereka, para orang tua yang Tuhan titipkan anak-anak
dengan autisme dalam rumah mereka. Mulialah mereka para orang tua yang menerima,
merawat, dan mendidik anak-anaknya yang
menyandang autisme. Mulialah mereka yang Tuhan pilih untuk menjadi
bagian dari kehidupan anak dengan autisme. Mulialah mereka hingga Tuhan
menjadikannya orang tua yang selalu ikhlas dalam mendidik anak-anak dengan
autisme dan bersabar menerima berbagai cemoohan atasnya.
Anak dengan
autisme memang berbeda, tapi keberadaannya bukan untuk dibedakan. Mereka juga
manusia seperti kita. Ketika mereka sedikit berbeda dengan kita, apalah
sulitnya membantu mereka mengenal bagaimana menjadi “manusia normal” seperti
kita. Ketika mereka sedikit berbeda dengan kita, bukan berarti mereka bisa
dijadikan sebagai bahan ejekan, olok-olok, dan lelucon bagi kita yang merasa
sebagai “manusia normal”. Ketika mereka sedikit berbeda dari kita bukan berarti
Tuhan gagal Menciptakan mereka, melainkan
mereka adalah satu dari sekian cara Tuhan untuk mengingatkan kita bahwa kondisi
kita saat ini patut disyukuri.
Mari beri
ruang untuk mereka, anak-anak dengan autisme yang ada di sekitar kita. Kenalkan
kepada mereka bagaimana hidup menjadi “manusia normal” –jika memang kita
menganggap yang normal adalah yang lebih baik. Mari terima mereka,
anak-anak dengan autisme di sekitar kita sebagaimana anak-anak lain pada
umumnya. Karena mereka tetap manusia, maka perlakukanlah mereka seperti
manusia.
Selamat hari
anak autisme sedunia!
Selamat
harimu, Naufal sayang!
© Lisfatul Fatinah Munir
Tanah Merah, 2 April 2015
(*) Notes:
Light It Up Blue adalah frase yang digunakan untuk
memperingati hari autisme sedunia. Blue atau biru yang memiliki banyak spectrum
warna mewakili kondisi anak dengan autisme yang memiliki banyak spektrum
kondisi dan setaip anak dengan autisme yang satu tidak sama kondisinya dengan anak
dengan autisme lainnya. Light It Up Blue disuarakan di hari autisme sedunia
dengan sambil menunjukkan keberadaan anak dengan autisme kepada dunia agar
dibisa diterima seperti anak pada umumnya. Di hari autisme sedunia ini setiap
orang yang memperingati dianjurkan menggunakan pakaian berwarna biru untuk
mewakili keberadaan anak dengan autisme.
Semangat yo.. jagain keponakannya
ReplyDeletehttp://justmuti.blogspot.com/2015/04/sepenggal-cerita-seorang-kakak.html#more