Posted by : Fatinah Munir 02 July 2017



Kabar ini datang seiring perjalanan hijrah Rasulullah ke Madinah. Di kota itu, Rasulullah bersama para sahabat membangun peradaban baru. Menata kehidupan kembali dengan kenangan keluarga dan tanah kelahiran yang tertinggal di belakang.

Di Madinah, yang tanahnya jauh berbeda dengan Makkah al-Mukarramah, Rasulullah membangung pusat pemerintahannya. Alam Madinah yang jauh lebih subur dari Makkah, tak luput dari perhatian Lelaki Terbaik itu. Di sanalah Rasulullah menyerukan sahabat-sahabatnya untuk bercocok tanam, menanami setiap tanah kosong dengan tanaman bermanfaat, seolah-olah beliau tidak ingin setiap jengkal nikmat yang terhampar di bumi menjadi sia-sia jika tak ditumbuhi.

Jika bukan karena kelembutan hatinya kepada sesama makhluk, tidak akan Rasulullah meminta para sahabat yang hendak berjuang dalam dakwah turut menyibukkan diri menanam pohon dan tumbuhan beraneka rupa. Jika bukan pula karena manfaat di baliknya, tidaklah Rasulullah mengajak kita menanam bibit tanaman meski kiamat datang di hadapan.

Seperti Anas Ibn Malik yang berkisah, "Jika kiamat tiba," ucap Rasulullah suatu ketika dalam ingatan Anas, "sementara di tangan salah seorang kalian tergenggam bibit tanaman, maka tanamlah!"

Apalah arti menanam bibit jika kiamat telah menunjukkan rupa?

Mungkin itulah makna diperlukannya kebaikan meski telah tampak kerusakan di atas tanah dan lautan. Seolah Rasulullah berkata bahwa masih ada harapan untuk memperbaiki keadaan yang telah terjadi.

Mungkin itulah arti diperlukannya kebaikan meski tak seorang pun mendorong untuk memulai. Dan di sinilah kecintaan pada semesta dibahasakan Rasulillah dalam tetap menjaga meski kerusakan telah ada, tetap menyayangi meski dilakukan seorang diri. 


Jika bukan karena kemurahan hatinya, tidak akan Rasulullah meminta setiap yang beriman padanya menunjukkan cinta kasih pada makhluk lain yang bernyawa. Sekalipun itu sedang dalam keadaan marah kepada kafir durja.

Seperti halnya Rasulullah pernah mentitah bagi setiap Muslim yang berjuang di jalan syahid-Nya agar tidak sedikitpun menyakiti binatang ataupun menebang pepohonan yang masih berbuah, dan hanya diperbolehkan menebang pohon jika memang sangat mendesak demi mendukung kemenangan Islam.

Bukankah telah sering diperdengarkan sebuah kata mutiara terkenal yang mengatakan bahwa kebersihan adalah sebagian daripada keimanan? Maka jika keimanan itu ada, itu akan terpancar senantiasa dalam setiap tingkah dan laku, tercermin senantiasa dalam setiap kesempatan dan waktu. Maka jika keimanan itu nyata, kelemahlembutan tetap dilakukan senantiasa kepada setiap makhluk-Nya.

Allah telah jadikan Islam sebagai Rahmat bagi semesta alam, maka mencintai semesta dengan keimanan, menjaga dengan ibadah sebagai niatan adalah hak setiap Muslim untuk menunjukkan bahwa cinta dan kasih sayang Allah meliputi sesiapa dan apa yang terhampar di lautan, baik hidup ataupun mati.

Bukankah Allah telah ciptakan manusia sebagai makhluk yang mulia? Tetapi tidak pernah Allah Menyerukan bahwa manusia bisa berbuat semena-mena pada makhluk lainnya, sesiapa dan apa, yang hidup ataupun tak bernyawa.

Leave a Reply

Terima kasih atas komentarnya :)

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

You are The

Hallo Happy Readers!

Hallo Happy Readers!
Selamat datang di blog pribadi saya. Di blog ini teman-teman akan membaca tulisan-tulisan saya seputar pendidikan, kedisabilitasan dan inklusivitas, pengalaman mengajar, dan tulisan-tulisan lainnya yang dibuat atas inspirasi di sekitar saya. Semoga tulisan dalam blog ini bermanfaat dan menginspirasi pada kebaikan. Selamat membaca!

Contact Me

@fatinahmunir

fatinahmunir@gmail.com

Educator | Writer | Adventurer

Berbakti | Berkarya | Berarti

My Friends

- Copyright © Fatinah Munir -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -