- Back to Home »
- Autisme »
- Terus Menuntut Individu dengan Autisme Melakukan Kontak Mata, Perlukah?
Posted by : Fatinah Munir
03 October 2019
Photo by Yan Ots on Unsplash.com |
Sejak saya masih menjadi mahasiswa
pendidikan khusus hingga sekarang, kalimat di atas adalah kalimat yang paling
sering saya dengar ketika seseorang sedang berinteraksi dengan individu dengan
autisme. Dan tanpa saya sadari, hal ini juga saya lakukan kepada murid saya
ketika saya baru mengajar hingga beberapa tahun belakangan saya memutuskan
untuk tidak terlalu sering menggunakan kalimat ini dan menuntut murid untuk
selalu melakukan kontak mata ketika sedang berinteraksi.
Semua ini bermula dari pembicaraan saya
dengan rekan psikolog di tempat mengajar. “Mbak Lisfah, kenapa, sih,
murid-murid kita harus selalu menatap kalau lagi bicara?” Tanya beliau yang
secara akademik sebagai psikolog klinis dewasa dan belum pernah menangani
individu dengan autisme.
“Untuk menjaga mereka tetap fokus dengan
apa yang mereka lakukan, Mbak. Kalau sedang bicara, berarti agar mereka fokus
ke orang yang sedang diajak bicara dan fokus ke topik pembicaraannya. Terus,
itu kan salah satu bagian dari kemampuan sosial komunikasi. Jadi untuk melatih
bagaimana menunjukkan ketertarikan ke lawan bicara kalau lagi bersosial.” jawab
saya.
“Bener juga ya. Eh, tapi gimana kalau
ternyata murid kita gak melakukan kontak mata karena itu keinginan dia dan refleks
dari situasi tertentu? Karena kan ada momen-momen di mana kita memang
menghindari menatap mata dengan lawan bicara.” beliau menjelasnya.
Sejak percakapan singkat ini saya mulai
mengobservasi ulang perilaku murid-murid besar saya ketika berinteraksi,
khususnya ketika sedang berbicara dengan orang lain. Memang benar apa yang
disampaikan rekan psikolog saya, pada beberapa murid besar yang memiliki
kemampuan kontak mata sangat bagus, kontak mata akan tidak ada ketika mereka berada
di situasi yang tidak nyaman. Seperti ketika mereka melakukan kesalahan,
berhadapan dengan orang yang kurang mereka sukai, dan ketika diingatkan oleh
orang yang lebih tua dari mereka.
Saking penasarannya dengan seluk-beluk
kontak mata dari berbagai sudut pandang keprofesian yang menangani individu
dengan autisme, saya juga mencoba membaca beberapa artikel terkait dari
berbagai pusat studi autisme. Dan hasilnya sangat mencerahkan buat saya. Bisa
dibilang ini seperti penguatan buat saya akan pentingnya memahami bidang yang
saya tekuni saat ini dari sudut pandang berbagai bidang ilmu.
Kalau ditanya kenapa harus melakukan kontak mata ketika
berbicara atau berinteraksi? Jawabannya karena kontak mata adalah perilaku komunikasi nonverbal
yang sangat penting, yang biasanya secara naluriah atau alami kita lakukan
selama melakukan interaksi sosial. Walaupun kontak mata adalah perilaku
yang muncul secara naluriah mengikuti kondisi seseorang, akan tetapi tidak
demikian dengan individu dengan autisme. Bagi individu dengan autisme dewasa
ataupun anak-anak, perlu usaha yang sangat besar untuk melakukan kontak mata
ketika berinteraksi dengan orang lain.
Beberapa buku dan artikel yang ditulis
oleh autisme dewasa menceritakan betapa stresnya dan tidak nyamannya mereka
ketika orang tua dan guru mereka meminta mereka untuk melakukan kontak mata
selama berkomunikasi, walaupun perintah melakukan kontak mata tersebut memiliki
tujuan yang baik untuk mereka. Lebih lanjut lagi dalam tulisan-tulisannya
mereka bercerita bahwa mereka justru sering kehilangan fokus dalam waktu yang
panjang ketika mereka dituntut melakukan kontak mata sementara kondisinya tidak
membuat mereka nyaman melakukan kontak mata.
Jadi kontak mata itu penting atau tidak, sih? Penting. Malah sangat penting dilatih pada individu dengan autisme di usia
anak-anak. Lalu perlukah
kita mendesak atau menuntut mereka untuk terus melakuka kontak mata? Jawaban
terbaiknya adalah tergantung dengan situasi yang dihadapi oleh individu dengan
autisme tersebut. Jika situasi yang ada adalah situasi yang memang
membuat mereka tidak nyaman, maka tidak diperlukan tuntutan untuk melakukan
kontak mata. Karena alih-alih mengharapkan mereka untuk lebih fokus, bisa jadi
mereka justru menjadi lebih terdistraksi oleh tuntutan melakukan kontak mata. Tapi bagi individu dengan autisme
yang sudah kita ketahui bahwa individu tersebut tidak bisa fokus tanpa kontak
mata, maka kita tetap perlu mendorong mereka untuk melakukan kontak mata.
Lambat laun setelah memahami dari sudut
pandang kelilmuan lain tentang kemampuan kontak mata pada individu dengan
autisme, ada hal lebih dalam yang saya sadari dan syukuri. Alih-alih menuntut mereka
melakukan kontak mata di berbagai kondisi, dengan lebih memperhatikan situasi
dan kondisi murid-murid besar ketika melakukan interaksi sosial membuat saya mengenal
mereka lebih jauh sebagai manusia seutuhnya.
Lisfatul Fatinah Munir | 3 Oktober 2019
Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
ReplyDeleteDalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
Yang Ada :
TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
Sekedar Nonton Bola ,
Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
Website Online 24Jam/Setiap Hariny