Posted by : Fatinah Munir 03 June 2017


Tak bisa kita memilih dimana kita dilahirkan dan dibesarkan, sebagaimana Bilal bin Rabbah tak bisa memilih dilahirkan menjadi hamba sahaya hitam dan hidup di bawah kemiskinan. Tak bisa kita memilih rupa yang didambakan banyak orang, sebagaimana Julaibib tak bisa memilih wajahnya yang tak dikenang. Tak bisa pula kita memilih di mana kita mati, sebagaimana Hamzah tak bisa memilih gugur dengan jantung tercabut dari jasadnya yang dipenuhi semangat Ilahiyah oleh para durjana.

Tetapi sungguh beruntungnya, mereka bisa memilih akan kah surga atau neraka yang memilih mereka. 
Layaknya Bilal yang memilih dipilih surga, rela diinjak dan diseret di atas pepasir panas Tanah Suci demi mempertahankan Lillah di dalam hatinya. Layaknya Julaibib yang memilih dipilih surga dengan gugur dikelilingi para kafir yang telah ditumbangkannya hingga tangis Rasulullah mengantarkan syahidnya. Layaknya Hamzah yang memilih dipilih surga dan membuat Rasulullah dirundung duka hingga berguncang pundaknya karena kesedihan mendalam atas kepergian Paman tercinta yang membela.

Adalah pilihan Allah sebagian dari hidup kita. Sedangkan sisanya, kitalah yang menentukan kemana akhir hidup ini bermuara.

Bila kita tahu tak ada satu pertanyaan pun atas pilihan Allah di kehidupan selanjutnya kelak, maka sejatinya tak ada pula resah atas apa-apa yang terlahir begitu adanya. Tidak ada resah atas harta ataupun rupa. Karena resah itu hanya boleh bertempat pada rasa takut akan kurangnya ibadah dan amal baik kita.

Maka, menyudahi gundah pada perihal kecil yang bukan menjadi pilihan kita adalah keniscayaan menuju keselamatan. Sebagaimana harap agar Allah Melunasi hak-hak dunia dan akhirat kita sebagai hamba, lalu kita menyegerakan melunasi kewajiban-kewajiban kepada Allah sebagai sebaik-baiknya hamba. Dan itulah semulia-mulianya manusia.

Lantas bagaimana menjadi yang mulia agar dipilih surga?

Adalah ketaqwaan satu-satunya tali agar kemuliaan senantiasa terikat pada diri. Dan kabar baiknya lagi, tali ketaqwaan ini dapat dimiliki sesiapa tanpa memandang arah dan derajatnya. Seperti Bilal yang tak dipandang masa lalunya, Julaibib yang tak diingat rupa buruknya, juga Hamzah yang tak dikenal penasabannya. Sehingga taqwa adalah rizki-Nya yang tak terukur oleh kedudukan, keturunan, dan kerupawanan. Tak peduli di megahnya istana ataupun diringkihnya gubuk tua, taqwa tetaplah rizki yang tak terukur keberadaannya. 
Sebab semua yang fana itu bukanlah alat ukur kemuliaan di hadapan-Nya. Sebab berulang kali kita mendengar, bahwa hanyalah taqwa satu-satunya penentu kedudukan di hadapan-Nya.

Jika Rasulullah pernah berkata bahwa Allah tidak akan mematikan yang hidup sebelum habis rizkinya di dunia, maka taqwa adalah satu-satunya rizki yang akan tetap ada hingga habis napas yang diberi.

Lalu bagaimanakah rupa rizki yang tak terukur itu? Begitulah kiranya Umar al-Faruq bertanya pada Ubay bin Ka'ab mengenai taqwa. 
Ubay menjawab dengan tanya, "Pernahkah kamu berjalan di jalan yang penuh dengan duri?" Umar menjawab, "Ya." Ubay bertanya kembali, "Apa yang engkau lakukan?" Umar menjawab, "Aku menggulung lengan bajuku dan berusaha (melintasinya)." "Inilah makna taqwa, melindungi seseorang dari dosa dalam perjalanan kehidupan yang berbahaya sehingga ia mampu melewati jalan itu tanpa terkena dosa." Ubay mengakhiri jawabnya.

Menyudahi tulisan ini, mengutip nasihat lembut Syekh Adel al-Kalbani, salah satu Imam Masjidil Haram, bertaqwalah sebesar kemampuan kita dan beristiqomahlah atasnya. Seperti halnya kita beribadah sesuai batas kemampuan diri serta berikhtiar memperbaikinya senantiasa. Tetapi haruslah kita menjauhkan diri dari maksiat dengan ikhtiar terbaik dan selalu menembus batas kemampuan diri. *** Besok Ramadhan, semoga Allah sampaikan usia kita padanya hingga bisa menikmati ibadah di dalamnya bersama keluarga. Semoga kita menjadi hamba-hamba yang bertaqwa hingga rizki dunia kita habis masanya. Aamiin.


Leave a Reply

Terima kasih atas komentarnya :)

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

You are The

Hallo Happy Readers!

Hallo Happy Readers!
Selamat datang di blog pribadi saya. Di blog ini teman-teman akan membaca tulisan-tulisan saya seputar pendidikan, kedisabilitasan dan inklusivitas, pengalaman mengajar, dan tulisan-tulisan lainnya yang dibuat atas inspirasi di sekitar saya. Semoga tulisan dalam blog ini bermanfaat dan menginspirasi pada kebaikan. Selamat membaca!

Contact Me

@fatinahmunir

fatinahmunir@gmail.com

Educator | Writer | Adventurer

Berbakti | Berkarya | Berarti

My Friends

- Copyright © Fatinah Munir -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -