Posted by : Lisfatul Fatinah 19 December 2012



Dalam dunia pendidikan kebutuhan khusus, ada satu tahapan yang harus ditempuh guru sebelum memulai proses pembelajaran. Satu tahapan ini merupakan proses yang menentukan apa yang harus diberikan guru saat mengajar agar pembelajaran sesuai dengan kebutuhan murid.

Tahapan ini bernama asesmen. Menurut Irham Hosni, pengampu Pendidikan Anak Disabilitas Pengelitahan  berpendapat bahwa pada tahapan ini guru bisa mengetahui tiga hal penting, yakni (1) apa yang sudah murid ketahui, (2) apa yang belum murid ketahui, dan (3) apa yang murid butuhkan. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah pemaparan tentang asesmen menurut para ahli.

Pengertian Asesmen

            Dalam mengajar anak berkebutuhan khusus atau pun anak pada umumnya, selain perlu mengetahui kelemahan murid, guru juga perlu mengetahui kelebihannya. Untuk mengetahui kedua hal ini dapat guru dapat melakukan asesmen.

            Menurut Hallahan dan Kaufman (1996: 92) dalam Learning Disabilities, setidaknya ada tiga tujuan asesmen. Ketiga tujuan itu adalah (1) untuk menyaring dan memilih murid yang diperkirakan memiliki keterbatasan atau ketidakmampuan tertentu dalam belajar, (2) untuk mengidentifikasi murid yang memiliki ketidakmampuan, dan (3) untuk mengidentifikasi ketidakmampuan yang dimiliki murid.

Seperti yang dikutip Hallahan dan Kaufman (1996: 92), Lloyd dan Blandford menambahkan asesmen adalah sebuah prosedur spesifik dan detail yang membantu guru untuk mengetahui sebaiknya apa yang dilakukan guru pada murid, bagaimana memulai pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan bagaimana memperbaik atau mengevaluasi pembelajaran.

Lerner (Mulyono Abdurrahman, 2009: 46) menyatakan asesmen adalah suatu proses pengumpulan informasi tentang seorang anak yang akan digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang berhubungan dengan anak tersebut.

Menurut Hargrove dan Poteet (Mulyono Abdurrahman, 2009: 46), asesmen adalah salah satu dari tiga aktivitas evaluasi pendidikan pendidikan. Ketiga aktivitas tersebut adalah (1) asesmen, (2) diagnostik, dan (3) preskriptif. Berdasarkan pendapat ini asesmen dilakukan untuk menegakkan diagnostik yang nantinya dibuat preskriptif berupa individualized educarion programs.

Lebih spesifik lagi, sebagaimana yang dikutip Mulyono (2009: 47) dari Lerner (1988: 54), Salvia dan Ysseldyke menyatakan asesmen adalah rangkaian prosedur yang dilakukan untuk melakukan lima keperluan, yaitu (1) penyaringan (screening), (2) pengalihtanganan (referral), (3) klasifikasi (classification), (4) perencanaan pembelajaran (introductional planning), dan (5) pemantauan kemajuan belajar anak (monitoring  pupil progress). Berdasarkan teori ini, pada tahap awal sekolah atau guru melakukan penyaringan untuk menentukan murid-murid yang diduga kesulitan belajar dan memerlukan pemeriksaan lebih konprehensif. Selanjutnya murid dialihtangankan ke tenaga ahli, seperti ortopedagog, psikolog atau dokter. Hasil dari pemeriksaan tenaga ahli tersebut akan mengklasifikasikan dan menentukan apakah murid memerlukan pelayanan khusus. Setelah tahap ini dilakukan asesmen untuk menentukan klasifikasi kesulitan murid. Tahap selanjutnya adalah tahap perencanaan pembelajaran, asesmen pada tahap ini dilakukan untuk menyusun program pembelajaran individual. Terakhir, pada tahap pemantauan kemajuan asesmen dapat dilakukan dengan cara tes formal, tes informal, observasi, dan prosedur asesmen berdasarkan kurikulum yang berlaku.

Menurut Anthony J. Nitko (1996:4) sebagaimana yang dikutip Hamzah dan Satria (2012:1) asesmen adalah istilah umum yang didefinisikan sebagai sebuah proses yang ditempuh untuk mendapatkan informasi yang digunakan dalam rangka membuat keputusan-keputusan mengenai para murid, kurikulum, program-program, dan kebijakan pendidikan, metode atau instrumen pendidikan lainnya oleh suatu badan, lembaga, oraganisasi, atau institusi resmi yang menyelenggarakan suatu aktivitas tertentu.

Dari beberapa pengertian menurut para ahli di atas, asesmen meliputi lima hal, yaitu (1) proses, (2) pengenalan murid atau identifikasi, (3) klasifikasi murid, (4) pembelajaran, dan (5) pengukuran berlanjut atau evaluasi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa asesmen adalah suatu proses identifikasi untuk mengenal murid dan mengklasifikasikannya untuk kepentingan pembelajaran yang pelaksanaannya berkelanjutan untuk mengetahui perkembangan murid.

Teori Asesmen

Hallahan dan Kauffaman membagi asesmen ke dalam dua teori, yakni teori klasifikasi dan teori pembelajaran (pengukuran langsung). Tahapan pada kedua teori sama, yaitu melalui proses pengukuran, identifikasi, mengajar, dan pengukuran ulang. Yang membedakan kedua teori ini adalah unsur-unsur dari setiap tahapnya.

Asesmen dalam teori klasifikasi lebih menitikberatkan pada tes informal dan standar yang menunjukkan kemampuan dan kelemahan murid, sehingga anak berkebutuhan khusus yang menjalankan asesmen ini dapat diidentifikasi apa saja kelemahan dan kemampuan yang dimiliki murid. Asesmen dalam teori pembelajaran lebih fokus kepada identifikasi permasalahan akademik dan sosial murid, sehingga teori ini lebih mengacu pada kurikulum yang berlaku.

Dua Metode Asesmen

            Dalam pelaksanaannya, asesmen dapat dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya adalah melalui wawancara, observasi, pengukuran informal, dan tes baku formal. Metode wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara untuk mengetahui informasi seputar data murid, orang tua, keluarga murid, riwayat kelahiran, perkembangan fisik, sosial, dan pendidikan murid.

            Metode observasi atau pengamatan dilakukan menggunakan pedoman observasi. Hal-hal yang dapat diketahui melalui metode observasi adalah perilaku murid di lingkungannya, penyesuaian murid dengan lingkungan sosialnya, koordinasi motorik kasar dan halus murid, keterampilan mendengarkan, dan berbagai koordinasi indera murid.

            Metode tes informal menurut Lerner (1988: 70) sebagaimana dikutip Mulyono (2009: 48) digunakan untuk mengetahui pemahaman auditoris, bahasa ujaran, orientasi, perilaku, dan motorik murid. Tes informal ini dapat disusun oleh guru dengan mengacu pada kurikulum yang berlaku di jenjang pendidikan murid.

            Terakhir, metode tes formal. Metode ini dilakukan agar guru mengetahui potensi intelejensi murid. Instrument tes yang biasa digunakan untuk metode ini adalah tes WISC-R (Wechter Intelligence Scale for Children-Revised) yang meliputi dua bagian tes, yakni tes verbal dan tes kinerja.

Leave a Reply

Terima kasih atas komentarnya :)

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

You are The

Hallo Happy Readers!

Hallo Happy Readers!
Selamat datang di blog pribadi saya. Di blog ini teman-teman akan membaca tulisan-tulisan saya seputar pendidikan, kedisabilitasan dan inklusivitas, pengalaman mengajar, dan tulisan-tulisan lainnya yang dibuat atas inspirasi di sekitar saya. Semoga tulisan dalam blog ini bermanfaat dan menginspirasi pada kebaikan. Selamat membaca!

Contact Me

@fatinahmunir

fatinahmunir@gmail.com

Educator | Writer | Adventurer

Berbakti | Berkarya | Berarti

My Friends

- Copyright © Fatinah Munir -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -