Posted by : Fatinah Munir 02 July 2017



"Kenapa saya harus kuliah? Memangnya saya tidak bisa kerja kalau tidak kuliah? Boleh tidak sih saya masuk LSPR regular, bukan di kelas ini?" tanya salah seorang murid saya.

Sebelum saya menjawab, seorang murid lain yang duduk di bangku paling depan mengangkat tangan dan berbicara setelah saya mengangguk, mempersilakannya.

"Saya juga gak mau kuliah. But I think it's my responsibility, Miss. Kita belajar di kelas berbeda karena punya kekurangan. Kalau telinga saya tidak terlalu sensitif, saya pasti sudah di kelas regular, Miss. But.... it's okay lah. Di sini juga seru!"

Saya diam, tidak bisa menanggapi diskusi kecil yang berlangsung sebelum kelas dimulai. Suara saya seolah tercekat di tenggorokan. Menahan haru dan air mata yang mau meleleh di mata.

"Alright, I'll answer your question after this class dismissed, Ted. Thanks for your sharing, Gee! Yuk kita mulai kelasnya!" hanya itu yang bisa saya jawab untuk mengalihkan pembicaraan.

Saya masih merenungkan jawaban Gee, bahkan sampai saat ini. Mereka tahu kapasitas intelegensi mereka menunjukkan mereka mampu mengikuti kelas regular, tetapi keterbatasan emosi, sensori, perilaku, dan komunikasi membuat mereka harus berada di lingkungan khusus. Dan mereka menyadari itu. 

Seperti Gee, beberapa murid saya menyadari di mana mereka seharusnya dengan kecerdasan yang mereka miliki, tetapi sama seperti Gee, beberapa memilih untuk bergabung dengan kelas khusus dengan kespesialannya. Mereka bertahan dengan alasan dirinya sendiri.

"Saya tidak mau mengganggu mahasiswa regular dengan emosi saya yang tidak terkontrol, Miss," itu salah satu alasan Gee untuk bergabung di kelas khusus.

Mereka bertahan dengan alasannya sendiri. Demi kebaikan mereka sendiri, meskipun mungkin dari lubuk hati terdalam mereka ingin bergabung dengan mahasiswa regular. Mereka bertahan untuk kebaikan yang mereka yakini, yang kadang menjadi hal ironi bagi kami, pengajar mereka.

Di kisah lainnya, saya teringat tentang Mush'ad ibn Umair, sahabat Rasulullah yang menjadi duta dakwah Islam dalam sejarah. Beliaulah sahabat yang pertama kali diutus Rasulullah untuk mengebarkan Islam di luar Mekkah, lebih tepatnya Madinah, sebelum Rasulullah berhijrah. Beliau pula sahabat yang membuat banyak orang memeluk Islam setelah beliau mengislamkan Usayd ibn Hudhayr dan Sa'ad ibn Mu'az.

Sebelum mengimani Allah dan Rasulullah, Mush'ab adalah remaja tampan yang tidak ada remaja lain di Mekkah yang menggunakan pakaian seindah dan sehalus pakaian beliau. Beliaulah sahabat yang hidup di bawah kemanjaan harta kedua orang tuanya sebelum beliau menyatakan keislamannya.

Tetapi berbeda nasibnya sebelum bersyahadat, Mush'ab yang diusir ibunya karena berislam tinggal jauh di bawah sederhana. Pakaian beliau adalah pakaian yang paling kasar di antara sahabat yang lainnya. Pada kesyahidannya di kekalahan Islam pada Perang Uhud, Rasulullah menangisi jasadnya sebab tidak adanya kain yang layak untuk menutupi jasadnya. Hanya kain usang yang ada untuk menutupi jasad Mush'ab yang jika kain itu menutupi kepalanya, maka terlihatlah kakinya. Jika kain itu ditarik untuk menutupi kakinya, maka terlihatlah wajahnya. Kemudian Rasulullah kembali menangis, mengenang kehidupan Mush'ab yang berputar terbalik setelah keislamannya.

Di sanalah Mush'ab bertahan dengan kemiskinannya. Beliau mengganti kehidupan bermanjakan pakaian dan makanan mewah dengan kehidupan yang bahkan tidak layak disebut sederhana. Di sanalah Mush'ab bertahan dalam keislamannya dengan alasannya sendiri yang hanya Allah dan dirinyalah yang mengetahui. 


***

Murid-murid saya dengan autisme spektrum ringan, Mush'ab, dan orang-orang lainnya yang bertahan dengan kondisi yang tidak diinginkannya mungkin bisa menjadi cermin untuk memasrahkan diri. Sebagaimana Islam yang bisa berarti menyerah, yakni menyerahkan diri pada ketentuan-Nya dengan segala ikhtiar yang lagi-lagi hasil ikhtiar tersebut kembali diserahkan kepada-Nya.

Di situlah kadang kita perlu bercermin bahwa bertahan pada keberserahan diri mungkin bisa menjadi awal dari proses yang panjang. Bertahan, mungkin menjadi awal dari tujuan akhir yang sesungguhnya diinginkan, seperti halnya Gee bertahan demi belajar dan tidak ingin mengganggu orang lain dengan kekurangannya ataupun Mush'ab ibn Umair yang bertahan dalam ketidaknyamanan dunia demi menyamanan sejati di surga.

Terkadang bertahan juga adalah jawaban dari setiap kegelisahan. Ketika kita menjalani berbagai hal dengan keluhan, bertahan dengan ikhtiar dan prasangka terbaik mungkin akan mengendurkan kegelisahan selama menjalani semuanya.

Sama halnya ketika kebaikan yang dilakukan justru berbuah cibiran, mungkin bertahan adalah satu-satunya cara agar kebaikan yang dilakukan juga diterima sebagai kebaikan. Sebagaimana Rasulullah mengajarkan kita untuk mengutamakan kebertahanan, keistiqomahan, dalam beramal dan beribadah.

Dan untuk teman-teman pembaca yang sedang dalam kegundahan menanti pelabuhan hati, mengembangkan bisnis sesuai tuntunan sunnah, juga dalam menuntut ilmu dunia ataupun akhirat, bertahan dengan cara yang dicintai-Nya niscaya menjadikan masa-masa bertahan adalah masa terindah. Bertahan dalam berkhitmat kepada-Nya melalui senantiasa memperbaiki diri, menjalin kekerabatan untuk saling mengembangkan pada kebaikan, dan menjadikan jalan menuntut ilmu sebagai jalan berjuang demi menjadi muslim yang taat dan berilmu karena-Nya.

Untuk setiap hal yang kita pilih, untuk setiap masalah yang harus dihadapi, semoga kita bisa bertahan dengan cara yang disukai-Nya sehingga akhir dari kebertahanan kita menjadi akhir yang melegakan dan kita syukuri.



"Just keep holding on, keep istiqamah. Allah gives His hardest battle only for His best soldier." (Anonymous)

Leave a Reply

Terima kasih atas komentarnya :)

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

You are The

Hallo Happy Readers!

Hallo Happy Readers!
Selamat datang di blog pribadi saya. Di blog ini teman-teman akan membaca tulisan-tulisan saya seputar pendidikan, kedisabilitasan dan inklusivitas, pengalaman mengajar, dan tulisan-tulisan lainnya yang dibuat atas inspirasi di sekitar saya. Semoga tulisan dalam blog ini bermanfaat dan menginspirasi pada kebaikan. Selamat membaca!

Contact Me

@fatinahmunir

fatinahmunir@gmail.com

Educator | Writer | Adventurer

Berbakti | Berkarya | Berarti

My Friends

- Copyright © Fatinah Munir -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -