Posted by : Fatinah Munir 06 February 2018


Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah kini sudah memasuki pekan kedua saya berada di kelas matrikulasi IIP Batch 5 Jakarta 02. Di pekan kedua selain lanjutan dari materi sebelumnya, materi yang diberikan juga sebagai kelanjutan pembentukan diri menjadi ibu profesional. Di sinilah kita akan belajar mengenal tentang apa itu ibu professional, apa itu Komunitas Ibu Profesional, bagaimana tahapan-tahapan untuk menjadi ibu professional, dan apa saja indikator keberhasilan seorang ibu professional.

Tulisan di bawah ini adalah bagian dari materi yang saya dapatkan di kelas, yang disusun oleh Tim Matrikulasi Ibu Profesional dan disampaikan oleh Mbak Trisa, fasilotator saya dan teman-teman lainnya di kelas.

Apa Itu Ibu Profesional?

Kita mulai dulu dengan mengenal kata IBU ya. Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia Ibu itu memiliki makna; perempuan yang telah melahirkan seseorang, sebutan untuk perempuan yang sudah bersuami, panggilan yang takzim kepada perempuan baik yang sudah bersuami maupun yang belum, bagian yang pokok (besar, asal, dan sebagainya) misalnya ibu jari, yang utama di antara beberapa hal lain atau yang terpenting seperti ibu negeri dan ibu kota.

Selanjutnya kata PROFESIONAL, memiliki makna bersangkutan dengan profesi, memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya. Misalnya juru masak professional.

Berdasarkan dua makna tersebut di atas, maka IBU PROFESIONAL adalah seorang perempuan yang bangga akan profesinya sebagai pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya. Yang juga senantiasa memantaskan diri dengan berbagai ilmu, agar bisa bersungguh–sungguh mengelola keluarga dan mendidik anaknya dengan kualitas yang sangat baik.

Apa Itu Komunitas Ibu Profesional?

Komunitas Ibu Profesional adalah forum belajar bagi para perempuan yang senantiasa ingin meningkatkan kualitas dirinya sebagai seorang ibu, istri dan sebagai individu.

Misi Komunitas Ibu Profesional

Dijelaskan kepada kami beberapa hal mengenai misi Komunitas Ibu Profesional. Yakni (1) meningkatkan kualitas ibu dalam mendidik anak-anaknya, sehingga bisa menjadi guru utama dan pertama bagi anaknya, (2) meningkatkan kualitas ibu dalam mengelola rumah tangga dan keluarganya sehingga menjadi keluarga yang unggul, (3) meningkatkan rasa percaya diri ibu dengan cara senantiasa berproses menemukan misi spesifik hidupnya di muka bumi ini. Sehingga ibu bisa produktif dengan bahagia, tanpa harus meninggalkan anak dan keluarganya, terakhir (4) meningkatkan peran ibu menjadi "change agent" (agen pembawa perubahan), sehingga keberadaannya akan bermanfaat bagi banyak orang.

Visi Komunitas Ibu Profesional

Menjadi komunitas pendidikan perempuan Indonesia yang unggul dan profesional sehingga bisa berkontribusi kepada negara ini dengan cara membangun peradaban bangsa dari dalam internal keluarga.

Bagaimana Tahapan-Tahapan Menjadi Ibu Profesional?

Ada 4 tahapan yang harus dilalui oleh seorang Ibu Profesional yaitu Bunda Sayang, Bunda Cekatan, Bunda Produktif, dan Bunda Shalehah.

Bunda Sayang, di kelas ini akan dipelajari ilmu-ilmu untuk meningkatkan kualitas ibu dalam mendidik anak-anaknya, sehingga bisa menjadi guru utama dan pertama bagi anak-anaknya. Bunda Cekatan, di sini akan belajar mengenai ilmu-ilmu untuk meningkatkan kualitas ibu dalam mengelola rumah tangga dan keluarganya sehingga menjadi keluarga yang unggul. Bunda Produktif, di sinilah ibu akan belajar ilmu-ilmu untuk meningkatkan rasa percaya diri ibu, dengan cara senantiasa berproses menemukan misi spesifik hidupnya di muka bumi ini. Sehingga ibu bisa produktif dengan bahagia, tanpa harus meninggalkan anak dan keluarganya. Terakhir Bunda Shaleha, di mana ibu mempelajari lmu-ilmu untuk meningkatkan peran ibu sebagai agen pembawa perubahan di masyarakat, sehingga keberadaannya bermanfaat bagi banyak orang.

Apa Indikator Keberhasilan Ibu Profesional?

“Menjadi KEBANGGAAN KELUARGA”

Kalimat di atas adalah satu indikator utama keberhasilan seorang Ibu Profesional. Karena anak-anak dan suami kitalah yang paling berhak pertama kali mendapatkan ibu dan istri yang terbaik di mata mereka.

Maka yang perlu ditanyakan adalah sebagai berikut :

BUNDA SAYANG
Apakah anak-anak semakin senang dan bangga dididik oleh ibunya?
Apakah suami semakin senang dan bangga melihat cara istrinya mendidik anak-anak, sehingga keinginannya terlibat dalam pendidikan anak semakin tinggi?
Berapa ilmu tentang pendidikan anak yang kita pelajari dalam satu tahun ini?
Berapa ilmu yang sudah kita praktekkan bersama anak-anak?

BUNDA CEKATAN
Apakah manajemen pengelolaan rumah tangga kita menjadi semakin baik?
Apakah kita sudah bisa meningkatkan peran kita di rumah? Misal dulu sebagai “kasir” keluarga sekarang menjadi “manajer keuangan keluarga”.
Berapa ilmu tentang manajemen rumah tangga yang sudah kita pelajari dalam satu tahun ini?
Berapa ilmu yang sudah kita praktekkan dalam mengelola rumah tangga?

BUNDA PRODUKTIF
Apakah kita semakin menemukan minat dan bakat kita?
Bagaimana cara kita memperbanyak jam terbang di ranah minat dan bakat kita tersebut?
Apakah kita merasa menikmati (enjoy), mudah (easy), menjadi yang terbaik (excellent) di ranah minat dan bakat kita ini?
Bagaimana cara kita bisa produktif dan atau mandiri secara finansial tanpa harus meninggalkan anak dan keluarga?

BUNDA SHALEHA
Nilai-nilai apa saja yang kita perjuangkan dalam hidup ini?
Apa yang ingin kita wariskan di muka bumi ini, yang tidak akan pernah mati ketika kita tiada?
Program berbagi apa yang akan kita jalankan secara terus menerus?
Apakah kita merasa bahagia dengan program tersebut?

Selamat berproses menjadi Ibu Profesional, dan nikmatilah tahapan-tahapan belajar yang ibu dan calon ibu rasakan selama mengikuti program pendidikan di Ibu Profesional ini dengan segenap kesungguhan

Seperti pesan pak Dodik kepada Ibu Septi untuk meyakinkan beliau tentang pentingnya kesungguhan menjadi seorang Ibu sbb:
“Bersungguh-sungguhlah kamu di dalam, maka kamu akan keluar dengan kesungguhan itu, tidak ada hukum terbalik” -Dodik Mariyanto

Referensi:

Kamus Besar Bahas Indonesia, Edisi keempat, Balai Pustaka, Jakarta, 2008
Hei, Ini Aku Ibu Profesional, Leutikaprio, cetakan 1, 2012
Bunda Sayang, Seri Ibu Profesional, Gaza Media, cetakan 1, 2013
Bunda Cekatan, Seri Ibu Profesional, Gaza Media, cetakan 1, 2014
Bunda Produktif, Catatan Ikhtiar Menjemput Rizki, Seri Ibu Profesional, J&J Publishing, cetakan 1, 2015

Untuk ibu dan calon ibu yang senang belajar dengan mendengarkan atau menonton bisa membuka video ini sebagai referensi.

Seperti di sesi sebelumnya, kami melakukan diskusi setelah membahas materi ini. Berikut ini adalah resume diskusi kami di kelas.

Pertanyaan 1:

Pertanyaan saya, bagaimana cara menjadi ibu profesional saat seorang ibu waktunya lebih banyak bekerja di ranah publik dibanding dirumah?

Jawaban 1:

Mbak, satu hal yang perlu kita pahami terlebih dahulu bahwa di Ibu Profesional, semua ibu adalah ibu bekerja, yaitu ibu yang bekerja di ranah public (luar rumah) dan ibu yang memilih bekerja di ranah domestic (dalam rumah) , dua-duanya harus dikerjakan dengan sungguh-sungguh.

Allah SWT tidak pernah pilih kasih dalam menitipkan anak-anak di rahim perempuan, semua perempuan berhak mendapatkan amanah tersebut baik yang bekerja di ranah publik maupun domestik. Sehingga Allah sudah menempatkan masing-masing ujian dalam mendidik anak sesuai dengan kemampuannya. Maka belajar dengan sungguh-sungguh, agar kita bisa menjadi orang yang dipercaya di mata Allah dalam mengemban amanah-Nya.

Nah, sekarang masalahnya mungkin kita merasa tidak bisa bersama anak-anak selama bekerja di ranah publik. Lalu apa yang bisa kita lakukan? Saya coba share langsung cerita dari salah satu koordinator IIP Kota lain, namanya mba nia yang merupakan seorang ibu bekerja di ranah publik.

Satu hari 24 jam, bekerja di ranah publik 8-9 jam kerja maka pos waktu berikutnya adalah mengejar ketertinggalan waktu kualitas bersama anak. Pulang kerja harus diniatkan untuk mengisi energi baru membersamai anak anak sambut kegirangannya dengan senyum lebar dan pelukan sehangat mentari, obrolan seharian, dongeng dan sebagainya. Tentunya jika ibu butuh waktu untuk menyiapkan diri (mandi, makan) maka mintalah waktu pada anak anak untuk itu, kemudian kembali kepada mereka.

Dalam jelang tidurnya saat kondisi RASA maka bisikkan kalimat positif bahwa ibu mengajak anak anak untuk ikhlas dan berdoa untuk ibu supaya kualitas kerja ibu baik dan efisien sehingga bisa tepat waktu pulang, berikan penguatan kita akan bercengkrama lagi selepas ibu di rumah dan saat weekend adalah saat saat yang amat sangat dinanti. Paginya katakan kepadanya, Nak bersama Opung ya, semangat ya nak, maem yang baik main yang asik jangan lupa istirahat dll nabti sore kita jumpa lagi dengan lembut dan yakin. Sehingga bila memungkinkan besok-besok jika sudah terbiasa anak-anak akan mengantarkan ibu dengan salim hangat, senyuman dan lambaian tangan, ibu hati-hati ya, semangat kerjanya, semoga sukses ya ibu.

Terapkan walau anak masih balita dan belum bisa memberikan feedback melalui kalimat. Karena gesturenya dan binar matanya nanti yang akan berbicara.

Saya sendiri termasuk orang yang percaya ketika se­orang ibu bersungguh sungguh dan memang harus bekerja di ranah publik untuk keluarganya, maka Allah akan menjaga keluarganya.

Pertanyaan 2:

Bagaimana bila kita bekerja di ranah publik dan anak diasuh oleh orangtua atau saudara kita, lalu ketika kita ingin mengajarkan atau membiasakan sesuatu, anak menolak? Karena anak lebih banyak menghabiskan waktu bersama neneknya, sehingga tidak mau menuruti "program" kita sedangkan neneknya tidak memiliki kapabilitas yang sesuai dengan apa yang kita inginkan.

Jawaban 2:

Coba cari tahu terlebih dahulu. Kenapa anak suka menolak apa yang kita katakan? Apakah kita sebagai orang tua suka memaksa? Apakah kita suka marah ketika anak tidak mau menuruti kita? apakah orang tua selalu merasa apa yang terbaik menurut orang tua adalah yang terbaik untuk anak tanpa memahami perasaan anak? Apakah kita jarang melakukan diskusi ketika anak tidak mau menuruti apa yang kita katakan?

Untuk nenek kakek  yang suka memenuhi semua kebutuhan anak yang dapat mengindikasi anak manja dan semuanya harus dituruti, maka tugas kitalah sebagai orang tua untuk mengajak orang tua atau mertua kita diskusi tentang anak kita. Ungkapkan apa yang kita rasakan, dengarkan pendapat orang tua, tanyakan alasan mereka memanjakan anak kita, dan cari solusinya bersama.

Tapi, mengajak orang tua atau mertua bicara tidaklah mudah. Maka terlebih dahulu kita membangun kedekatan dengan mereka. Sering-seringlah menyenangkan mereka, memberikan apa yang dia suka. Pahami orang tua kita dan mertua kita sehingga kita akan paham cara menaklukkan perasaan mereka

Pertanyaan 3:

Bagaimana menyikapi pengaruh lingkungan atau teman yang kurang baik terhadap anak-anak?

Jawaban 3:

Saya ingat sekali pesan dari Bu Septi. Kita tidak bisa mengharapkan lingkungan akan baik kepada kita, tapi kitalah yang bisa memberikan pengaruh yang baik kepada lingkungan.

Bu Septi, dulu waktu masih tinggal di depok, tinggal di lingkungan yang kurang baik. Tapi ibu, mengajak anak anak di sekitar rumah untuk belajar ke rumahnya, bermain bersama di rumah. Jadi anak anak Bu Septi tidak main ke luar rumah, tapi teman-temannya yang main ke rumah, sehingga Bu Septi yang menghandle lingkungan. Sampai akhirnya ketika teman-teman di sekitar rumah tadi menjadi lebih baik.

Pertanyaan 4:

Pertanyaan saya, sikap apa yang diambil seorang Ibu Profesional ketika menghadapi anak yang beranjak remaja. Ketika segala sesuatu yang temannya lakukan, si anak ini tidak mau beda dengan temannya.

Jawaban 4:

Menurut saya diskusi dan membangun kedekatan dengan anak adalah salah satu cara yang paling ampuh untuk memberikan masukan dan pemahaman pada anak.

Pertanyaan 5:

Ceritanya panjang kenapa kami memutuskan mengambil anak angkat, padahal kami sudah memiliki 5 anak kandung. Pertanyaan saya, bagaimana baiknya bersikap pada anak angkat yang bukan sesusuan, kapan waktu paling baik memberitahukan kenyataan yang sebenarnya pada dia.

Jawaban 5:

Baiknya perlakukan seperti anak sendiri😊 Saya belajar dengan keluarga Bu Septi, anak-anak beliau memiliki banyak sekali orang tua angkat yang sudah seperti orang tua sendiri. Begitu juga dengan Bu Septi yang memiliki anak angkat walaupun tidak tinggal serumah.

Kapan waktu yang paling baik untuk menyampaikan adalah ketika ia sudah bisa paham tentang orang tua (ada orang tua yang melahirkan, ada orang tua yang membesarkan. Keduanya sama sama orang tua, seperti Rasulullah yang ayah dan ibunya sudah meninggal ketika masih kecil, dan Rasulullah tinggal bersama kakeknya, pamannya dll), tidak labil (ketika disampaikan tidak langsung sedih, emosi, tapi bisa tenang dan paham).

Pertanyaan 6:

Usia minimal anak mulai masuk sekolah kapan ya? Saat ini anak saya usia 3.5 tahun, rencananya 4 tahun mau saya masukan TK A, cuma saya agak ragu juga takut anaknya bosan di TK terlalu lama.

Jawaban 6:

Setiap anak beda beda usia masuk sekolahnya mba. Hal ini tergantung pada perkembangan anak masing-masing. Sebaiknya masukkan anak ke sekolah ketika anak sudah mau sekolah. Jika anak belum mau sekolah, jangan sampai dipaksakan.

Kadang kita sebagai orang tua suka lihat kiri lihat kanan, anak ibu itu sudah sekolah usia segitu, kok anak saya belum yaa. Padahal kita tidak tau secara jelas alasannya. Ketika anak sudah mau sekolah, ajak anak kelilinh keliling ke beberapa sekolah, biarkan anak yang menentukan sekolahnya sendiri berdasarkan hasil survey bersama anak. Berikan anak ruang untuk memilih. Orang tua tidak boleh menggiring dan mendiktekan anak.

Pertanyaan 7:

Saya mau titip pertanyaan ya, saya sebagai ibu baru, anak saya usia 19 bulan. Saya sebagai anak pertama juga, saya sudah yatim piatu, ibu saya meninggal bulan oktober lalu, ayah saya tahun 2010. Yang ingin saya tanyakan, bagaimana menjadi ibu profesional yang bisa memanage segalanya dengan baik, saya sebagai working mom juga, dengan tiga orang adik yang masih tinggal bersama saya juga. Saya cukup bingung, sementara saya dituntut harus bisa berusaha menjadi ayah sekaligus ibu untuk ketiga adik saya, mengajarkan nilai-nilai kehidupan dan lain sebagainya. Saya pun juga punya anak dan masih awam juga tentang cara mendidik dan membesarkan anak tanpa ada seorang ibu di sisi saya yang bisa saya tanya-tanya atau berbagi pengalaman. Jujur saya merasa tidak sanggup pada awalnya dan bagaimana cara menyikapinya.

Jawaban 7:

Mbak, semangat ya, Mbak. InsyaAllah dimudahkan oleh Allah SWT. Management waktu yang paling penting mba. Untuk ibu yang bekerja di ranah publik, tadi sudah ada penjelasannya di no. 1 ya mba 😊

Menjadi sosok ayah, selama kita selalu bergantung kepada Allah, minta dimudahkan oleh Allah, minta Allah menjaga adik adik kita, minta kepada Allah agar kita dikuatkan dan dimudahkan agar bisa menjadi sosok ibu dan ayah untuk adik adik kita mba. InsyaAllah kedepannya kita di komunitas ini akan sama sama belajar tentang cara mendidik anak sesuai fitrahnya sejak lahir hingga akil baligh, di materi selanjutnya, Mbak.

Pertanyaan 8:

Gimana caranya menjaga konsistensi kita dalam mendalami ilmu di universitas kehidupan yang sudah kita pilih, padahal kita juga sebagai ibu profesional di ranah publik maupun sebagai ibu rumah tangga.

Jawaban 8:


Saya sampaikan kembali pesan Bu Septi ya, Mbak. Andaikata ada seribu ibu yang bersemangat menuntut ilmu demi keluarganya, maka salah satunya itu adalah saya. Andaikata ada seratus ibu yang bersemangat, maka salah satunya adalah saya. Andaikata hanya ada SATU saja ibu yang bersemangat di dunia ini, ITULAH SAYA. 

@fatinahmunir | 6 Februari 2018

Leave a Reply

Terima kasih atas komentarnya :)

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

You are The

Hallo Happy Readers!

Hallo Happy Readers!
Selamat datang di blog pribadi saya. Di blog ini teman-teman akan membaca tulisan-tulisan saya seputar pendidikan, kedisabilitasan dan inklusivitas, pengalaman mengajar, dan tulisan-tulisan lainnya yang dibuat atas inspirasi di sekitar saya. Semoga tulisan dalam blog ini bermanfaat dan menginspirasi pada kebaikan. Selamat membaca!

Contact Me

@fatinahmunir

fatinahmunir@gmail.com

Educator | Writer | Adventurer

Berbakti | Berkarya | Berarti

My Friends

- Copyright © Fatinah Munir -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -