- Back to Home »
- Asesmen »
- Disabilitas Keturunan? Atau Menular?
Posted by : Lisfatul Fatinah
14 August 2012
Bismillahirrahmanirrahim
Setiap ada teman baru yang tahu bahwa saya berkecimpung di
dunia anak-anak disabiitas, pertanyaan-pertanyaan menarik kerap kali muncul
dari mereka. Beberapa pertanyaan sejenis yang sering muncul, terutama dari
teman-teman yang ingin menikah dan ibu-ibu yang ingin punya cucu, adalah Apakah
disabilitas adalah keturunan? Apakah disabilitas menular? Apakah disabilitas
dapat disembuhkan?
Jelas pertanyaan-pertanyaan di atas adalah bentuk ketakutan
mereka pada kemungkinan memiliki anak yang terlahir tidak ‘sempurna’. Biasanya,
dari pertanyaan-pertanyaan di atas perbincangan saya dan mereka akan merambat
pada kisah-kisah miris tentang pembuangan atau pembunuhan anak yang terlahir
dengan kekurangan (cacat). Nah, dari sinilah saya pikir ada baiknya juga
menuliskan sedikit apa yang saya tahu sebagai jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan di atas. Hal ini tidak lain agar teman-teman yang tidak
tahu bisa menjadi tahu, sehingga tidak ada lagi istilah-istilah ‘mengerikan’
yang dilabeli pada anak-anak disabiilitas.
Mungkin teman-teman juga pernah
pernah bertanya apakah disabilitas adalah keturunan. Jawabannya, disabilitas
sama sekali bukan keturunan karena setiap disabilitas memiliki penyebab medis
masing-masing yang tidak ada sangkut pautnya dengan gen atau sifat pembawa dari
orang tua ke anak.
Anak berkebutuhan khusus (ABK)
dibagi ke dalam kelompok disabilitas pengelihatan, disabilitas pendengaran,
disabilitas intelektual, disabilitas tubuh, gangguan emosi dan tingkah laku
(GETL), autis, ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders), multidisabilitas (anak
dengan disabilitas lebih dari satu), dan anak berbakat. Dari sembilan kelompok
ABK ini, semuanya disebabkan oleh berbagai hal. Secara garis besar, semua kondisi
ABK disebabkan pada hal-hal yang terjadi pada tiga masa yang sangat rentan
keselamatannya. Tiga masa itu adalah Prenatal (sebelum melahirkan atau
saat kehamilan), Natal (saat melahirkan), dan Posnatal (setelah
melahirkan atau di masa pertumbuhan anak).
Prenatal (sebelum melahirkan
atau saat kehamilan). Di masa ini, ibu yang sedang hamil seharusnya
benar-benar menjaga kesehatan tubuh dan janinnya. Jika kesehatan ibu terganggu
risiko gangguan pada janin akan terjadi. Salah satu risikonya adalah janin
terlahir cacat.
Hal-hal yang terjadi pada ibu
hamil dan berisiko pada kecacatan janin adalah ibu terinfeksi bakteri Rubella,
keracunan, mengonsumsi obat-obatan yang terlalu keras untuk pertumbuhan janin,
dan keguguran.
Sebagai contoh, kakak perempuan
saya yang memiliki anak pertama autis disebabkan saat hamil tua (sekitar tujuh
bulan) terserang tifus dengan demam yang sangat tinggi dan harus diopname
beberapa minggu. Menurut pemeriksaan medis, demam dari kakak saya merambat pada
janin yang berada di puncak perkembangan. Dan, yang terserang adalah bagian
otak kiri (tepatnya bagian wernich, tempat sistem wicara diatur). Oleh karena
itu keponakan saya speech delay (telat bicara) dan didiagnosa autis pada
usia awal perkembangannya.
Berbagai kondisi berisiko di
atas bisa menyerang bagian-bagian tertentu dari otak janin yang masih
berkembang. Sehingga, kerusakan organ atau saraf bisa terjadi di bagian mana
saja dan bentuk kecacatan setelah lahirpun akan berbeda. Mungkin saja kerusakan
terjadi pada mata, telinga, hati, tulang, sel-sel otot, atau sistem syaraf
pusat di otak. Jadi, menjaga kesehatan dan kebersihan adalah hal penting bagi
ibu hamil agar terhindar dari risiko besar ini.
Natal (saat melahirkan). Proses
melahirkan menjadi fase paling rentan akan keselamatan ibu dan bayi, pun itu
yang menjadi penentu apakah bayi akan terlahir berkekurangan atau ‘sempurna’.
Hal-hal yang menjadi potensi
terlahirnya ABK pada proses melahirkan
adalah waktu melahirkan terlalu lama (pembukaan yang lama), penggunaan
alat-alat medis saat ibu kelelahan atau pingsan ( biasanya alat yang digunakan
adalah vacum atau tang untuk menarik bayi dari liang kelamin ibu), lahir
sungsang, bayi kekurangan oksigen (ditandai dengan bayi tidak menangis saat
lahir), dan pendarahan kecil di kepala bayi saat baru lahir.
Sebagai contoh, salah satu ABK
yang saya kenal didiagnosa medis karena terjadi kerusakan syaraf
pengelihatannya di otak akibat penggunaan vacum saat dilahirkan. Kondisi ibunya
yang lemah saat melahirkan menyebabkan dokter harus membantu menarik bayi yang
sudah ada di liang kelamin dengan vacum khusus bayi. Alhasil, di usia awal
perkembangannya anak ini tidak memiliki pengelihatan yang sama seperti anak
umum lainnya. Hingga kini, anak ini memiliki pengelihatan sangat minim atau dikenal dengan istilah low vision.
Terakhir, Posnatal (setelah
melahirkan atau di masa pertumbuhan anak). Setelah bayi lahir, bayi akan
mengalami pertumbuhan awal hingga usianya 5-6 tahun. Masa ini tidak kalah
penting untuk turut diperhatikan oleh para orang tua, karena ini adalah awal
perkembangan anak ditempa secara fisik dan psikis untuk tumbuh menjadi anak
yang sehat.
Beberapa hal yang kerap kali
menjadi penyebab kedisabilitasan pada masa ini adalah anak kekurangan gizi,
kekurangan vitamin, sakit parah, dan kecelakaan yang menyebabkan kerusakan
permanen.
Teman-teman masih ingat kisah
Sang Penulis? Nah, Sang Penulis adalah salah satu contoh dari bagian ini. Sang
Penulis lahir dengan pengelihatan yang sama dengan anak umumnya. Tetapi, pada
usianya beranjak 1.5 tahun, Sang Penulis terserang campak dan demam yang sangat
tinggi, sehingga menyebabkan syaraf pengelihatan pada otaknya terganggu dan
Sang Penulis tidak dapat melihat setelah sakit selama kurang lebih enam bulan.
Dari sini kita, terutama yang perempuan,
bisa belajar untuk lebih berhati-hati di tiga masa rentan ini. Menjaga
kesehatan dan kebersihan saat hamil, menghindari penggunaan alat-alat medis
saat melahirkan, dan menjaga kesehatan anak di awal perkembangannya adalah
poin-poin penting untuk menghindari anak dari hal-hal yang berpotensi
menyebabkan anak memiliki kedisabilitasan.
Nah, sudah cukup jelas bukan
bahwa disabilitas bukanlah sifat bawaan dari gen orang tua? Dengan demikian,
disabilitas bukanlah sebuah penyakit yang diturunkan, karena memang disabilitas
bukanlah penyakit yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan dapat disembuhkan
dengan obat. Sekalipun pemicu awal disabilitas salah satunya adalah bakteri
Rubella, akan tetapi kedisabilitasan yang terjadi bukanlah disebabkan oleh
bakteri melainkan karena kerusakan permanen pada organ atau indera yang
diserang bakteri.
Jika kita sudah tahu bahwa
disabilitas bukanlah penyakit, berarti kita juga tahu bahwa disabilitas
bukanlah sesuatu yang ditularkan. Selain itu, disabilitas bukanlah kondisi yang
dapat disembuhkan. Kondisi disabilitas hanya bisa disesuaikan, misalnya yang
disabilitas pengelihatan menggunakan huruf Braille, dan disabilitas pendengaran
menggunakan bahasa isyarat. Di samping itu, kondisi disabilitas juga bisa
diminimalisir dampaknya, seperti pada anak autis biasanya diberi terapi balur
agar anak tidak mengamuk, memukul dan menyakiti diri sendiri.
Begitulah kira-kira sedikit
jawaban dari saya tentang apakah disabilitas adalah keturunan. Semoga catatan
singkat ini bermanfaat untuk menambah wawasan kita tentang dunia disabilitas.
Khususnya kepada teman-teman perempuan agar bisa memahami apa yang harus
diperhatikan pada tiga masa yang rentan
pada keselamatan anak.
Lebih dari itu, semoga catatan
ini bisa mengubah mindset bahwa ABK bukan sifat bawaan atau keturun. Dan, bisa
dipahami bahwa ABK adalah kondisi kerusakan permanen yang terjadi pada tiga
masa rentan.
Lalu, bgaimana dgn org tua yg disabilitas? Apa kemungkinan akan memiliki anak disabilitas lg? Misalnya ayahnya disabilitas, ibunya normal, apa ada kmungkinan anak akan disabilitas? Maaf malah tanya lg, bkn kmntar..hehe
ReplyDeleteHi, makasih yak sudah baca blogku :)
DeletePasangan disabilita-nondisabilitas punya probabilitas melahirkan anak yang disabilitas pula. Beberapa sumber menyebutkan kalau disabilitasnya tidak langsung diturunkan, tetapi tetap ada gen disabilitas yang diturunkan. Sehingga memungkinkan keturunan kedua seorang diasbilitaslah yang menjadi disabilitas.
Gak apa-apa kok banyak tanya. Daripada gak bertanya dan malah dapet info yang salah, lebih baik tanya :)
Mba, jika menikah dengan seseorang yang memiliki kakak dan adik yang berkebutuhan khusus. Apakah ada kemungkinan memiliki keturunan yang berkebutuhan khusus? terima kasih sebelumnya
ReplyDeleteHalo, Mbak. Sebelumnya terima kasih sudah membaca tulisan saya.
DeleteSejauh ini saya belum menemukan sumber ilmiah ataupun penelitian yang mengatakan bahwa kedisablitasan adalah genetik. Kalaupun ada yang genetik atau keturunan, hal ini jarang ditemui, Mbak. Sebab ada banyak faktor pendukung lain dari kedisabilitasan itu sendiri. Misalnya obat-obatan, penyakit yang diderita selama hamil, dan sebagainya.
Semoga jawaban saya membantu :)
Penjelasannya sangat mudah dimengerti👍
ReplyDeleteHalo dok ,,, kalo menikah dengan yang punya riwayat bibir sumbing gimana ya ?? Apa berpengaruh terhadap keturunan ?
ReplyDeleteGreat and that i have a swell offer you: Where Is Charlotte Church House Renovation home renovation quotes
ReplyDelete