Archive for February 2018

MIIP #6: Ibu Manajer Keluarga Handal


Rasanya belum selesai memikirkan NHW #5 dan masih ingin merevisi setelah mendapat review tugas kemarin. Tapi apa daya, Selasa ini sesuai jadwal kelas, sudah waktunya belajar materi baru.

Alhamdulillah, materi baru kali ini ternyata menyenangkan, membikin saya semakin semangat dan melupakan pikiran yang bergejolak selama mengerjakan tugas-tugas sebelumnya. Eh tapi setelah ini pasti akan ada tugas lain yang mengaduk-aduk hati dan pikiran. 🤓

Materi kali ini bertemakan “Ibu Manajer Keluarga Handal”. Huaaa, It’s so exciting topic! Can’t wait to learn it. ^^*

Di bawah ini saya cantumkan materi keenam di kelas. Semoga bermanfaat bagi yang membacanya 🤗

Motivasi Bekerja Ibu

Ibu rumah tangga adalah sebutan yang biasa kita dengar untuk ibu yang bekerja di ranah domestik. Sedangkan ibu bekerja adalah sebutan untuk ibu yang bekerja di ranah publik. Maka melihat definisi di atas, sejatinya semua ibu adalah ibu bekerja, yang wajib professional menjalankan aktivitas di kedua ranah tersebut, baik domestik maupun publik.

Apapun ranah bekerja yang ibu pilih, memerlukan satu syarat yang sama, yaitu kita harus selesai dengan manajemen rumah tangga kita. Kita harus merasakan rumah kita itu lebih nyaman dibandingkan aktivitas dimanapun. Sehingga bagi kita yang yang memilih sebagai ibu yang bekerja di ranah domestik, akan lebih professional mengerjakan pekerjaan di rumah bersama anak-anak. Bagi kita yang memilih menjadi ibu bekerja di ranah publik, tidak akan menjadikan bekerja di publik itu sebagai pelarian ketidakmampuan kita di ranah domestik.

Mari kita tanyakan pada diri sendiri, apakah motivasi kita bekerja di rumah?

Apakah masih asal kerja, menggugurkan kewajiban saja? Apakah didasari sebuah kompetisi  sehingga selalu ingin bersaing dengan keluarga lain? Apakah karena panggilan hati sehingga kita merasa ini bagian dari peran kita sebagai Khalifah?

Dasar motivasi tersebut akan sangat menentukan action kita dalam menangani urusan rumah tangga. Jadi, kalau kita masih asal kerja maka yang terjadi akan mengalami tingkat kejenuhan yang tinggi, kita akan menganggap pekerjaan ini sebagai beban, dan ingin segera lari dari kenyataan.


Kalau kita didasari kompetisi, maka yang terjadi kita akan stress, tidak suka melihat keluarga lain sukses. Kalau kita bekerja karena panggilan hati , maka yang terjadi kita sangat bergairah menjalankan tahap demi tahap pekerjaan yang ada. Setiap kali selesai satu tugas, akan mencari tugas berikutnya, tanpa mengeluh.

Ibu Manajer Keluarga

Peran ibu sejatinya adalah seorang manajer keluarga. Maka masukkan dulu di pikiran kita
“Saya manager keluarga!” Kemudian bersikaplah, berpikirlah selayaknya seorang manajer.


Hargai diri kita sendiri sebagai manajer keluarga. Pakailah pakaian yang layak (rapi dan chic) saat menjalankan aktivitas kita sebagai manajer keluarga. Rencanakan segala aktivitas yang akan anda kejakan baik di rumah maupun di ranah publik. Lalu patuhi!

Buatlah skala prioritas. Kemudian bangun komitmen dan konsistensi kita dalam menjalankannya.

Menangani Kompleksitas Tantangan

Semua ibu, pasti akan mengalami kompleksitas tantangan. Baik di rumah maupun di tempat kerja/organisasi, maka ada beberapa hal yang perlu kita praktekkan.

Pertama adalah put first things first. Letakkan sesuatu yang utama menjadi yang pertama. Kalau buat kita yang utama dan pertama tentulah anak dan suami. Buatlah perencanaan sesuai skala prioritas anda hari ini. Bila perlu memanfaatkan gadget, kita bisa mengaktifkan fitur gadgetsebagai organizer dan reminder kegiatan.

One bite at a time. Apakah itu one bite at a time? Maksudnya adalab lakukan semuanya setahap demi setahap. Lakukan hal tersebut sekarang juga! Harua pantang menunda dan menumpuk pekerjaan. ^^3

Delegating. Maksudnya adalah delegasikan tugas yang bisa didelegasikan. Entah itu ke anak-anak yang lebih besar atau ke asisten rumah tangga kita. Ingat kita adalah manager! Jadi bukan berarti menyerahkan begitu saja tugas anda ke orang lain. Tapi kita perlu membuat panduannya. Kita perlu melatih dan biarkan orang lain patuh pada aturan anda.Latih - percayakan - kerjakan - ditingkatkan - latih lagi - percayakan lagi - ditingkatkan lagi. Begitu seterusnya. Nah, larena pendidikan anak adalah dasar utama aktivitas seorang ibu, maka kalau kita memiliki pilihan untuk urusan delegasi pekerjaan ibu ini, usahakan pilihan untuk mendelegasikan pendidikan anak ke orang lain adalah pilihan paling akhir.

Perkembangan Peran

Kadang ada pertanyaan, sudah berapa lama jadi ibu? Kalau sudah melewati 10.000 jam terbang (baca tentang 10.000 jam terbang di sini dan di sini) seharusnya kita sudah menjadi seorang ahli di bidang manajemen kerumahtanggaan. Tetapi mengapa kenyataannya tidak? Karena selama ini kita masih sekadar menjadi ibu.

Ada beberapa hal yang bisa ibu lakukan dan calon ibu persiapkan ketika ingin meningkatkan kualitas kita agar tidak sekedar menjadi ibu lagi. Di antaranya adalah mungkin saat ini kita adalah kasir keluarga, setiap suami gajian, terima uang, mencatat pengeluaran, dan pusing kalau uang sudah habis. Tapi gajian bulan berikutnya masih panjang. Maka tingkatkan ilmu di bidang perencanaan keuangan, sehingga sekarang bisa menjadi manajer keuangan keluarga.


Mungkin kita adalah seorang koki keluarga, tugasnya memasak keperluan makan keluarga. Dan masih sekedar menggugurkan kewajiban saja. Bahwa ibu itu ya sudah seharusnya masak. Sudah itu saja, hal inilah yang membuat kita jenuh di dapur. Mari kita cari ilmu tentang manajer gizi keluarga, dan terjadilah perubahan peran.^^*

Saat anak-anak memasuki dunia sekolah, mungkin kita adalah tukang antar jemput anak sekolah. Hal ini membuat kita tidak bertambah pintar di urusan pendidikan anak. Karena ternyata aktivitas rutinnya justru banyak ngobrol tidak jelas sesama ibu-ibu yang seprofesi antar jemput anak sekolah.

Mari kita cari ilmu tentang pendidikan anak, sehingga meningkatkan peran saya menjadi manajer pendidikan anak. Anak-anak pun semakin bahagia karena mereka bisa memilih berbagai jalur pendidikan, tidak harus selalu di jalur formal.

Cari peran apalagi, tingkatkan latihan, dan seterusnya. Jangan sampai kita terbelenggu dengan rutinitas baik di ranah publik maupun di ranah domestik, sehingga kita sampai lupa untuk meningkatkan kompetensi kita dari tahun ke tahun. Akhirnya yang muncul adalah kita melakukan pengulangan aktivitas dari hari ke hari tanpa ada peningkatan kompetensi. Meskipun kita sudah menjalankan peran selama 10.000 jam lebih, tidak akan ada perubahan karena kita selalu mengulang hal-hal yang sama dari hari ke hari dan tahun ke tahun.
Hanya ada satu kata BERUBAH atau KALAH.

Salam Ibu Profesional,

Tim Matrikulasi IIP

Referensi:

- Institut Ibu Profesional, Bunda Cekatan, sebuah antologi perkuliahan IIP,  2015
- Hasil diskusi Nice Homework Matrikulasi IIP Batch #1, 2016
- Irawati Istadi, Bunda Manajer Keluarga, halaman featuring, Success Mom's Story: Zainab Yusuf As'ari, Amelia Naim, Septi Peni, Astri Ivo, Ratih Sanggarwati, Okky Asokawati,Fifi Aleyda Yahya, Oke Hatta Rajasa, Yoyoh Yusroh, Jackie Ambadar, Saraswati Chasanah, Oma Ary Ginanjar, Pustaka Inti, 2009.
- Video materi Ibu Manajer Keluarga


Diskusi Ibu Manajer Keluarga Handal

Pertanyaan 1

Ibu sebagai manager keluarga, maksudnya berpakaian rapi dan chic itu bagaimana? saya kalau di rumah dasteran, rambut di kuncir seadanya, anter anak sekolah paling lipstikan sama alisan dikit.
Kadang aktivitas sudah sedemikian rupa direncanakan, namum 24 jam itu serasa kurang dan yang menjadi prioritas malah belum sempat di kerjakan. Bagaimana agar saya bisa berubah bukan hanya di niat dan komitmen saja? Terima kasih.

Jawaban 1

Berpakaian rapi itu layaknya berpakaian seperti kerja kantoran, Mbak. Tapi nggak harus rapi banget. Minimal pakaian rapi, bersih, dan wangi Jadikan rumah kita sebagi kantor utama.
Jadi, jangan pakai daster kucel, penampilan seadanya.

Belajar dari Bu Septi, ketika Bu Septi fokus memenuhi target 10.000 jam dalam mendidik anak-anaknya. bu septi membuat sebuah project yaitu "7 to 7 project".

Jadi, dari jam 7 pagi sampai jam 7 malam, Bu Septi berpakaian rapi untuk mendidik anak-anaknya dengan sungguh sungguh. Menentukan waktu khusus untuk bermain dan mendidik anak, kalau tidak salah hingga pukul 14.00. Sampai pukul 14.00 tersebut jika ada tamu yang datang (misalnya tetangga ajak ngobrol, kumpul-kumpul, dan lainnya harus menunggu Bu Septi sampai selesai bermain dan belajar bersama anak.

Dari pengalaman Bu Septi itu, kita bisa juga belajar untuk menghargai peran kita bekerja di ranah domestik (rumah). bekerja di rumah dilakukan secara profesional layaknya ibu yang bekerja di ranah publik.

Nah, sekarang kita bisa lihat hasil dari kesungguhan Bu Septi dalam berproses menjadi ibu profesional. Bu Septi menyebut pekerjaannya dulu "Ibu rumah tangga profesional" dan memiliki kartu nama. Kartu nama diberikan saat bertemu orang ketika menemui acara-acara diluar rumah. keren kan. ^^3

Untuk management aktivitas, kita akan belajar tentang managemen waktu. ada 4 bagian nanti yang harus kita tentukan aktivitasnya, (1) penting, mendesak, (2) penting, tidak mendesak, (3) tidak penting, mendesak (4) tidak penting dan tidak mendesak.

Pertanyaan 2

Sebagai ibu yg mengurus keluarga ada kalanya kita merasa jenuh, gimana caranya supaya panggilan hati itu terus ada dan menjalaninya tanpa mengeluh.  Misalnya saya IRT yg sehari2 dirumah, dan memang senang beberes melakukan pekerjaan domestik. Tapi ada kalanya saya jenuh dan mengeluh pada akhirnya.

Jawaban 2

Agar panggilan hati terus ada, berdasarkan pengalaman pribadi biasanya Uni Trisa selalu mengingatkan dirinya sendiri tentang tujuan penciptaan saya (baik sebagai individu, istri dan ibu di keluarga dan di masyarakat). Hidup di dunia ini hanya sementara, kita harus terus melakukan yang terbaik yang kita bisa. Bismillah!

Kalau jenuh itu sangat biasa terjadi. Biasanya karena capek pekerjaan tidak ada habisnya. Selesai A, ada lagi B, selesai B ada lagi C, dan seterusnya. Maka solusinya yaitu kita membutuhkan waktu untuk sendiri walaupun hanya sebentar, mminta izin kepada suami dan anak agar kita diberikan waktu untuk diri sendiri. Istilah keren sekarang "Me Time"

Banyak hal yang bisa dilakukan tergantung kesukaan kita masing masing, hal yang membuat kita bahagia, misalnya berduaan dengan Sang Pencipta, membaca untuk yang hobi membaca, silaturahmi dan berkumpul sama teman, ada juga yang belanja, rekreasi, dan sebagainya sesuai dengan kesukaan masing-masing.

Jadi coba dicari tahu penyebab jenuhnya dan lakukan aktivitas yang membahagiakan kita. Sesekali juga perlu muhasabah dan evaluasi diri sendiri. Bersyukur dengan apa yang kita miliki sekarang. Coba lihat juga ke orang-orang yang mungkin tidak seberuntung kita 😊

Pertanyaan 3

Bagaimana bila kita sudah sedemikian rupa menata dan mengatur peran-peran dan tugas masing-masing anggota keluarga termasuk PRT, namun ada anggota yang tidak menjalankan perannya dengan baik. Sudah dijelaskan kembali, namun masih mengulangi kesalahan yang sama.


Apa yang sebaiknya kita lakukan ya?

Jawaban 3

Untuk yang tidak menjalankan peran dengan baik, perlu dilakukan komunikasi produktif. cara berkomunikasinya disesuaikan dengan orangnya.

Misalnya suami, kadang suami melakukan kesalahan berulang karena memang disengaja atau memang tidak mau tahu merasa itu semua tugas istri. Nah, saya pernah mengalami ini, tapi setelah bicara dari hati ke hati, saat suasana yang pas, cara bicara yang baik, tatapan mata penuh cinta, dan tidak marah-marah atau emosi, alhamdulillah satu per satu bisa terselesaikan dengan baik dan kami bisa saling bekerja sama.

Jika itu anak, maka sangat wajar jika melakukan kesalahan yang sama terus terusan, karena memang mereka masih dalam tahap pembentukan karakter diri. Yang bisa ibu lakukan adalah bersabar dan terus mencontohkan bagaimana seharusnya (bukan hanya dimulut, tapi juga praktik).

Jika ART, tetap dikomunikasikan dengan baik. Tanyakan apa yang dia rasakan, apa alasannya, dan cari solusi bersama (bukan solusi yang menurut kita benar). Komunikasinya juga harus produktif.

Sebagai tambahannya bisa dibuka materi komunikasi produktif Bu Septi yang sangat banyak bertebaran di google.

Pertanyaan 4

Tentang perkembangan peran, apakah untuk jadi ibu profesional kita harus pandai dalam banyak hal seperti masak, berbenah, juga menggeluti ilmu yang mau ditekuni? Sebagai manajer keluarga, bagaimana caranya supaya bisa tetap saling menghargai dan tetap taat kepada suami? Terakhir mau tanya lagi tentang manajemen waktu. Pasti banyak sekali yang harus dikerjain oleh ibu (kerja publik/domestik). Bolehkah, Uni Trisa sebagai fasilitator sharing tips manajemen waktu yang sudah dipunyai sebagai ibu, istri, pengurus IiP, sekaligus menulis buku anak-anak juga?

Jawaban 4

Bagi saya sendiri (belajar dari Bu septi juga), kita tidak harus bisa semua ilmu dalam urusan rumah tangga. Saya hanya bisa memasak, namun tidak excellent. Memasak makanan untuk dikonsumsi sehari-hari. Sesekali belajar masakan baru. Jadi saya jarang sekali bikin kue dan lain-lain.  Dan itu saya komunikasikan kepada suami, saya tanyakan pendapat suami, dan akhirnya kami memutuskan kalau ingin makan makanan lain (cemilan misalnya), kami cukup pesan. Dan keluarga oke oke saja (tidak ada paksaan saya harus masak sendiri). Tapi sesekali saya juga bikin sendiri.  ðŸ˜Š

Saya juga tidak suka sekali menyetrika. Menyetrika adalah salah satu hal yang membuat saya tidak bahagia, pekerjaan terasa lama sekali. Kembali lagi saya komunikasikan kepada suami, solusinya bisa cari mbak yang khusus menyetrika saja. Atau pakaian rumah cukup dilipat, hanya pakaian keluar saja yang di seterika. Saat membeli baju juga cari bahan yang mudah disetrika, bahkan kalau bisa tanpa disetrika pun masih oke :)

Untuk pertanyaan kedua, setiap hal yang kita lakukan dan melibatkan keluarga atau berhubungan dengan keluarga, di komunikasikan terlebih dahulu lebih baik. Dicari solusi yang sama-sama membuat kita nyaman dan bahagia. Tidak boleh ada ego.


Satu hal yang paling penting saat berkomunikasi adalah clear and clarify. Apa yang kita rasakan harus disampaikan sepenuhnya, tidak boleh ada yang dipendam. Dan tidak boleh merasa rasa tanpa kita mengklarifikasi, apakah yang kita rasakan tersebut benar-benar seperti itu terjadi. Soalnya kan perempuan sangat sensitif, suka merasa rasa (dia marah nggak ya sama saya, dia suka nggak ya kalau saya begini, dia kok begitu orangnya). Tapi tidak pernah ditanyakan (diklarifikasi kebenarannya secara jelas, suka memberikan kode. Hal ini dalam komunikasi produktif tidak diperbolehkan.

Untuk pertanyaan terakhir, aktivitas sehari-hari dikelompokkan menjadi empat aktivitas yang telah dijelaskan sebelumnya. Penting dan mendesak, penting dan tidak mendesak, tidak penting dan mendesak, dan tidak penting dan tidak mendesak.  

Pengalaman saya dulu saat perbaikan manajemen waktu, ternyata yang tidak penting dan tidak mendesak inilah yang paling lama saya lakukan. Misalnya main gadget dan buka sosial media sebentar-sebentar tapi jika dikumpulkan seharian jadi 2 jam bahkan 3 jam. Akhirnya saya berubah.


Saya membuat manajemen waktu berdasarkan empat prioritas tadi. Kapan saya harus mengurus keluarga, kapan saya harus mengurus rumah (beberes, masak, cuci baju, dan sebagainya), kapan saya harus belajar, baca atau nulis buku (ini me time saya), kapan waktu saya untuk komunitas (biasanya siang 1.5 jam dan malan 1 - 1.5 jam). Yang terpenting adalah patuhi waktu yang telah ditentukan.

Nah, tentang manajemen waktu, biasanya saat waktu berkomunitas habis, saya akan tinggalkan gadget dan saya kembali lagi bersama keluarga. Jika ada yang darurat saya akan minta izin terlebih dahulu.
28 February 2018
Posted by Fatinah Munir

Review NHW MIIP #5: Mengapa Belajar Caranya Belajar?



Ibu dan calon ibu yang selalu semangat belajar, bagaimana rasanya mengerjakan Nice Homework di sesi #5 ini?

Melihat reaksi para peserta matrikulasi ini yang rata ada di semua grup adalah bingung, ini maksudnya apa. Bertanya-tanya pada diri sendiri dan mendiskusikannya ke pihak lain, entah itu suami atau teman satu grup. Mencari berbagai referensi yang mendukung hasil pemikiran kita semua. Masih ada yang merasakan hal lain.

Maka kalau teman-teman merasakan semua hal tersebut di atas, kami ucapkan SELAMAT! Karena teman-teman sudah memasuki tahap belajar cara belajar.

Nice Homework #5 ini adalah tugas yang paling sederhana, tidak banyak panduan dan ketentuan. Prinsip dari tugas kali ini adalah semua boleh, kecuali yang tidak boleh. Yang tidak boleh hanya satu, yaitu diam tidak bergerak dan tidak berusaha apapun.

Selama ini sebagian besar dari kita hampir memiliki pengalaman belajar yang sama, yaitu outside in informasi yang masuk bukan karena proses rasa ingin tahu dari dalam diri kita melainkan karena keperluan sebuah kurikulum yang harus tuntas disampaikan dalam kurun waktu tertentu. Hal inilah yang membuat belajar menjadi proses penjejalan sebuah informasi. Sehingga wajar kalau banyak dibantara kita menjadi tidak suka belajar, akibat dari pengalaman tersebut.

Di Institut Ibu Profesional ini kita belajar bagaimana membuat desain pembelajaran yang ala kita sendiri, diukur dari rasa ingin tahu kita terhadap sesuatu, membuat road map perjalanannya, mencari support system untuk hal tersebut, dan menentukan  exit procedure andai kata di tengah perjalanan ternyata kita mau ganti haluan.

Ketika ada salah seorang peserta matrikulasi yang bertanya, apakah Nice Homework #5 kali ini ada hubungannya dengan materi-materi sebelumnya? Tentu iya!

Tetapi kami memang tidak memberikan panduan apapun. Kalau teman-teman amati, bagaimana cara fasilitator memandu Nice Homework #5 kali ini?

Ketika peserta bertanya, tidak buru-buru menjawab, justru kadang balik bertanya. Ketika peserta bingung, tidak buru-buru memberikan arah jalan, hanya memberikan clue saja. Fasilitator banyak diam andaikata tidak ada yang bertanya, karena memberikan ruang berpikir dan kesempatan saling berinteraksi antar peserta.

Itulah salah satu tugas kita sebagai pendidik anak-anak. Tidak buru-buru memberikan jawaban, karena justru hal tersebut mematikan rasa ingin tahu anak.

Membaca sekilas hasil Nice Homework #5 kali ini ada beberapa kategori sebagai berikut. Ada di antara kita yang memberikan teori tentang desain pembelajaran. Ada juga yang membuat desain pembelajaran untuk diri kita sendiri. Akan jauh lebih baik teman-teman yang menghubungkannya dengan NHW-NHW berikutnya, sehingga tersusunlah road map pembelajaran kita di jurusan ilmu yang kita inginkan. Ada yang menggunakan ketiga hal tersebut di atas untuk membuat desain pembelajaran masing-masing anaknya.
Tidak ada benar-salah dalam mengerjakan Nice homework#5 kali ini, yang ada seberapa besar hal tersebut memicu rasa ingin tahu teman-teman terhadap proses belajar yang sedang teman-teman amati di keluarga dan di diri sendiri.

Semangat belajar ini tidak boleh putus selama misi hidup kita di dunia ini belum selesai. Karena sejatinya belajar adalah proses untuk membaca alam beserta tanda-tanda-Nya sebagai amunisi kita menjalankan peran sebagai khalifah di muka bumi ini.  Setelah bunda menemukan pola belajar masing-masing, segera fokus dan praktikkan kemampuan tersebut. Setelah itu jangan lupa buka kembali materi awal tentang adab mencari ilmu. Karena sejatinya adab itu sebelum ilmu.

Belajar ilmu itu mempunyai 3 tingkatan, ibu dan calon ibu. Pertama barangsiapa yang sampai ke tingkatan pertama, dia akan menjadi seorang yang sombong. Yaitu mereka yang katanya telah mengetahui segala sesuatu, merasa angkuh akan ilmu yang dimiliki. Tak mau menerima nasihat orang lain karena dia telah merasa lebih tinggi. Bahkan dia juga tidak menganggap pendapat orang yang memberikan nasihat kepadanya, disalahkannya. Penuntut iomu seperti ini selalu mau menang sendiri, tidak mau mengalah meskipun pendapat orang lain itu benar dan pendapatnya yang salah.

Di sisi lain, penuntut ilmu di level ini terkadang mengatakan sudah berpengalaman karena usianya yang lebih lama, namun sikapnya masih seperti kekanak-kanakan. Terkadang ada  yang berpendidikan tinggi, namun  tak mengerti akan ilmu yang dia miliki. Dia malah semakin menyombongkan diri, congkak di hadapan orang banyak. Merasa dia yang paling pintar dan ingin diakui kepintarannya oleh manusia. Hanya nafsu yang diutamakan sehingga emosi tak dapat dikendalikan maka ucapannyapun mengandung kekejian.

Selanjutnya adalah barangsiapa yang sampai ke tingkatan kedua, dia akan menjadi seorang yang tawadhu`, tingkatan yang membuat semua orang mencintanya karena pribadinya yang mulia meski telah banyak ilmu yang tersimpan di dalam dadanya, ia tetap merendah hati tiada meninggi. Semakin dia rendah hati, semakin tinggi derajat kemuliaan yang dia peroleh. Sesungguhnya karena ilmu yang banyak itulah yang mampu menjadikannya paham akan hakikat dirinya. Dia tak mudah merendahkan orang lain. Senantiasa santun dan ramah, bijaksana dalam menentukan keputusan suatu perkara. Dia dengan semuanya itu membuatnya semakin dicinta manusia dan insya Allah, Allah SWT pun Mencintainya.

Terakhir, barangsiapa yang sampai ke tingkatan ketiga, dia akan merasakan bahwa dia tidak tahu apa-apa. Stay foolish, stay hungry.

Tingkatan terakhir ini adalah yang teristimewa. Orang-orang di level ini selalu merasa dirinya haus ilmu tetap tidak mengetahui apa-apa meskipun ilmu yang dimilikinya telah memenuhi tiap ruang di dalam dadanya. Karena dia telah mengetahui hakikat ilmu dengan sempurna, semakin jelas di hadapan mata dan hatinya. Semakin banyak pintu dan jendela ilmu yang dibuka, semakin banyak didapati pintu dan jendela ilmu yang belum dibuka. Justru, dia bukan hanya tawadhu`, bahkan lebih mulia dari itu. Dia selalu merasakan tidak tahu apa-apa, mereka bisa tak berdaya di dalamnya lantaran terlalu luasnya ilmu.

Sampai dimanakah posisi kita? Hanya diri kita yang tahu.

Salam Ibu Profesional,


Tim Matrikulasi Ibu Profesional

Referensi:
Hasil Nice Homework #5, Peserta Matrikulasi IIP Batch #5, 2018
Materi Matrikulasi IIP Batch #5, Belajar cara Belajar,  2018
Materi Matrikulasi IIP Batch #5, Adab Menuntut Ilmu, 2018

***

Setelah review kemarin, saya bersama teman-teman dan fasilitator kelas berdiskusi beberapa hal tentang tugas yang sudah di buat. Ternyata benar apa yang ditulis di atas, fasilitator saya juga bilang kalau tugas ke lima ini hasilnya sangat beragam. Hehehe. Mulai dari cara pengerjaan dan strategi pengerjaannya pun berbeda-beda. Begitulah semestinya :)

Kemarin pun fasilitator saya sharing sedikti tentang "learn how to learn" ala Uni Trisa, nama fasilitator saya. Sederhananya, Uni Trisa akan selalu mulai dengan pertanyaan. 5W + 1H. Menurut pengalaman beliau, dari sini akan ada banyak hal yang ingin kita ketahui, cara mengetahui hal tersebut bagaimana (termasuk didalamnya harus menyesuaikan dengan gaya belajar kita), kapan saja kita harus belajar supaya bisa konsisten, ini juga bisa menambah jam terbangnya, darimana saja sumbernya, apakah  perlu mencari guru khusus atau tidak dan banyak lagi hal lainnya yang bisa dijabarkan menjadi poin-poin utama, kemudian poin-poin penjelasnya. Menurut Uni Trisa pun membuat resume belajarnya juga lebih mudah jika dibuat poin-poin seperti ini. Waaah bisa ditiru nih yaa kalau memang cocok dengan gaya belajar kita. ^^*

Uni Trisa ini senang menulis di google docs dan harus terkoneksi ke internet. Katanya agar bisa melanjutkan belajar kapanpun dan dimanapun. Karena penasaran, saya tanya mengapa memilih menulis dnegan google docs dan harus terkoneksi internet? JAwaban Uni Trisa adalah karena dengan googl3 docs beliau bisa menulis di mana saja. Bisa di handphone ketika tidak bawa laptop dan bisa menggunakan perangkat lain kalau tidak membawa laptop atau handphone. Alasan lainnya karena dengan google docs, seluruh data tersimpan ke alamat email dan bisa diedit di mana pun dan kapan pun tanpa bingung menyimpan data di mana.

Kalau berdasarkan cerita  Uni Trisa, trik ini diajarkan oleh Bu Septi, founder IIP. Beliau bilang kalau setiap orang tua kini harus melek teknologi dan memanfaatkan teknologi dengan maksimal. Lebih baik lagi kalau dimanfaatkan untuk kebaikan. Masya Allah. Keren ya!

Sebagai tambahan dari Uni Trisa, priinsip caranya belajar adalah permudah cara kita mempelajari sesuatu, jangan dibayangkan hal yang sulit terlebih dahulu karena itu dapat membuat kita stress ketika akan memulai belajar. Hal ini karena belajar adalah hal yang sangat menyenangkan.

Ketika kita belajar suatu hal lagi spontan berkata, “Ooh begitu! pertanda ada hal baru yang “diperoleh dan membuat berbinar-binar. Jadi, erbahagialah saat mengimplementasikan cara belajar tersebut, jika kita tidak bahagia dan berbinar binar, maka perlu kita evaluasi cara belajarnya. Jika bisa dibuat lebih detail waktu pelaksanaan program belajarnya, itu jauh lebih baik. Karena kita bisa mengukur sejauh mana kita sudah belajar dan evaluasinya.

Pertanyaan besarnya adalah apakah selama ini kitabelajar karena memang butuh? Bahagiakah saat belajar? Optimalkan saat belajar? Atau bahkan sudah mengurangi waktu belajar untuk mengupgrade diri? Sehingga kita merasa hidup begitu begitu aja, sehingga tidak ada yg spesial dalam hidup kita. Yang penting dijalani saja. 😊

Nah, belajar ini tidak harus membaca buku, ikut kelas atau kajian, nonton video, tapi bisa juga belajar dari pengalaman, apa yang kita lakukan sehari hari. Oleh karena itu, rancanglah cara belajar ala gue banget yang membuat kita semakin cinta dan selalu ingin  belajar lagi dan lagi.

Lalu, kenapa kita harus belajar bagaimana cara belajar?

Dari hasil diskusi semalam jawabannya adalah supaya hasil yg akan dicapai nanti maksimal. Kalau kita sudah bisa tahu cara belajar yang tepat untuk diri sendiri, insya Allah bisa menerapkan cara belajar yang tepat untuk anak-anak kita. Jadi lebih mengenal diri sendiri terlebih dahulu.

Saat mengerjakan setiap nice homework secara tidak sadar kita lebih paham tentang diri kita sendiri. Ooh, ternyata saya itu seperti ini ya, saya seperti ini ya, berarti kedepannya saya bisa lebih baik. Dan benar! Saya sendiri merasakan hal itu! ^^3

Nah, jika kita sudah selesai dengan dirinya sendiri, sudah sukses mengenal diri dan mengembangkan diri sesuai kekuatan diri. Lalu belajar dengan cara yang sangat kita banget, insya Allah untuk pengimplementasikan ke anak anak nanti akan lebih mudah. Insya Allah bisa lebih mudah melihat potensi besar pada ana,. karena memang kitalah pendidik utama bagi mereka. Jadi ibunya harus profesional ❤❤❤


27 February 2018
Posted by Fatinah Munir

NHW MIIP #5: Fatinah Learning Design Ver. 1.0


Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, beberapa hari lalu saya belajar lagi tentang cara belajar. Inti dari materi kemarin sebenanrya bagaimana menjadi diri sendiri, bahkan dalam hal belajar. Contohnya adalah mulai dari ketertarikan kita terhadap ilmu. Setiap orang pasti punya ketertarikan pada ilmu yang berbeda, kalau pun sama pasti aka nada perbedaan dari keilmuan yang kita tekuni. Lalu cara kita belajar pasti berbeda dong ya, sebab itu setiap orang mempunyai strategi yang berbeda dalam belajar. Terakhir yang paling penting, kita juga harus mempunyai semangat belajar yang berbeda. Semangat yang kita punya semestinya bukan berorientasi pada apa yang akan kita peroleh, melainkan mengapa kita merasa perlu mempelajari hal tersebut.

Lalu kenapa harus berbeda? Sebab hanya kita yang tahu diri kita sendiri dan hanya kita yang tahu apa yang membedakan diri kita dengan orang lain. Tujuan utamanya sebenarnya agar kita bisa menikmati setiap proses pembelajaran, karena kita membuat semua proses belajar kita berbeda berdasarkan siapa dan apa kebutuhan kita. Dengan demikian insya Allah kita akan semakin senang belajar, menikmati setiap proses belajar kita, lalu semakin mudahlah kita mencapai target yang kita punya.  ^^3

Nah, terkait materi ini tugas yang saya terima adalah membuat desain pembelajarannya sendiri. Saya sempat bingung bagaimana membuat desain pembelajaran untuk diri sendiri. Hehehe. Padahal sebagai guru, semestinya saya sudah terbiasa dengan desain pembelajaran. Baiklah, di sini saya akan berbagi sedikit bagan yang saya supaya dalam desain pembelajaran untuk diri saya sendiri. Saya menamai desain pembelajaran ini Fatinah Learning Design Ver. 1.0 (FLD Ver. 1.0). Sengaja saya buat berversi sebab saya sadar desain pembelajaran ini akan berubah suatu hari nanti, mengikuti kebutuhan saya.

Oh iya, sebelum menyusun FLD Ver. 1.0 ini saya sempat membaca semua tugas yang sebelumnya sudah saya kumpulkan. Kemudian saya menyusun ulang kerangka hidup yang saya punya dari tugas-tugas tersebut dan inilah yang saya dapatkan.

Pertama saya menetapkan peran dan misi kehidupan saya, agar aktivitas beajar saya bisa selaras dengan peran dan misi kehidupan saya. Kedua saya menentukan landasan saya dalam menuntut ilmu, hal ini agar selama proses belajar berlangsung saya bisa tetap mengacu pada landasan ini. Ketiga adalah menentukan outcome atau hasil dari seluruh proses belajar yang saya harapkan. Menentukan hasil belajar ini penting buat saya, yakni jika suatu saat saya belajar dan tidak mendapatkan outcome yang saya harapnya, itu artinya ada yang salah dalam belajar saya. Hehehe.

Terakhir dan yang terpenting adalah menyusun strategi belajar. Saya menurunkan hal-hal di atas ke dalam hal-hal spesifik dalam belajar. Topik ilmu, materi, metode belajar, hingga sumber belajar saya tuliskan dalam bagan ini.

So, kurang lebih seperti itu proses pembuatan bagan Fatinah Learning Design Ver. 1.0 ini. Teman-teman bisa melihat desain belajar saja seperti di bawah ini.

3 Peran dan 3 Misi Kehidupan
Learning Foundation
Learning Outcome
Ilmu Menjadi Hamba yang Profesional
Ilmu menjadi Ibu Profesional
Ilmu Menjadi Pendidik Autisme dan Inklusivitas Profesional 2

Ilmu Menjadi Pendidik Autisme dan Inklusivitas Profesional 1
Ilmu penunjang keporfesionalismean
***

Kurang lebih begitulah Fatinah Learning Design Ver. 1.0 yang saya buat. Besar kemungkinan saya akan memperbaikin desain ini, sebab saya merasa masih banyak yang kurang. Hehehe.

Tapi di luar kesempurnaan desain pembelajaran yang saya buat, semoga tulisan ini bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Semoga tulisan ini bisa menginpirasi pada kebaikan. Allahumma amiin.^^

@fatinahmunir | 26 Februari 2018
26 February 2018
Posted by Fatinah Munir

MIIP #5: Belajar Bagaimana Caranya Belajar


Ibu dan calon ibu yang selalu semangat belajar, bagaimana sudah makin mantap dengan jurusan ilmu yang dipilih? Kalau sudah, sekarang mari kita belajar bagaimana caranya belajar. Hal ini akan sangat bermanfaat untuk lebih membumikan kurikulum yang teman-teman buat. Sehingga ketika teman-teman membuat kurikulum unik (customized curriculum) untuk anak-anak, makin bisa menerjemahkan secara setahap demi setahap karena kita sudah melakukannya. Inilah tujuan kita belajar.

Sebagaimana yang sudah kita pelajari di materi sebelumnya, bahwa semua manusia memiliki fitrah belajar sejak lahir. Tetapi mengapa sekarang ada orang yg senang belajar dan ada yang tidak suka belajar. Suatu pelajaran yang menurut kita berat jika dilakukan dengan senang hati maka pelajaran yang berat itu akan terasa ringan, dan sebaliknya pelajaran yang ringan atau mudah jika dilakukan dengan terpaksa maka akan terasa berat atau sulit.

Jadi suka atau tidaknya kita pada suatu pelajaran itu bukan bergantung pada berat atau ringannya suatu pelajaran. Lebih kepada rasa. Membuat bisa itu mudah, tapi membuatnya suka itu baru tantangan.

Melihat perkembangan dunia yang semakin canggih, dapat kita rasakan bahwa dunia sudah berubah dan dunia masih terus berubah. Perubahan ini semakin hari semakin cepat sekali. Anak kita sudah tentu akan hidup di jaman yang berbeda dengan jaman kita. Maka teruslah mengupdate diri, agar kita tidak membawa anak kita mundur beberapa langkah dari jamannya.

Apa yang perlu kita persiapkan untuk kita dan anak kita ?

Kita dan anak-anak perlu belajar tiga hal. Yaitu belajar hal berbeda, cara belajar yang berbeda, dan semangat belajar yang berbeda.

Belajar Hal Berbeda

Apa saja yang perlu di pelajari ? Yaitu dengan belajar apa saja yang bisa menguatkan iman, sebab iman adalah dasar yang amat penting bagi anak-anak kita untuk meraih masa depannya. Kemudian menumbuhkan karakter yang baik dan menemukan passionnya (panggilan hatinya).

Cara Belajar Berbeda

Jika dulu kita dilatih untuk terampil menjawab, maka latihlah anak kita untuk terampil bertanya. Keterampilan bertanya ini akan dapat membangun kreativitas anak dan pemahaman terhadap diri dan dunianya. Kita dapat menggunakan jari tangan kita sebagai salah satu cara untuk melatih keterampilan anak2 kita untuk bertanya. Misalnya seperti di bawah ini.

Ibu jari: How
Jari telunjuk: Where
Jari tengah: What
Jari manis: When
Jari kelingking: Who
Kedua telapak tangan di buka: Why
Tangan kanan kemudian diikuti tangan kiri di buka: Which one.

Jika dulu kita hanya menghafal materi, maka sekarang ajak anak kita untuk mengembangkan struktur berfikir. Anak tidak hanya sekedar menghafal akan tetapi perlu juga dilatih untuk mengembangkan struktur berfikirnya.

Jika dulu kita hanya pasif mendengarkan, maka latih anak kita dg aktif mencari. Untuk mendapatkan informasi tidak sulit hanya butuh kemauan saja. Jika dulu kita hanya menelan informasi dr guru bulat-bulat, maka ajarkan anak untuk berpikir skeptik

Apa itu berpikir skeptik? Berpikir skeptik yaitu tidak sekedar menelan informasi yang didapat bulat-bulat. Akan tetapi senantiasa mengkroscek kembali kebenarannya dengan melihat sumber-sumber yang lebih valid.

Semangat Belajar yang Berbeda

Semangat belajar yang perlu ditumbuhkan pada anak kita adalah tidak hanya sekedar mengejar nilai rapor akan tetapi memahami subjek atau topik belajarnya. Tidak sekedar meraih ijazah/gelar tapi kita ingin meraih sebuah tujuan atau cita-cita.

Ketika kita mempunyai sebuah tujuan yang jelas maka pada saat berada ditempat pendidikan kita sudah siap dengan sejumlah pertanyaan-pertanyaan. Maka pada akhirnya kita tidak sekedar sekolah tapi kita berangkat untuk belajar (menuntut ilmu). Yang harus dipahami di sini adalah menuntut Ilmu bukan hanya saat sekolah, tetapi dapat dilakukan sepanjang hayat kita.

Bagaimanakah dengan Strategi Belajarnya?

Strategi belajarnya adalah dengan menggunakan strategi meninggikan gunung bukan meratakan lembah. Maksudnya adalah dengan menggali kesukaan, hobby, passion, kelebihan, dan kecintaan anak-anak kita terhadap hal-hal yang mereka minati dan kita sebagai orangtuanya mensupportnya semaksimal mungkin. Misalnya jika anak suka bola maka mendorongnya dengan memasukkannya pada club bola, maka dengan sendirinya anak akan melakukan proses belajar dengan gembira.

Sebaliknya jangan meratakan lembah, yaitu dengan menutupi kekurangannya. Misalnya apabila anak kita tidak pandai matematika justru kita berusaha menjadikannya untuk menjadi pandai matematika dengan menambah porsi belajar matematikanya lebih sering (memberi les misalnya). Ini akan menjadikan anak menjadi semakin stress. Jadi ketika yang kita dorong pada anak-anak kita adalah keunggulan atau kelebihannya maka anak-anak kita akan melakukan proses belajar dengan gembira.

Orang tua tidak perlu lagi mengajar atau menyuruh anak untuk belajar akan tetapi anak akan belajar dan mengejar sendiri terhadap informasi yang ingin dia ketahui dan dapatkan. Inilah yang membuat anak belajar atas kemauan sendiri, hingga ia melakukannya dengan senang hati.

Bagaimanakah membuat anak menjadi anak yang suka belajar ?

Caranya adalah dengan mengetahui apa yang anak-anak mau atau minati, mengetahui tujuan atau cita-citanya, mengetahui passionnya. Jika sudah mengerjakan itu semua maka anak kita akan meninggikan gunungnya dan akan melakukannya dengan senang hati.

Good is not enough anymore we have to be different. Baik saja itu tidak cukup, tetapi kita juga harus punya nilai lebih (yang membedakan kita dengan orang lain).

Peran kita sebagai orang tua adalah sebagai pemandu anak di usia 0-8 tahun, sebagai teman bermain anak-anak kita di usia 9-16 tahun. Kalau kita tidak mengikuti peranan di atas, maka anak-anak akan menjauhi kita. Dan anak akan lebih dekat atau percaya dengan temannya sebagai sahabat yang siap mendengarkan anak-anak kita di usia 17 tahun keatas.

Adapun cara mengetahui passion anak adalah dengan observation (pengamatan), engage (orang tua ikut terlibat), watch and listen (orang tua melihat dan mendengarkan suara anak). Orang tua juga bisa memperbanyak ragam kegiatan anak, olah raga, seni dan lain-lain. Belajar untuk telaten mengamati, dengan melihat dan mencermati terhadap hal-hal yang disukai anak kita dan apakah konsisten dari waktu ke waktu. Anak juga perlu diajak diskusi tentang kesenangan anak, kalau memang suka maka kita dorong.

Setelah itu, bantu anak mengolah kemampuan berpikirnya dengan melatih anak untuk belajar bertanya. Caranya dengan menyusun pertanyaan sebanyak-banyaknya mengenai suatu obyek. Kemudian minta anak belajar menuliskan hasil pengamatannya belajar untuk mencari alternatif solusi atas masalahnya. Kemudian minta anak melakukan presentasi, yaitu mengungkapkan akan apa yang telah didapatkan atau dipelajari. Selain itu, kemampuan berpikir pada balita bisa ditumbuhkan dengan cara aktif bertanya pada si anak.

Selamat belajar dan menjadi teman belajar anak-anak kita!

Salam Ibu Profesional,
Tim Matrikulasi IIP

Refrensi:
Dodik Mariyanto, Learning How to Learn, materi workshop, 2014
Joseph D Novak, Learning how to learn, e book, 2009

Posted by Fatinah Munir

You are The

Hallo Happy Readers!

Hallo Happy Readers!
Selamat datang di blog pribadi saya. Di blog ini teman-teman akan membaca tulisan-tulisan saya seputar pendidikan, kedisabilitasan dan inklusivitas, pengalaman mengajar, dan tulisan-tulisan lainnya yang dibuat atas inspirasi di sekitar saya. Semoga tulisan dalam blog ini bermanfaat dan menginspirasi pada kebaikan. Selamat membaca!

Contact Me

@fatinahmunir

fatinahmunir@gmail.com

Educator | Writer | Adventurer

Berbakti | Berkarya | Berarti

My Friends

- Copyright © Fatinah Munir -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -