- Back to Home »
- Sepotong Inspirasi »
- Mimpi yang Terkurung dan Kenyataan yang Terbebaskan
Posted by : Lisfatul Fatinah
24 November 2012
Kita bisa saja menganggap rencana yang kita buat sudah cukup
sempurna untuk mencapai mimpi-mimpi kita. Kita bisa saja sangat marah ketika
rencana yang sudah disusun dengan sempurna tiba-tiba berjalan tak sesuai duga. Tapi
pernahkah kita menyadari dan mengaku dengan keberserahan diri bahwa rencana
terbaik hanyalah rencana-Nya?
Setiap hari baru adalah hadiah baru dari Allah. Untuk
menyambut hadiah itu, maka semua persiapan harus disiapkan dengan keadaan
sesiap-siapnya, karena setiap hadiah baru, setiap hari baru, adalah istimewa.
Bagi saya, perencanaan, ikhtiar, dan tawakal adalah sebentuk
persiapan yang harus disiapkan untuk menyambut hadiah baru di setiap hari baru
yang Allah berikan. Yup, sebagaimana hari-hari biasanya, saya punya sejumlah
rencana dan “mimpi” yang ingin saya tempuh di hari esok, bahkan di tahun depan.
Sejak 2011 lalu, saya meniatkan diri untuk mengisi liburan
semester genap dengan belajar Bahasa Inggris dan kursus menjahit di Pare,
Kediri, Jawa Timur.
Sama seperti berbagai perencanaan pada umumnya, segala
sesuatu untuk rencana keberangkatan saya belajar di luar kota selama tiga bulan,
saya siapkan sejak awal semester genap, Desember lalu. Jauh-jauh hari saya mengumpulkan
uang, meminta izin pada ibu dan bapak, termasuk mencari tahu seluk beluk tempat
yang ingin saya kunjungi.
Singkat cerita, restu kedua orang tua sudah saya kantongi,
uang pun terkumpul lebih dari cukup, dan tempat belajar yang ingin saya tuju sudah
cukup saya kenali.
Kurang lebih sebulan sebelum keberangkatan mencapai mimpi,
semua perencanaan ini perlahan memudar. Sejumlah aktivitas seperti mengurus
anak-anak lapak, mengurus pesantren kilat, dan beberapa amanah di kampus
menutupi kemungkinan saya untuk dapat berangkat ke Pare.
Mimpi yang Terkurung
Jika setiap ciptaan Allah yang Mahakekal saja tidaklah kekal,
apalagi ciptaan manusia yang dirinya sendiri pun tidak kekal. Rencana, mimpi,
dan angan-angan yang tak berwujud, jelas lebih fana dari manusia yang fana.
Kurang lebih lima bulan sudah saya mempersiapkan
keberangkatan untuk menjemput satu mimpi lagi, tapi Tangan Allah Menghendaki
hal lain. Dengan jemari-Nya yang penuh kasih sayang, Dia hapus segenap rencana
yang telah saya buat dan diganti dengan rencana-Nya yang lebih indah, lebih
bermakna, dan semoga lebih diridhoi-Nya.
Di bulan seharusnya saya sudah berangkat ke Pare, wajah
adik-adik di Lapak Pemulung menghalangi keberangkatan saya. Melalui
berpasang-pasang mata bening itu, mereka seakan berkata kepada saya, “Kami
kewajibanmu, Kak, pergi ke Pare adalah kebutuhanmu. Lalu, mana yang ingin Kakak
tinggalkan? Kewajiban atau kebutuhan?”
Kenyataan Indah Pertama; Musim Semi, Panen Cinta dan Pahala
=)
Khalil Gibran pernah berkata bahwa cinta adalah musim semi
yang tak pernah kemarau. Begitulah cinta menjadi satu-satunya musim yang ada
dalam hati setiap insan yang sedang jatuh cinta.
Jika saya pernah mengakui bahwa saya terlanjur jatuh cinta
pada dunia jalanan dan disabilitas, maka yang saya rasakan adalah musim semi
sepanjang tahun, sepanjang hidup. Hingga kini saya berharap, musim semi ini
berubah menjadi musim panen pahala sepanjang tahun, sepanjang hidup saya. Oleh
karena itu, dengan segenap kelemahan yang saya miliki, saya menuntut diri saya
sendiri untuk terus bergerak menemani anak-anak pemulung dan jalanan dan
bertekad bahwa mendidik mereka adalah kewajiban saya.
Alhasil, sebulan sebelum keberangkatan menuju realisasi
mimpi, saya putuskan untuk mundur satu langkah dari mimpi dan kebutuhan saya,
lalu melangkah kepada kerumunan bocah-bocah surga. Tak ada penyesalan saat kaki
ini melangkah mundur, karena gelak tawa dan keriangan mereka menggantikan
segala.
Semoga keputusan ini berbuah cinta dari-Nya dan membuat diri
ini panen pahala. Setidaknya, memilih mengurus mereka membuat saya belajar
menahan nafsu terselubung yang ada dalam keinginan saya untuk belajar –sekaligus
jalan-jalan keluar kota.
Kenyataan Indah Kedua; Gugur Satu Tumbuh Seribu
Laa haula wa laa quwwata illa billah. Allah-lah Maha Pemilik
rencana di balik rencana. Seringkali kehendak-Nya membuat kita menekuk muka
sambil menangis dan bertanya ‘mengapa’. Padahal, jika kita mau sedikit saja
bersabar dan menafakuri rencana-Nya, lambat tapi pasti kita akan tahu bahwa
korelasi dari rencana-rencana-Nya hanya untuk satu rencana; Allah ingin kita
tersenyum bahagia dan mengucap syukur pada-Nya.
Tiga bulan kekosongan aktivitas sudah terbayang dalam benak
saya. Sempat terbersit di pikiran untuk mengisi kekosongan aktivitas tiga bulan
dengan mengajar di Sekolah Alam atau SLB terdekat rumah. Sebenarnya, tidak
hanya untuk mengisi kekosongan waktu libur, tetapi saya juga ingin merasakan
bagaimana sulitnya mencari uang. Ya, paling tidak agar saya paham seberapa
sulitnya bapak bekerja untuk membiayai saya sejak kecil hingga sekarang.
Tapi karena saat ini tidak banyak orang sekolah yang saya
kenal, maka saya hanya bisa berangan.
Ya, meskipun keinginan masih tetap ada dan sampai saat ini saya pendam.
Jika kamu menginginkan sesuatu dengan tulus, maka dunia dan
seisinya akan membantumu untuk mendapatkan apa yang kamu inginkan. [Bollywood
Movie]
Tak ada yang lebih tahu niat yang tersembunyi dari setiap
laku manusia selain Allah swt. Saya sendiri tidak tahu apa yang Allah nilai
tentang kemauan saya untuk dapat mengisi kekosongan liburan dengan bekerja.
Tapi, sebagai bukti bahwa hanya Dia yang
Mahatahu apa-apa yang tersembunyi, Dia yang Mahabaik Mengabulkan apa-apa yang
saya mau dalam waktu singkat. Bahkan, yang Dia Berikan lebih dari apa yang saya
inginkan.
Beberapa pekan pertama, tak ada kegiatan lain di hari kerja
selain di rumah. Saat saya hampir melupakan keinginan saya untuk bekerja, tiba-tiba sebuah sms datang dari seorang teman
di kelas Novel Mas Sakti.
“Lis, mau ngajar di Sekolah Alam gak? Di tempat saya. Kalau mau,
nanti saya kirim nomor Kak Joko ya. Beliau yang ingin wawancara kamu.”
Saya hanya tercengang. Syukur bertubi-tubi seakan tak ingin
berhenti. Spontan saya membalas sms itu dan berucap terima kasih kepada teman
di seberang sana.
Malam harinya, ketika hendak menyampaikan tawaran pekerjaan
ini kepada ibu dan bapak, tiba-tiba seorang teman datang. Layaknya kebanyakan
teman, kalau sudah bertemu pasti banyak berbincang, berbagi cerita. Dan, tema
perbincangan kami malam itu adalah seputar pekerjaan.
Teman saya banyak bercerita tentang susahnya mencari
pekerjaan. Dia sudah melamar ke sana ke mari, sudah dipanggil untuk interview
di beberapa tempat, tapi tak kunjung ada panggilan yang menyatakan bahwa
dirinya diterima. Saat itu juga saya teringat dengan tawaran mengajar di
Sekolah Alam Ciganjur.
“Mau ngajar gak? Di Sekolah Alam. Tapi ngajar anak-anak
autis.” Saya mencoba menawarkan kepadanya.
“Susah gak?” teman saya agak ragu, maklum dia tidak tahu
banyak tentang anak-anak spesial.
“Gampang, insya Allah. Kalau mau nanti Lis kasih nomor orang
dalam.”
Singkat cerita, teman saya menerima tawaran pekerjaan yang
saya rekomendasikan. Teman saya melamar pekerjaan di Sekolah Alam Ciganjur,
dipanggil interview, dan bekerja di sana. Sedangkan saya, hilang sudah satu
kesempatan bekerja dan saya kembali pada kekosongan aktivitas.
Jika manusia punya perhitungan 2-1=1, maka Allah punya perhitungan
2-1=11. Ini matematika-Nya, tiada hukum negative dan pengurangan. Bahwa yang
keluar bukanlah untuk mengurangi, tapi menjadi umpan bagi yang keluar dan
mengembalikannya berkali-kali lipat.
Lepas sudah dari genggaman mimpi untuk bisa mengajar di
Sekolah Alam. Saya tak tahu apa rencana-Nya yang selanjutnya. Saya tidak tahu, apakah Allah ingin saya
menggenggam hal lain dari yang saya inginkan, atau entah.
Selang beberapa hari, di sela-sela aktivitas di FLP Ciputat, seorang
sahabat berkata dengan santainya, “Bikin CV ya, Lis. Kirim ke email-ku. Kamu
aku rekomendasikan jadi reporter ke majalah.”
Tak ada tanggapan serius dari saya saat itu. Saya hanya
tertawa sambil bercanda, tapi sahabat saya malah menanggapi dengan serius,
berlagak seperti seorang atasan. It’s mean dia benar-benar serius
meminta saya bekerja di tempatnya.
Tiada duga saya atas rencana-Nya tentang semua ini. Tanpa
minta ganti, dalam waktu singkat Allah mengganti apa yang telah pergi, bahkan
lebih. Masya Allah.
Selang beberapa hari, saat saya sedang menjalankan piket
menjaga stand FLP Ciputat di Pesta Buku Jakarta, tiba-tiba Mas Sakti, guru
menulis saya, meminta saya mengangkat handphone-nya. Di seberang sana
terdengar suara seorang wanita.
“Ini Lisfa ya? Saya Ratna. Besok bisa datang ke Hikmah? Kita
mau rapat redaksi. Nanti alamat kantornya saya kirim ya.” Telepon ditutup. Saya
hanya terheran-heran tak mengerti. Saya melirik teman saya yang juga
mendapatkan telepon serupa, wajahnya tak jauh beda keheranannya dengan saya.
Handphone Mas Sakti masih saya pegang dengan sejumlah pertanyaan yang memutar di
kepala. Lalu, Mas Sakti yang juga baru saja menerima telepon dari handphone-nya
yang lain datang dan berkata, “Lisfa, Erni, besok ke Hikmah ya. Saya
rekomendasikan kalian untuk jadi reporter di sana. Bisa kan?
Glek! Apa-apaan ini. Pikir saya saat itu. Kok bisa? Itulah pertanyaan yang
terlontar di benak saya. Mengapa dalam waktu berdekatan saya bisa menerima
banyak tawaran pekerjaan seperti ini. Masya Allah. Alhamdulillah.
Kenyataan Indah Ketiga; Mimpi yang Tak Pernah Termimpikan
Sudah beberapa bulan saya mengurung mimpi untuk belajar di
Pare dan melanjutkan aktivitas bersama satu mimpi yang terbebaskan; menjadi
reporter di majalah Muzakki dan Media Hikmah. Suatu malam, saat saya membuka
akun facebook saya, sebuah message facebook datang dari seorang
senior saya di Lembaga Pers Islam di kampus. Dalam pesan itu beliau hanya
menuliskan satu kalimat singkat yang mengajak saya untuk mendaftarkan diri
dalam salah satu ajang pelatihan kepemudaan yang cukup bergengsi di luar kota.
Keraguan sempat terbersit ketika saya hendak meng-klik
link yang diberikan beliau. Tapi, rasa penasaran yang lebih besar membuat
saya membaca tuntas semua informasi yang
ada di link yang beliau berikan.
Future Leader Summit 2012 (FLS 2012), begitulah nama ajang besar yang
diadakan di Universitas Diponegoro, Semarang. Namanya saja baru saya dengar,
konsep ajangnya pun belum saya ketahui dengan jelas. Konon, ajang ini termasuk
yang diminati oleh ribuan mahasiswa dan pemuda di seluruh Indonesia dan hanya
menerima kurang lebih 250 mahasiswa terpilih dari hasil seleksi berkas
wawancara.
Dengan wajah bodoh dan mulut menganga, saya hanya bisa
terpana setelah membaca seluruh info tentang FLS. Saya juga masih tak mengerti
mengapa senior saya mengajak saya untuk mengikuti ajang ini. “Coba-coba aja,”
jawab senior saya, singkat.
Well, semua berawal dari coba-coba. Saya coba-coba meng-klik yang
beliau berikan. Saya pun coba-coba mengunduh formulir wawancara dan
pendaftaran. Lalu, coba-coba juga mengisi sejumlah pertanyaan. Dan, formulir
yang sudah terisi pun coba-coba saya kirim kepada panitia pelaksana. Kini,
semua coba-coba sudah dilakukan. Sisanya, tinggal menunggu hasil coba-coba.
Sambil menunggu hasil coba-coba, saya tetap menjalankan
aktivitas lainnya; mengajar di Lapak Pemulung, belajar menulis di FLP, menulis
di majalah dan menjalankan amanah di kampus. Bahkan, tanpa saya sadari saya
sempat lupa kalau saya pernah mendaftarkan diri ke FLS 2012.
Ketika saya sedang membuka email untuk mengirim
tulisan ke majalah, sebuah email saya terima dari panitia pelaksana FLS
2012. Layar di depan saya menampilkan tulisan berwarna merah, “Selamat Anda
adalah mahasiswa yang terpilih menjadi bagian dari Future Leader Summit 2012.
Let’s be the next leader for Indonesia better!”
Sekali lagi. Pupil mata melebar, bibir melengkung, membentuk
semburat senyuman. Alhamdulillah, masya Allah, laa haula wa laa quwwata illa
billah. Satu kenyataan indah yang tak pernah terbayangkan. Ini adalah mimpi
yang tak pernah termimpikan.
Benar-benar seperti mimpi. Tak pernah terpikirkan sedikit pun
sebelumnya bahwa liburan semester ini, ketika saya tidak jadi belajar ke Pare,
Allah lebih Menghendaki saya untuk pergi ke Semarang.
Kurang dari seminggu persiapan untuk keberangkatan ke
Semarang dilakukan. Orang tua saya sempat cemas, karena tak seorang pun kerabat
saya yang ada di Semarang. Sehari sebelum keberangkatan, sempat ada niat untuk
mundur dan membiarkan kesempatan itu hilang. Tapi tak tega setelah melihat tas
dan sejumlah barang yang sudah disiapkan khusus oleh ibu.
Lagi-lagi, bermodal coba-coba, saya coba-coba melawan ragu
dan berangkat ke Semarang seorang diri. Entahlah apa yang akan terjadi duabelas
jam setelahnya ketika saya tiba di Semarang. Saya hanya yakin, Allah masih
punya rencana-rencana lain, rahasia-rahasia lain yang disimpan-Nya untuk
melukiskan senyum di wajah makhluk-Nya.
***
Satu mimpi terkurung sudah. Tapi siapa sangka, ternyata tiga
kenyataan indah kini menjadi gantinya.
Mungkin inilah saatnya saya belajar
lagi untuk tidak banyak mengeluh dan bawel bertanya ‘mengapa’ pada Allah.
Karena Allah punya cara unik untuk membahagiakan setiap makhluk-Nya.
Allah punya rencana
yang berbeda dari serangkaian rencana kita yang terbengkalai. Mungkin memang
rencana yang kita anggap sudah tersusun dengan sempurna justru adalah
rencana-rencana kosong yang tidak ada maknanya di hadapan Allah. Sehingga,
karena kasih sayang-Nya pada kita, Dia “tega” menghapus segala catatan rencana
yang telah kita buat dan menggantinya dengan yang menurut-Nya jauh lebih baik.
Kesal, sesal, dan sebal pada-Nya sangat mungkin muncul ketika
rencana terbengkalai. Tapi, lebihkanlah sabar untuk menunggu jawaban dan
maksud-Nya, lebihkanlah doa untuk penggatinya, lebihkanlah usaha untuk
meraihnya, karena Allah tak pernah ciptakan yang sia-sia, gagal rencana dan
tertundanya mimpi kita niscaya digantikan dengan rencana-Nya yang lebih indah.
Pasti.
Terima kasih untuk Allah, Mahacinta yang tercinta, atas hadiah-hadiah baru di
hari-hari baru. Segala puji untuk Mahacinta yang tercinta atas kejutan-kejutan
di hari-hari baru :’)
Selanjutnya, semoga Allah menetapkan diri ini untuk terus melebihkan usaha, melebihkan doa, melebihkan sabar, dan melebihkan mimpi untuk kenyataan yang lebih indah lagi :)