- Back to Home »
- Sepotong Inspirasi »
- Menjadi Tokoh Inspiratif dalam Rubrik 'Inspirasi' di Kartunet.com, Masya Allah ^^
Posted by : Lisfatul Fatinah
14 August 2012
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah yang telah Memberikan segala nikmat
atas diri yang fana ini. Segala puji bagi Allah yang senantiasa Mengiringi
setiap langkah ini. Semoga segala titik peluh yang menetes menjadi amal
kebaikan di sisi-Nya.
Sore itu saya mendapat sebuah sms dari seorang teman
sekaligus partner menulis di Redaksi Kartunet.com. Jika biasanya sms yang
dikirim adalah pemberitahuan rapat redaksi dan permintaan tulisan, kini teman
saya yang bernama Ramadhani meminta saya sebagai narasumber dalam salah satu
rubrik yang menurut saya cukup bergengsi. Yaitu rubri inspirasi yang memuat
sepenggal kisah hidup orang-orang hebat yang menginspirasi.
Singkat cerita, tibalah saat wawancara. Wallah, gugup sekali
saat diwawancara. Selain karena belum pernah diwawancarai secara formal, saya
rasa rubrik bergengsi ini tidak layak memuat profile saya.
Berikut ini saya kopi-tempel-kan tulisan di rubrik Inspirasi
Kartunet.com. Semoga isi di dalamnya dapat bermanfaat dan mengispirasi pada
kebaikan ^_^
***
“Kesadaran, bahwa aku punya keluarga yang disabilitas, lalu
kenapa aku nggak mengabdikan hidupku untuk keluargaku?” Itulah sebuah alasan
kuat yang akhirnya membuat Lisfa memutuskan untuk menerjunkan diri ke dunia
disabilitas. Meski sejak dulu ia amat mencintai dunia sains dan sempat menimba
ilmu di Jurusan Farmasi UIN pada tahun 2010, ternyata ia tidak merasa nyaman
dengan apa yang dijalaninya saat itu. Perlahan namun pasti, hati gadis 20 tahun
itu terpanggil untuk mempelajari seluk beluk kehidupan disabilitas. Tahun 2011,
Lisfa mulai menjalani hidup barunya sebagai mahasiswi jurusan Pendidikan
Luar Biasa UNJ, dan sepak terjangnya pun dimulai.
Keluarga memang selalu menjadi muara dari setiap kisah
kehidupan manusia. Keluarga yang pertama kali memperkenalkan kita dengan
lingkungan sosial di sekeliling kita. Oleh karena itu, dari keluarga juga Lisfa
mulai mengenal individu-individu dengan disabilitas. Sebut saja, Sulastri,
kakak kedua Lisfa yang kretin (kerdil). Meski usianya telah menginjak 28 tahun,
tubuhnya hanya setinggi pinggul orang dewasa. Tidak hanya itu, cara bicaranya
pun belum jelas, sikapnya masih seperti anak-anak, dan suka memainkan permainan
yang dimainkan oleh anak kecil.
“Waktu umur lima tahun, kakak panas tinggi sampai semua
rambutnya rontok. Lalu setelah sering berobat ke rumah sakit dan akhirnya
sembuh, pertumbuhan fisik dan mentalnya terhenti hingga sekarang.” Begitulah
penjelasan yang Lisfa dapatkan dari kedua orang tuanya ketika dulu ia
menanyakan kondisi Sulastri. Sejak kecil, bungsu dari tiga bersaudara ini
memang sudah mengerti dengan kondisi kakaknya itu. Menurut dia, tetangga dan
lingkungan sekitar tidak pernah memperlakukan Sulastri secara diskriminatif.
Namun tidak demikian halnya dengan Naufal, keponakan Lisfa dari kakak sulungnya
yang menyandang autistic dan hiperaktif sejak usia dua tahun.
Ya, Lisfa hidup bersama dua orang individu disabilitas di
dalam rumahnya. Dengan hambatan mental yang disandang oleh kedua anggota
keluarganya tersebut, Lisfa harus belajar untuk menghadapi mereka dengan penuh
kesabaran. Naufal yang hiperaktif sering kali tidak tidur selama berhari-hari
dan membuat gaduh suasana rumah di malam hari. Hal ini kerap kali mengundang
amarah seorang tetangga yang merasa terganggu. “Yah, mungkin nggak ngerti sama
kondisi Naufal,” ujar Lisfa, maklum.
Satu tahun menempuh studi di jurusan Farmasi UIN, rupanya
tidak membuat Lisfa nyaman. Ia merasa masih ada yang kurang dari hidup yang
tengah dijalaninya saat itu, hingga suatu hari ia menemukan jawaban. Seorang
kawan lama yang ternyata berkuliah di jurusan PLB tiba-tiba menghubunginya. Ia
bercerita tentang adiknya yang tunagrahita serta menanyakan keponakan Lisfa
yang autistik. Saat itulah Lisfa menyadari, bahwa meski telah hidup
bertahun-tahun bersama individu disabilitas, ternyata dirinya tidak mengetahui
apa-apa tentang disabilitas. Hatinya pun mulai terpanggil untuk mempelajari
dunia disabilitas lewat internet.
Semakin banyak tahu seluk beluk dunia luar
biasa yang telah dikenalnya sejak kecil, Lisfa pun semakin memantapkan
hati. Sebuah keputusan berat ketika ia harus meninggalkan dunia sains yang amat
dicintainya. Namun, toh nyatanya ia tetap melangkahkan kaki memasuki dunia
pendidikan luar biasa.
Banyak hal yang Lisfa pelajari selama menuntut ilmu di
jurusan PLB. Jika sebelumnya Lisfa kerap kali menghadapi Sulastri dan Naufal
dengan emosi, maka sekarang ia tak pernah lagi melakukannya. Lisfa mengakui,
belajar di PLB membuatnya lebih memahami bagaimana menstimulasi keluarganya
tersebut. Kondisi disabilitas yang disandang Sulastri dan Naufal pun sering
kali mengundang tatapan-tatapan aneh orang-orang di tempat umum. Dulu, Lisfa
selalu menghadapi situasi seperti ini dengan kekesalan. Namun kini, ia memahami
mengapa masyarakat bersikap demikian. “Mereka kayak gitu hanya karena mereka
nggak tahu,” tutur gadis yang juga merupakan ketua dari Komunitas Peduli Anak
Jalanan (KOPAJA) ini.
“Keluarga kita, baik dia disabilitas atau tidak, mereka
adalah titipan Allah,” ungkap Lisfa. Menurut dia, setiap keluarga harus
terlebih dahulu dapat menerima kondisi anggota keluarganya yang disabilitas,
kemudian bersikap terbuka untuk mencari jalan demi masa depan keluarganya
tersebut. Mereka harus memahami bahwa kondisi disabilitas bukanlah hal
memalukan yang perlu disembunyikan.
Dengan ilmu yang dipelajarinya, ia ingin mengubah pemikiran
masyarakat umum terhadap penyandang disabilitas. Lisfa ingin mengajak
orang-orang awam untuk melihat individu disabilitas dari sisi yang berbeda. Ia
tak pernah bosan membagi pengalaman-pengalaman uniknya berinteraksi dengan
penyandang disabilitas lewat catatan facebook-nya dengan akun Lisfatul Fatinah
Munir. “Tulisan-tulisan itu pengen aku kumpulkan untuk dijadikan buku,”
ujarnya.
Bagi Lisfa, dunia disabilitas adalah dunia yang sangat
menarik untuk dipelajari. Karena itulah, ia berharap lewat tulisan-tulisannya
akan semakin banyak orang yang tahu sisi lain dari dunia disabilitas.
Sebelum resmi menjadi seorang pendidik anak berkebutuhan
khusus (ABK) aku harus sudah bisa menjalankan proyek pribadiku: mengajarkan
keponakanku dan mendidiknya agar bisa hidup mandiri selayaknya anak normal pada
umumnya.
Itulah sepenggal kalimat yang tercantum pada blog Lisfa
di www.duniakuluarbiasa.blogspot.com.
Tampaknya gadis kelahiran 21 Februari itu sudah menetapkan targetnya. Bagi
Lisfa, tidak ada yang sulit jika segalanya dimulai dengan tekad yang kuat dan
niat yang lurus. Oleh karena itu, Lisfa mulai merenovasi cita-citanya. Jika
dulu ia ingin membangun apotek dan klinik pribadi, maka kini ia ingin
mendirikan yayasan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang tidak
mampu, serta membangun badan training dan penyuluhan di daerah-daerah terpencil
yang di dalamnya terdapat ABK yang diperlakukan tidak manusiawi. Lebih dari
itu, sebagai orang yang tidak memiliki disabilitas, Lisfa menyimpan sebuah
mimpi yang sangat luar biasa terhadap dunia disabilitas sebagaimana yang ia
ungkapkan pula dalam blog-nya, “Aku juga ingin menjadi duta Indonesia untuk
internasional sebagai duta Pendidikan Khusus.”
Link website yang memuat tulisan ini di Kaertunet.com: http://www.kartunet.com/lisfa-terjun-ke-dunia-disabilitas-karena-keluarga-1423