- Back to Home »
- Belajar Menjadi Ibu Profesional »
- NHW MIIP #4: Menemukan Fitrah Diri
Posted by : Fatinah Munir
25 February 2018
Semakin lama
tugas di matrikulasi IIP ini benar-benar membuat pikiran dan perasaan tak
karuan. Pada tugas kali ini, seolah-olah saya diminta untuk sekali lagi
berpikir dan lagi-lagi berintrospeksi atas diri sendiri. Sebagaimana materi
sebelumnya tentang mendidik dengan kekuatan fitrah, artinya kita semestinya
mendidik berdasarkan sifat naluriah yang dididik. Proses mendidiknya berpusat
pada yang didik, menyesuaikan dengan fitrahnya sebagai ciptaan Tuhan yang mencintai
Tuhan, dididik berdasarkan tahapan perkembangannya, dididik berdasarkan minat bakatnya,
dan dididik sebagaimana seorang yang
belajar karena kaingintahuannya.
Nah, kali
ini saya belajar mendidik diri saya sendiri alias menjalankan proses
pembelajaran saya sendiri berdasarkan fitrah diri saya. Sebelum itu pasti saya
harus mengenal fitrah diri saya dengan baik. Untuk mengenal fitrah diri saya,
maka saya akan menjawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini.
Mari
kita lihat kembali Nice Homework #1, apakah sampai hari ini anda tetap memilih
jurusan ilmu tersebut di Universitas Kehidupan ini? Atau setelah merenung
beberapa minggu ini, anda ingin mengubah jurusan ilmu yang akan dikuasai?
Alhamdulillah,
sampai saat ini pilihan saya tetap sama. Insya Allah saya tetap akan menekuni
ilmu pendidikan autisme. Mengingat pentingnya ilmu ini dan sedikit sekali orang
yang mau berkecimpung di dunia ini. Bahkan untuk para lulusan pendidikan khusus
pun, menangani autisme dianggap paling sulit dan paling menantang.
Akan tetapi
ada sedikit perluasan pandangan saya setelah pekan lalu saya mengurus sebuah
acara dakwah yang melibatkan teman-teman tunanetra dan tuli. Di sini saya
melihat betapa saya luput bahwa mereka yang berkebutuhan khusus juga tetap
membutuhkan sarana untuk mengenal Allah SWT dan Islam lebih dalam. Maka selain
memfokuskan diri kepada autisme, saya juga harus mempelajari ilmu-ilmu yang beberirisan
dengannya. Salah satunya adalah keinklusian secara umum untuk seluruh
kekhususan. Saya merasa masih egois ketika setiap hal yang saya melibatkan diri
di dalamnya, saya hanya memikirkan keinklusian untuk anak dan dewasa dengan
autisme. Oleh sebab itu sepertinya saya juga harus mempelajari keinklusian
secara menyeluruh terlebih dahulu sebelum mempelajari keinklusian untuk
autisme.
Oh iya, satu
hal lagi yang insya Allah menjadi target saya kelak terkait ilmu yang ingin
saya tekuni ini adalah saya ingin membangun sarana belajar untuk autisme yang
berbasiskan agama. Yang saya ketahui selama ini adalah rata-rata individu
autisme memiliki daya ingat yang kuat dan ketertarikan yang sangat intens pada
suatu hal. Saya ingin memiliki Lembaga pendidikan dan pelatihan yang
mengarahkan anak-anak dengan autisme high function untuk menghapal al-Quran.
Insya Allah.
Mari
kita lihat Nice Homework #2, sudahkan kita belajar konsisten untuk mengisi
checklist harian kita? Checklist ini sebagai sarana kita untuk senantiasa
terpicu “memantaskan diri” setiap saat. Latih dengan keras diri anda, agar
lingkungan sekitar menjadi lunak terhadap diri kita.
Untuk Nice
Homework #2, selama dua pekan ini saya mencoba menjalankannya sesuai dengan
daftar checklist yang saya buat. Alhamdulillah, hampir seluruh checklist rutin
dilakukan sesuai target. Hanya saja, ada beberapa list yang tidak dilaksanakan
sesuai target karena kurangnya kemampuan saya dan rasa malas yang melanda.
Misalnya
target menghapal al-Quran satu ayat sehari. Saya merasa kurang mampu ketika
ayat yang saya temui ternyata cukup panjang atau sekitar dua sampai tiga baris.
Karena hal ini sepertinya saya perlu merevisi target saya dari sebelumnya
menargetkan menghapal satu ayat sehari menjadi satu baris sehari. Semoga dengan
berubahnya target ini sesuai dengan kapasitas diri, saya bisa menjalankannya
lebih konsisten. Meskipun targetnya menurun, semoga semangat yang saya punya
untuk menjalankan target ini tidak ikut turun.
Target
lainnya yang kurang mampu terlaksana ada target menulis di sosial media minimal
empat postingan per pekan. Sejujurnya banyak sekali materi yang ingin saya
posting, tapi entah mengapa saya menjadi lebih sering malas membuka sosial
media. Di satu sisi memang ada dampak positifnya, yakni saya tidak terpacu pada
sosial media atau gadget lahgi. Tetapi ini menjadi masalah buat saya karena isi
sosial media yang saya punya bukanlah untuk mengekspos kehidupan pribadi saya,
melainkan untuk berbagi ilmu tentang pendidikan khusus. Untuk ke depannya, saya
tidak akan menurunkan target postingan di sosial media, insya Allah. Tetapi
saya pikir saya perlu mengatur waktu untuk memposting tulisan di sosial media
dengan menentukan jam posting dengan lebih ketat. Bismillah! ^^
Baca dan renungkan kembali Nice Homework #3,
apakah sudah terbayang apa kira-kira maksud Allah SWT Menciptakan kita di muka
bumi ini? Kalau sudah, maka tetapkan bidang yang akan anda kuasai sehingga
peran hidup anda akan semakin terlihat.
Honestly,
NHW #3 merupakan tugas terberat selama mengerjakan NHW. Berkali-kali saya menyusun
dan membaca NHW #3 yang sudah saya buat. Reaksinya tetap sama, selalu saja
sesak, sedih, tetapi juha penuh syukur, karena ternyata Allah SWT Memberikan
saya kesempatan untuk bertafakkur dengan jujur.
Dari NHW #3 lalu,
saya semakin yakin untuk menekuni ilmu pendidikan autisme dan keinklusian. Saya
ingin ilmu yang tidak banyak ditekuni secara professional ini bisa saya tekuni
dengan baik hingga saya bisa menjadi yang professional di dalamnya. Saya ingin
bisa memberikan pendidikan terbaik kepada setiap individu dengan autisme, ikut
andil memberikan solusi atas permasalahan autisme, dan berbagi informasi juga
dukungan kepada orang tua dan keluarga yang memiliki anggota keluarga autisme
tetapi tidak memiliki sarana dan fasilitas memadai memperlajari autisme itu
sendiri.
Seperti yang
telah saya putuskan belakangan ini, sebagai ilmu tambahannya kelak saya ingin
membangun lembaga pendidikan dan pelatihan berbasis Islam untuk individu dengan
autisme agar kelebihan mereka dalam daya ingat yang kuat dan intensitas
kesukaan mereka yang besar dapat tersalurkan dalam menghapal al-Quran.
Berdasarkan
hasil membaca diri di NHW #3, maka saya tetapkan insya Allah ada tiga peran besar yang Allah SWT Berikan
kepada saya, yaitu sebagai hamba-Nya, sebagai perempuan, dan sebagai manusia
terbaik-Nya yang selalu menebar kebermanfaatan. Ada pun melalui tigas peran
itu saya mempunyai tiga misi besar dalam hidup saya, yakni menjadi seorang
hamba terbaik-Nya dengan terus mempelajari ilmu keislaman, menjadi anak yang
berbakti kepada kedua orang tua, istri yang patuh kepada suami, ibu yang
mendidik anak-anak saya kelak dengan al-Quran dan sunnah, menjadi manusia yang
bermanfaat dengan terus belajar dan menebarkan ilmu pendidikan autisme dan
inklusivitas yang senantiasa mengalirkan ilmu pendidikan autisme kepada
masyarakat luas. Adapun bidang yang akan
saya tekuni selain ilmu menjadi ibu professional adalah pendidikan autisme
dan inklusivitas. Melalui ilmu ini insya Allah peranan yang akan saya pegang untuk saat ini hingga masa depan
selain menjadi ibu professional adalah ahli pendidikan autism dan inklusivitas
yang professional.
Setelah
menemukan tiga hal tersebut, susunlah ilmu apa saja yang diperlukan untuk
menjalankan misi hidup tersebut.
Untuk bisa
menjadi sebaik-baiknya hamba Allah SWT, sudah pasti saya membutuhkan ilmu
keislaman. Tetapi saya ingin mengerucutkannya pada beberapa ilmu saja yang
sekiranya bisa saya maksimalkan meskipun tidak harus masuk ke lembaga formal
pendidikan islam. Ilmu-ilmu tersebut adalah ilmu al-Qur’an dan sejarah Islam.
Sedangkan
untuk menjadi seorang perempuan professional, setidaknya saya membutuhkan ilmu untuk
terus berbakti kepada kedua orang tua saya dan ilmu menjadi ibu professional.
Mengapa saya butuh ilmu untuk terus berbakti kepada kedua orang tua saya? Mungkin
ini terdengar aneh. Selain karena saya belum menikah, tetapi saya berharap bisa
terus berbakti kepada kedua orang tua meskipun saya sudah menikah.
Terakhir
adalah menjadi seorang ahli pendidikan autisme dan keinklusian yang professional.
Ada cukup banyak ilmu yang harus saya kuasai terkait hal ini. Beberapa di
antaranya adalah ilmu perspektif autisme, penanganan awal autisme, pendidikan
dan penanganan autisme berdasarkan perkembangan usianya, ilmu pengajaran dan pembelajaran, multiple intelegence,
psikologi perkembangan, pendidikan seks untuk autisme, pendidikan al-Quran
untuk autisme, dan ilmu keinklusian lingkungan, dan ilmu tentang hak asasi
disabilitas.
Masya Allah!
Whoaaaaa! Banyak juga ilmu yang harus dipelajari \(^,^ )/
Tetapkan
milestone (batu loncatan) untuk memandu setiap perjalanan anda menjalankan misi
hidup.
Masuk ke
bagian milestone atau batu loncatan, di sini saya akan memberikan peta
perjalanan yang akan saya lakukan untuk merealisasikan misi hidup saya.
Peta perjalanan menjadi hamba Allah SWT
yang professional
KM 0 – KM 1
(26-27 tahun) mempelajari sirah nabawiyah
KM 1 – KM 2
(27-28 tahun) mempelajari sejarah islam masa Khulafaur Rasyidiin dan raja-raja Islam
KM 2 – KM 3
(28-30 tahun) mempelajari sejarah nabi-nabi dan rasul
Peta perjalanan menjadi perempuan professional
KM 0 – KM 1
(26-27 tahun) mempelajari ilmu-ilmu kebaikan yang bisa dialirkan untuk emak
bapak
KM 0’– KM 1’
(26-28 tahun) mempelajari ilmu ibu professional
Peta perjalanan menjadi pendidik autisme
dan inklusivitas professional
KM 0 – KM 1
(26-27 tahun) mempelajari pendidikan autisme berdasarkan perkembangannya dan mempelajari
ilmu perkembangan kepribadian
KM 1 – KM 2
(27-28 tahun) masuk Japan Research Student mempelajari dasar-dasar inklusivitas
KM 2 – KM 3 (28-29
tahun) menjalankan penelitian inklusivitas autisme dan lulus sebagai research student
KM 3 – KM 4
(29-30 tahun) mempelajari inklusivitas vokasi untuk autisme
KM 4 – KM 5
(30-32 tahun) mempelajari ilmu Qur’an untuk autisme
Kurang lebih
seperti itu rancangan yang saya buat dan akan saya lakukan untuk menjadi hamba professional,
perempuan professional, dan pendidik professional di bidang pendidikan autisme
dan inklusivitas. Semoga Allah SWT
Meridhoi dan Memberkahi pilihan ini, serta Melancarkan dan Memudahkan
prosesnya. Allahumma amiin.
@fatinahmunir | Februari 2018