- Back to Home »
- Event »
- Membangun Sikap Inklusif dan Antidiskriminasi Melalui Penerbitan Majalah dan Situs Online Diffa
Posted by : Fatinah Munir
05 April 2013
Tulisan saya kali ini merupakan resume dari seminar yang pernah saya ikuti satu tahun lalu, 29 Maret 2012. Seminar ini diadakan Majalah Diffa di Auditorium Daksinapati Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta. Seminar yang dihadiri mahasiswa Pendidikan Luar Biasa (PLB) di UNJ ini diisi oleh tiga narasumber, yakni Dr. Asep Supena (Dosen PLB UNJ), Nestro Rico Tambunan (Pendiri Majalah Diffa), dan Kang Jaka (pengandang disabilitas pengelihatan). Berikut ini hasil resume yang sempat saya catat. Semoga bermanfaat ^_*
Pemaparan tentang Inklusif
Menurut penjelasan Dr. Asep
Supena, secara sederhana inklusif mencakup tiga hal. Yakni, melawan eksklusif,
kebersamaan, dan tidak membedakan. Maksudnya, inklusif merupakan kebersamaaan
dalam hidup yang kita sebagai manusia diperlakukan dan memperlakukan segalanya
dengan adil, di mana perbedaan yang terletak di antara satu sama lainnya tidak
untuk dibeda-bedakan.
Jika kita perhatikan lebih dalam
lagi, yang membatasi seorang disabilitas untuk tidak dapat melakukan apapun
bukanlah keterbatasan yang dimilikinya. Hal ini lebih disebabkan lingkungan
yang membatasi, tidak mendukung, dan menyugestikan hal-hal yang negatif.
Penjelasan di atas secara lebih
luas menyatakan bahwa inklusif seharusnya tidak hanya terjadi dalam pendidikan,
tapi juga terjadi pada segala aspek kehidupan seperti lapangan pekerjaan, media
informasi dan komunikasi, transportasi, dan banyak fasilitas lainnya. Apabila
seluruh aspek ini sudah inklusif, niscaya para penyandang disabilitas tidak
akan memiliki kendala yang berarti dengan dari keterbatasan yang dimiliknya.
Kesalahan Tindakan kepada Disabilitas
Kendati berbagai hal dan
berabagai pihak sudah meguasahakan inklusivitas dalam berbagai aspek, masih
tetap saja ada hal negatif yang salah ditindaki. Misalnya, berbagai kalangan
berbondong-bondong untuk membantu para penyandang disabilitas dengan memberikan
uang dalam konteks amal. Padahal, “kesusksesan” yang dimiliki pengandang
disabilitas bukanlah karena banyaknya bantuan yang datang, melainkan dukungan
dan peluang yang diberikan lingkungannya.
Konsep “Normal” dan Inklusif
Berdasarkan penjelasan Nestrto
Rico, pengadaan konsep “normal” dan “tidak normal” adalah pernyataan kemampuan
atau ketidakmampuan anak dalam situasi dan kondisi tertentu yang harus didukung
dengan cara yang sesuai dengan kemampuan dan ketidakmampuannya. Dengan
demikian, penginklusivan dalam segala aspek kehidupan dapat terealisasi dengan
sendirinya. (nir)