Fatinah Munir

Pada kelindan rasa yang tak bisa diurai menjadi kata. Ada lapis-lapis cerita di sana. Di balik apa-apa yang tidak bisa, yang tak sanggup diperi. Adakah cara lain untuk merawi?

Lalu sejuk bertandang. Hampir bersamaan dengan pupusnya asa yang telah lama dibesarkan. Dari manakah tenteram itu datang?

Tak lama kemudian, semua yang tersimpan itu jatuh menjadi buliran. Bukan satu. Tapi beribu. Hingga lembab alas sujudnya. Hingga basah kudungnya. Hingga sembab mata sayunya. Apakah gerangan yang membuatnya begitu rengsa?

Bukan menjadi, tapi begitulah sudah bermula. Rapuh. Tidak kukuh. Hanya tasbih-tasbih yang membuatnya tetap berdiri. Hanya wajah-wajah emak dan ayu yang membuatnya tetap terlihat mampu. Meski ingin menjerit batinnya. Meski ingin menghambur langkahnya. Jauh. Jauh. Hingga bisa berjumpa ranah.

Tapi tidak pernah bersuara sakitnya. Tidak pula beranjak kakinya. Di balik titik yang merembas, tak ada seorang pun yang tahu jerit melengking batinnya. Membiarkan segala cerita menjadi rahasia dengan Pencipta rasa.

Semoga Penciptanya menguatkan dan memberi jalan. Begitu berulang digumamnya.