- Back to Home »
- Sepotong Inspirasi »
- Resolusi; Penundaan dan Keistiqomahan
Posted by : Lisfatul Fatinah
08 January 2017
Bismillahirrahmanirrahim
Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.(QS. Al Insyirah: 7-8)
Ini
adalah tulisan pertama saya pada Januari 2017 ini. Mengingat Januari, bulan
pertama menuju ratusan hari ke depan, biasanya banyak dari teman-teman yang
membuat daftar resolusi baru untuk dicapai sebagai bentuk syukur atas waktu
yang Diberikan dan melambangkan keyakinan atas segala harapan. Tulisan ini
sendiri adalah bagian dari resolusi singkat saya, yakni kembali rutin menulis
di tahun ini.
Tulisan
ini terilhami sebuah artikel yang saya baca beberapa hari lalu di portal online
BBC News yang berjudul Procrastination? I’ll Get Back to You (Menunda
Pekerjaan? Mari Bicarakan Itu Lagi). Saya berpikir untuk menulis ulang artikel
tersebut dalam versi saya karena saya pikir isinya sangat relevan dengan
kondisi teman-teman yang sedang semangat menuliskan daftar resolusinya.
Procrastination /prə ʊ ˌkræs.tɪˈneɪ.ʃ ə n/ , dalam Cambridge Dictionary, Oxfort
Dictionary, dan Longman Academic Dictionary, saya simpulkan merupakan kata benda (noun) yang dibangun dari kata dasarnya
yang berupa kata kerja (verb) Proctastinate /prə ʊ ˈkræs.tɪ.neɪt/ yang berarti tetap menunda suatu hal yang sangat harus dikerjakan dan
diselesaikan, lebih sering dikarenakan hal tersebut tidak menyenangkan dan
membosankan. Jadi, procrastination adalah penundaan suatu pekerjaan yang
sangat harus dikerjakan dan diselesaikan. Procrastination berbeda dengan
delaying (menunda jadwal) atau putting something off (menunda melakukan sesuatu yang umumnya bukan hal yang sangat
penting).
Dalam artikel ini menurut Professor Tim Pychyl
dari Carleton University, Canada, dijelaskan bahwa Procrastitanion adalah
memilih menghindar melakukan sesuatu meskipun sudah diketahui bahwa menunda
pekerjaan tersebut dapat membuat rugi masa depan dalam waktu yang panjang. Misalnya
adalah menunda melakukan daftar target-target kehidupan dan hal tersebut dalam
mempengaruhi kehidupan kita dalam jangka waktu yang panjang.
Prof. Pychyl menyebutkan bahwa menunda pekerjaan
telah menjadi masalah banyak orang di berbagai negara dan bahkan menjadi
masalah besar dalam pendidikan. Prof. Pychyl mengambil contoh kerugian dari
menunda pekerjaan dalam kasus-kasus mahasiswa yaitu menurunkan skor yang
didapatkan, gangguan pada kesehatan fisik dan mental, serta kerugian yang
berdampak pada para dosen-dosen dalam mengurus nilai karena banyak mahasiswa
yang menunda mengumpulkan tugas-tugasnya.
Menurut hasil penelitian beliau, menunda
pekerjaan biasa terjadi karena kegagalan mengontrol emosi, Maksud beliau adalah
kebosanan dalam melakukan hal-hal yang semestinya dikerjakan merupakan dampak
dari emosi yang kurang terkontrol dan impulsivitas (bertindak tanpa berpikir
panjang), dan lebih tertarik pada hal-hal yang menyenangkan dan kurang memberi
manfaat panjang seperti Youtubing, chatting, gossiping, dan membaca postingan
teman-teman di social media secara random tanpa mengetahui manfaatnya.
Penundaan pekerjaan seperti ini umumnya didapati pada orang-orang yang
impulsive, menargetkan banyak hal untuk selesai dengan sempurna, membebankan
diri dengan harapan-harap orang terhdapnya, dan rasa takut pada kegagalan.
Berdasarkan penelitiannya yang dilakukan dengan
Dr Fuchsia Sirois dari The University of Sheffeid, Prof. Pychyl menegaskan
bahwa menunda pekerjaan harus dikurangi atau dihilangkan. Beliau menawarkan
beberapa cara di bawah ini.
First of all, beliau menganjurkan untuk melakukan
sejumlah teknik kesadaran dan meditasi untuk mengontrol pemikiran-pemikiran
negative. Hal ini dilakuakn secara rerus menerus agar diri tetap fokus pada
hal-hal positif, terutama pada kemampuan diri sendiri. Selanjutnya sangat
dianjurkan untuk mengatur daftar target secara spesifik dan jelas agar mudah
untuk dilakukan secara bertahap. Misalnya target ‘mendapatkan beasiswa
kuliah di luar negeri” sebaiknya diperjelas dengan beberapa target spesifik
seperti “Menerjemahkan ijazah ke bahasa Inggris atau Arab”, “Meminta surat
rekomendasi professor”, “Mendapatkan IELTS band 7.0 atau TOEFL 600”, dan
sebagainya. Sebab dengan semakin spesifiknya target pekerjaan yang harus diselesaikan,
maka akan semakin jelas apa yang harus dikerjakan dan memungkinkan untuk
menghindari kebosanan.
Jangan menghukum diri dengan menunda adalah langkah selanjutnya yang sebaiknya dilakukan untuk menghindari menunda pekerjaan.
Maksud Prof. Pychyl adalah banyak orang yang merasa belum siap melihat perubahan sehingga mengecilkan nyalinya untuk menyelesaikan pekerjaan, sehingga menghukum ketidaksiapan itu sendiri dengan menunda. Jadi, berdamai dengan diri sendiri dan terus melakukan apa yang sudah menjadi target adalah pilihan yang sebaiknya dilakukan. Selain itu, beliau menyarankan untuk tetap membiasakan diri melakukan hal-hal positif, sekecil apapun kebiasaan itu misalnya membiasakan membaca buku sebelum tidur.
Anjuran selanjutnya dari Prof. Pychyl merupakan
saran yang cukup unik; tetaplah berhubungan dengan pribadi di masa depan.
Yang dimaksud beliau adalah tetap sesekali merefleksikan diri di masa depan
sesuai dengan target-target hidup yang sudah dilakukan kemudian berusaha untuk
memantaskan diri agar bisa menjadi seperti apa yang diinginkan di masa depan.
Terakhir, beliau menganjurkan untuk berlatih mengingatkan diri sendiri
tentang apa target hidup kita, mengapa kita membuat target-target tersebut, dan
bagaimana memenuhi semua itu sesuai dengan kondisi yang sedang dijalani saat
ini. Hal ini menurut beliau mampu
memfokuskan pikiran tanpa menganggap target-target hidup merupakan beban. Inti
dari penelitian Prof. Pychyl dan Dr. Fuchsia adalah untuk membuktikan bahwa
ketika emosi dapat dikontrol, maka seluruh aspek kehidupan dapat dikontrol
dengan mudah pula.
Sebagai tambahan dari saya, hal lain yang sebaiknya dilakukan untuk menghidari menunda pekerjaan adalah tetap berhubungan dengan
Tuhan. Sebagai seorang muslim, saya meyakini bahwa kedekatan dengan Allah
swt, terutama dalam memperbaiki shalat, dapat membantu memperbaiki segala aspek
kehidupan terutama dalam membentuk diri yang disiplin dan tidak menunda
pekerjaan. Seorang yang mendekatkan diri kepada Allah swt pasti akan semakin
mempercayai janji-Nya dan tetap istiqomah dalam usaha dan doa meskipun jawaban
dari usaha dan doanya belum cukup tampak.
Istiqomah dalam berusaha, menurut saya pribadi
bukanlah sekadar tentang konsistensi, melainkan juga persistent dan resistant.
Sehingga seorang yang itiqomah tidak hanya melakukan usaha secara terus
menerus), melainkan juga melakukannya dengan gigih, dan memiliki daya tahan,
sehingga apapun barrier yang dimiliki akan tetap dilalui dengan cara terbaik.
Ketika seorang pemilik banyak rancangan hidup ke depan demi menjadi lebih
bermanfaat untuk sesama memiliki kedekatan dengan Allah swt dan keistiqomahan,
insya Allah, semua target yang dibuatnya tidak akan ditunda untuk hari atau
tahun selanjutnya, tidak pula ada kebosanan dalam berusaha, dan segala pikiran
negative seperti yang Prof. Pychyl sampaikan niscaya akan menghindar dengan
sendirinya.
No matter how softly you whisper on your pray, Allah is Listening more than words you said. No matter how often you mentioned on your pray, Allah Knows more than you told. Prays and struggles you did are not for telling Allah everything you want because of doubting Him. It is a prove of your sincerity and firm believe in Him that He is always standing by you who engage Him in every single area of your lives.
Sekecil apapun bisik dalam doa, Allah Mendengarkan pinta lebih dari yang
diucap. Sesering apapun disebutkan dalam doa, Allah Mengetahui lebih banyak
dari yang disampaikan. Doa dan usaha yang dilakukan bukan karena Allah tidak
mampu Mendengar dan Mengetahui keinginan hamba-Nya, melainkan sebagai bukti
dari kesungguhan dan keyakinan bahwa Allah ada bersama orang-orang yang
melibatkan-Nya dalam segala urusan.
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.(QS. Ar Ra’d: 11)
Lisfatul Fatinah Munir | 8 January 2017