Posted by : Lisfatul Fatinah 10 January 2013


Bismillahirrahmanirrahim

Setiap hari adalah istimewa. Ia datang bersama mentari tanpa sekalipun diminta. Ritme kehidupan, itulah namanya. Setiap detik bergulir, maka satu ritme terlaksana sudah dan kita harus siap menuju ritme berikutnya. Putaran 24 jam yang bergelinding membentuk kenangan hari-hari dan berkulum menjadi sekumpulan kisah berjumlah 355. Inilah hidup kita, hidup kamu juga hidup saya.
Kini, satu ritme terlaksana lagi. Satu hari baru dibuka lagi, di tahun baru masehi. Satu satu, adalah deretan angka pembuka cerita untuk setiap waktu yang merekah bersama bahagia, menuju 355 hari selanjutnya. Bismillah, inilah sebuah cerita pembuka untuk 2013.

Sebuah Pengantar Cerita

Hari pertama di 2013. Pagi ini, semua cerita bermula dari satu keluarga kecil yang mau menerima saya; Nuraniku. Who’s Nuraniku?

Tak perlu deskriptif ilmiah atau teoritik untuk menjelaskan satu keluarga kecil yang mau menerima saya selama satu tahun ini. Nuraniku, adalah rumah sederhana yang terselip di antara rumah-rumah kreatif dan profokatif di negeri bernama UNJ.

Di rumah sederhana bernama Nuraniku ini saya bertemu (bukan menemukan) keluarga kecil yang penuh dengan keunikan. Mereka adalah orang-orang luar biasa yang memberi banyak inspirasi pada saya. Ya, di hari pertama di angka 2013 ini, saya menghabiskan putaran mentari bersama mereka di Pulau Cipir, Kepulauan Seribu.

Sebelum melanjutkan cerita, saya ingin memperkenalkan anggota dari rumah sederhana ini yang ikut ke Pulau Cipir berdasarkan perspektif saya. So, let’s check them out! ^_^
  
First. The Best One Leader, Ahmad Khairudin, Si Udin yang Baik kalau kata Udin Sedunia :) Beliau adalah The Big Abah di rumah sederhana ini. Biarpun secara fisik paling kecil, tapi dari dalam he is the biggest and awesome. The Big Abah ini cenderung pendiam, tapi ide-idenya amazing dan kadang suka melontarkan humor-humor yang bisa membuat semuanya tertawa.

Abah Hakim. He is the second Abah on our trip :) Abah Hakim adalah panggilan yang diciptakan Ummi Izzah. Abah Hakim adalah leader saya di bagian redaksi. Beliau adalah sosok yang –menurut saya– penuh guyonan, suka melucu meski sepertinya beliau tidak merasa apa yang dikatakan atau dilakukannya adalah hal yang lucu bagi orang lain. Selama di rumah sederhana ini, baru sekali saya melihat Abah Hakim serius.

Om Aris. Om yang satu ini kurang saya kenal, karena memang hampir tidak pernah berinteraksi secara lisan ataupun tulisan. Tapi, di perjalanan ini saya melihat Om Aris adalah Om yang kalem dan humoris, kadang plagmatis. (Um, this is just my opinion)

Izzah Rabbaniyah, Super Ummi yang menjadi peretas leader-leader di rumah sederhana kami ini. Kak Izzah adalah orang yang pertama kali saya kenal di rumah sederhana ini. Beliau orang yang ekstrinsik, energik, dan tegas. Yang saya kagumi dari beliau adalah, keterbukaannya tidak menutupi dirinya yang senantiasa menjaga rukhiyah. Kenapa saya berpendapat demikian? Karena ketika kebanyakan orang ekstrinsik cenderung lemah dalam urusan ilmu apalagi ilmu agama, Kak Izzah malah tetap menjaga keseimbangan dunia dan akhiratnya. Strengthering of this statement is setiap kali saya bertemu dengan beliau, hampir selalu beliau sedang menghapal al-Qur’an. Masya Allah :’)

Kak Shumi. Wanita yang berposisi sebagai ahli dalam surat menyurat dan kesekretariatan ini adalah anggota keluarga yang sangat murah senyum. Dari pembawaannya, sepertinya Kak Shumi adalah pecinta pink. Di balik sisi kekalemannya, ternyata Kak Shumi suka narsis dengan pose yang tak terduga.

Bundadari (Bunda Bidadari) a.k.a Kak Chai. Wanita ini mempunyai wajah yang mirip dengan salah satu adik saya. Wanita yang menjuluki dirinya sebagai Pengamat Langit ini adalah orang yang paling ceria di antara kami selama perjalanan ini berlangsung –sepertinya di mana pun itu Kak Chai akan tetap menjadi orang yang paling ceria. Dalam perjalanan ini, saya baru tahu ternyata Kak Chai pandai berpantun dan bersyair. Hehe, ini mengingatkan saya pada tokoh Arai di Tetralogi Laskar Pelangi dan Zafran di 5 cm ^^

Kak Amel. Kakak yang satu ini adalah salah satu keluarga kami yang cukup pendiam. Sebenarnya, tidak banyak yang saya tahu tentang beliau, karena memang beliau tidak banyak bicara di perjalanan ini dan saya hanya beberapa kali bertemu selama satu tahun ini. Saya suka senyum Kak Amel, garisnya menunjukkan beliau adalah orang yang ramah dan lembut di balik peringainya yang pendiam.

Teh Euis. Teteh berbadan mungil ini adalah anggota keluarga yang penuh kejutan. Kenapa bisa begitu? Karena, di balik sosoknya yang pendiam, Teh Euis menyimpan kepribadian yang luar biasa. Beliau memang tak banyak bicara, bahkan mungkin hanya akan bicara kalau diajak bicara. Tapi, kalau sudah berbincang dengan beliau, ternyata beliau asik. Beliau juga penikmat novel –sama seperti saya, jadi saya nyaman sekali jika berbicara tentang novel dengan beliau. Apalagi, ternyata beliau pembaca novel-novel Dan Brown yang cenderung tidak disukai oleh hijabers :)

The Last, saya sendiri, Lisfatul Fatinah. Wanita biasa yang selalu mencoba menjadi luar biasa. Di rumah sederhana bernama Nuraniku, sayalah yang paling cupu, tidak tahu apa-apa, dan selalu mengagumi mereka dalam diam :)

Yup, merekalah anggota keluarga kami yang ada dalam perjalanan kali ini. Next, this time to enjoy the story of our trip. ^_^





Senin, 1 Januari 2013 Masehi

Ini adalah perjalanan pertama saya bersama orang-orang luar biasa ini.  Sesuai dengan schedule yang saya terima melalui sms, kami harus berkumpul di Shulter Transjakarta Matraman pukul 7.00 WIB Malam sebelum perjalanan kami, saya sebenarnya tidur pukul 2.00 WIB dini hari. Selain tidak bisa terlelap karena bunyi “duar dor” dari seluruh penjuru langit, saya juga harus menyelesaikan beberapa tugas.

Pukul 4.30 WIB mata saya sudah terjaga, meski hanya terpejam dua setengah jam. Segala keperluar pergi sudah saya siapkan sejak malam. Sebelum berangkat, tugas kewanitaan alias ngebenah dan memasak harus tetap dilakukan. Hehe.

Yup. Jam tangan saya menunjukkan pukul 6.45 WIB dan saya dipastikan terlambat tiba di shulter transjakarta karena tidak ada yang bisa mengantar saya. Sekitar pukul 7.00 WIB, sambil meminum susu kedelai di dalam bus 502 jurusan Tanah Abang-Kampung Melayu, saya mengirim sms ke Kak Izzah.

“Kak, I’m late. 15minutes again, I’m there. Insya Allah.” Message sent.

Beberapa menit kemudian, saya menerima sebuah balasan dari Kak Izzah. “Aku juga masih di jalan, Fatul. Hehe.”

Deuh, -,- ßbeginilah ekpresi saya saat menerima sms dari Kak Izzah. Saat itu juga saya mulai berprasangka, jangan-jangan saya orang yang pertama kali datang.

Then, pukul 7.15 WIB saya sudah turun dari bus dan –sekali lagi– berlari menuju shulter transjakarta. Dan benar saja, ternyata memang saya yang datang pertama. Saat itu saya hanya duduk di bangku shulter sambil membaca novel Negeri Para Bedebah karya Tere Liye hingga Kak Izzah datang.

Singkat cerita, satu per satu dari kami mulai datang. Kurang lebih pukul 8.30 WIB saya, Kak Izzah, Kak Chai,  Kak Amel, Kak Euis, Kak Hakim, dan Kak Aris berangkat menuju shulter transjakarta Harmoni. Saat itu Kak Shumi sudah menunggu di Harmoni. Sisanya? Kak Udin yang paling telat. Beliau langsung menyusul ke Harmoni dan kami menunggu Beliau sebelum melanjutkan perjalanan ke Muara Kamal.

Lewat pukul 9.00 WIB, Kak Udin datang, kami pun melanjutkan perjalanan menuju Rawa Buaya menggunakan transjakarta tujuan Kali Bata. Kami tiba di shulter transjakarta Rawa Buaya kurang lebih tigapuluh menit kemudian. Di sini, kami berhenti sejenak, karena beberapa di antara kami membeli makanan untuk makan siang.

Perjalanan kami lanjutkan menggunakan sebuah mobil angkutan yang mirip elf. Mobil elf inilah yang akan mengantarkan kami menuju Muara Kamal. Tarif angkutan ini di atas rata-rata tarif angkutan mikrolet. Untuk mencapai Muara Kamal dari Rawa Buaya menggunakan elf diperlukan uang Rp5.000,- per orang.

Kami turun elf di sebuah jalanan setapak yang bersisian langsung dengan laut. Dari sini, kami harus berjalan kaki menuju dermaga. 

Potret kesibukan Muara Kamal

Di sepanjang jalan menuju dermaga Muara Kamal ini, pemandangan sontak berubah drastis. Jika sebelumnya gedung-gedung tinggi dan mobil yang berlalu lalang menjadi santapan mata kami, kini jejeran bak ikan, deretan perahu, dan bau anyir menjadi spot utama di perjalanan ini. Bagi saya, sayang sekali jika pemandangan sosial yang unik ini tidak diabadikan. Maka, satu dua jepretan saya ambil dengan spot kegiatan warga sekitar. Ini bisa jadi kenang-kenangan sekaligus potongan gambar yang akan mengingatkan saya bahwa ada sisi kehidupan yang berbeda di sekitar saya :)


Dermaga Muara Kamal

Lanjut kepada cerita perjalanan kami. Akhirnya kami tiba di bibir dermaga dan bersiap menaiki perahu yang akan mengantarkan kami ke potongan indah lainnya dari negeri ini ^^

(bersambung ke bagian 2 dan bagian 3...,)

{ 22 komentar... read them below or Comment }

  1. yaaa, bersambung,,
    di tunggu lanjutannya mbak ^^

    ReplyDelete
  2. Ditunggu cerita selanjutnya kak. Salam BE! :)

    ReplyDelete
  3. wih wih detail banget ya, ditunggu kelanjutannya ya .
    ciye ciye kembarang bang rinem haha .
    salam BE :)
    captchanya cerai.in dong

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kelanjutannya udah diposting tuh, Mbak.
      http://fatinahmunir.blogspot.com/2013/01/wisata-hati-1-januari-nuraniku-goes-to_13.html

      Hehehe, Bang Rinem siapa tuh? Yang Munirul itu ya? :D

      Salam BE juga :)

      Delete
  4. wuih...cepet banget udah ada lanjutannya..langsung ke tkp

    ReplyDelete
  5. kayak sinetron aja nih, segala bersambung :p
    ditunggu next episode yaah ;)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hidup ini kan sinetron juga, Mbak. Sinetronnya Allah :)

      Delete
  6. itu kenapa fotonya di kasih efek gitu semua.
    di tunggu kelanjutannya :)

    ReplyDelete
  7. Wuihhh.... eh masa kenalan penulisnya kagak ada.. :p

    ReplyDelete
  8. sepertinya di 2013 bnyk yg bertualang,, heeehee,, jalan2 mksdx,, wahh jd pengen cepet2 keluar rumah jg,, hehhee

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya nih, Mbak. Awal tahun aja udah berpetualang. Memangnya Mbak ini tidak keluar rumahkah? O,o

      Delete
  9. akakakak ini yg kemaren rame2 di fb kembarannya munirul rinem yak :D
    jangan2 adeknya ya, ehhh tapi enggak mungkin kalo munirul rinem punya adek kek kamu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dari dulu nyebut Munirul Rinem melulu. Saya gak kenal. Saya gak punya kakak laki-laki. Munir itu bapak saya -,-"

      Delete

Terima kasih atas komentarnya :)

You are The

Hallo Happy Readers!

Hallo Happy Readers!
Selamat datang di blog pribadi saya. Di blog ini teman-teman akan membaca tulisan-tulisan saya seputar pendidikan, kedisabilitasan dan inklusivitas, pengalaman mengajar, dan tulisan-tulisan lainnya yang dibuat atas inspirasi di sekitar saya. Semoga tulisan dalam blog ini bermanfaat dan menginspirasi pada kebaikan. Selamat membaca!

Contact Me

@fatinahmunir

fatinahmunir@gmail.com

Educator | Writer | Adventurer

Berbakti | Berkarya | Berarti

My Friends

- Copyright © Fatinah Munir -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -