- Back to Home »
- Book Review »
- Bersembunyi dalam Rahasia
Posted by : Fatinah Munir
12 July 2017
Bismillahirrahmanirrahim
Ada sebuah kepuasan yang berbeda setiap kali saya membaca novel anak-anak, salah satunya adalah
saya bisa masuk ke dalam labirin pikiran anak-anak yang begitu berliuk-liuk, membuat penasaran, sering kali
mengejutkan. Hal ini terjadi lagi selama saya membaca novel anak-anak karya
E.L. Konigsburg yang berjudul Dari Arsip Campur Aduk Mrs. Basil E. Frankweiler.
Buku berjudul asli From
The Mixed-up Files of Mrs. Basil E. Frankweiler ini menarik perhatian saya
karena label bertuliskan “Pemenang Newberry Award 1968” pada sampul mukanya.
Sebanyak 198 halaman buku ini saya rampungkan agak lama, tiga setengah hari, hanya karena untuk
mengulang tiap babnya demi mengagumi cara penulis menuangkan sudut pandang anak-anak
yang begitu sulit ditebak. Terkadang saya mengulang mambaca beberapa halaman demi
bisa tertawa karena dialog di dalamnya atau karena sebelumnya saya membaca
sambil mengantuk. Hahaha :D
Buku yang pertama kali
dicetak pada 1967 ini menceritakan sebuah petualangan kakak beradik Kincaid
yang kabur dari rumahnya. Bermula dari kekecewaan anak sulung yang tidak seberuntung
adik-adiknya juga teman-teman sekelasnya, Claudia Kincaid, salah satu tokoh
utama novel ini, merencanakan kepergian dirinya dari rumah. Dengan alasan untuk
mempunyai uang yang cukup selama kaburnya dirinya dari rumah, Claudia mengajak Jamie
Kincaid, adiknya, untuk ikut kabur bersama dirinya.
Hal yang paling
mengagumkan sekaligus mengawali keseruan novel ini adalah ketika penulis menuturkan
kemana Claudia dan Jamie akan kabur. Mereka tidak kabur ke kota lain atau ke
hutan, mereka justru memilih bersembunyi di salah satu museum di tengah kota
New York. Bagian inilah yang membuat saya memutuskan meneruskan membaca novel
ini, sebab di situlah saya menemukan sebuah titik di mana orang-orang dewasa
memang kadang sulit memahami jalan pikiran anak-anak yang jauh dari biasa.
Delapan dari sepuluh
bab pada novel ini menceritakan petualangan Claudia dan Jamie selama
bersembunyi di museum. Di dalamnya pembaca disuguhkan secara jujur dan nyata betapa tricky-nya
pemikiran anak-anak. Mulai dari bagaimana kakak beradik
ini berdebat untuk sejumlah ongkos menuju museum, diskusi panjang mengenai
tempat-tempat bersembunyi selama di dalam musem agar tidak ketahuan petugas
musem, sampai sebuah perdebatan tentang tata bahasa Jamie, si adik berusia sembilan
tahun, yang sering kali salah di telinga Claudia, si kakak berusia duabelas
tahun.
Kisah petualangan
mereka semakin membuat pembaca, terutama saya, penasaran setelah mereka membaca
sebuah berita dari koran yang berisi tentang misteri keaslian patung malaikat
karya Michelangelo yang berada di dalam museum tempat mereka bersembunyi. Jika
keingintahuan anak-anak mereka pun ikut terpancing untuk ikut memecahkan misteri
keaslian patung tersebut. Hingga setelah beberapa hari Claudia dan Jamie
menyadari mereka akan segera kehabisan uang dan merencanakan kepulangan
mereka ke rumah. Lalu Claudia memutuskan untuk tidak pulang ke rumah sebelum dia dan
adiknya memecahkan misteri patung tersebut.
Bermula dari sinilah
persembunyian mereka menjadi penyelidikan yang mendebarkan bagi mereka –dan menggemaskan
bagi saya. Beberapa hari mereka habiskan untuk penyelidikan. Melihat berbagai
karya-karya Michelangelo dan membaca arsip-arsip terkait Michelangelo di
perpustakaan kota mereka lakukan untuk memcahkan misteri patung malaikat. Hingga pada suatu titik keputusasaan Claudia akan
penyelidikannya membuat Claudia bertekad menemui orang yang telah melelang
patung tersebut kepada museum.
Pada dua bab terakhir
buku inilah ditunjukkan sudut pandang penceritaan yang sesungguhnya dan
mengungkapkan cara berbeda kepulangan Claudia dan Jamie yang ternyata telah
direncanakan oleh sudut pandang pencerita pada buku ini dengan begitu rapi.
Membaca buku ini
mengingatkan saya pada buku Insiden Anjing di Tengan Malam yang Bikin Penasaran
(The Curious Incident of The Dog in The Night-time) karya Mark Haddon.
Kedua buku ini nyaris memiliki keunikan penceritaan yang sama. Yakni penceritaan
yang benar-benar menunjukkan kejujuran anak-anak hingga membuat saya
berkali-kali meng-o panjang sendirian karena takjub pada pemikiran anak-anak di
dalam ceritanya. Sehingga tidak heran jika kedua buku ini sama-sama memiliki
berbagai penghargaan sejak pertama kali diterbitkan hingga puluhan tahun
kemudian. Buku ini juga kadang membuat saya tersenyum pada kekonyolan anak-anak
di dalam ceritanya dan ikut tegang sebagaimana ketegangan anak-anak saat mereka
takut dimarahi atau takut rahasianya diketahui orang dewasa.
Kendati novel terjemahan
terbitan Gramedia ini bergenre novel anak-anak, tetapi tidak akan merugi jika
orang dewasa pun menikmatinya. Justru sepertinya –menurut saya pribadi,
orang-orang dewasa terutama yang menyukai anak-anak akan dibuat penasaran dengan
kelanjutan kisah kakak beradik Kincaid di setiap lebar. Dan untuk orang dewasa
yang belum pernah menikmati novel anak-anak, novel berusia limapuluh tahun ini
bisa menjadi awal untuk mencoba membaca novel anak-anak.
Terlepas dari
kelebihan dan kekurangannya, novel ini benar-benar layak dibaca oleh semua pembaca dari berbagai rentang usia. Bukan hanya sekadar menjadi bacaan ringan di sela-sela bacaan refrensi
studi ataupun pekerjaan, novel ini bisa sedikit membuka mata pembaca terhadap “kelicikan”,
kejujuran hati, dan kerahasiaan anak-anak.
@fatinahmunir