Posted by : Fatinah Munir 16 March 2015



Aku dilahirkan di tengah keluarga kecil yang sederhana dengan dua kakak perempuan. Sebagai seorang bungsu dengan selisih usia belasan tahun dengan kedua kakakku, aku dibesarkan lebih seperti seorang anak lelaki dibandingkan perempuan.

Bapak dan emak selalu membebaskanku memutuskan dan memilih apa yang aku mau. Bapak dan emak juga tidak pernah menuntut aku harus menjadi seperti apa dan harus mempunyai prestasi apa. Tetapi keduanya selalu berpesan, “Apapun yang Lis mau, lakukan saja. Tapi Lis harus bertanggung jawab dengan pilihan Lis sendiri. Tidak boleh menyalahkan orang lain atas apa yang sudah Lis putuskan!” Begitulah cara bapak dan emak mempercayaiku.

Karena itulah, sejak kecil aku selalu melakukan apapun yang aku mau, dengan konsekuensi menanggung semua akibatnya sendiri. Maka sejak duduk di sekolah dasar hingga kini aku melakukan apa saja yang kusukai, mengikuti kata hati. Mulai dari aktivitas yang sangat feminin seperti ikut kelas tari tradisional, belajar biola, menggambar, dan menyulam. Hingga aktivitas yang terkesan maskulin seperti camping, caving, hiking, dan trail running. Bahkan kini, bapak dan emak tetap membebaskan aku untuk melakukan apa yang aku minati seperti belajar menulis, mengajar anak-anak jalanan, dan memilih profesi sebagai guru pendidikan khusus, meskipun dulu aku sempat bersekolah farmasi.

Bapak dan emak tidak pernah mempermasalahkan semua aktivitasku. Bahkan emak cenderung mendukung jika aku bisa menunjukkan bahwa apa yang aku lakukan bukan untuk kesenangan semata, melainkan juga untuk berbagi kepada sesama. Bapak pun sangat senang aku bisa melakukan banyak hal yang bermanfaat untuk diriku sendiri dan orang lain.

Tapi ketika aku tumbuh sebagai wanita dewasa yang memiliki banyak kesenangan dan berusaha membagi kesenanganku dengan banyak orang, di sisi lain, apa yang aku lakukan, apa yang aku bisa, ternyata bisa menjadi sangat mengerikan bagi sebagian orang.
                                           
Yang paling menyedihkan, sosokku kadang tampak mengerikan di hadapan lelaki. Hingga salah satu temanku yang seorang lelaki berkata, “Wanita yang cerdas dan kuat itu mengerikan bagi sebagian lelaki. Para lelaki menyukai wanita yang lemah dan butuh banyak pertolongannya. Memangnya, lelaki mana yang ingin wanitanya lebih tinggi dari dirinya?”

Perkataan temanku itu membuatku tersontak lagi sedih. sampai saat ini pernyataan itu terus menjadi hal yang aku pikirkan. Berulang kali aku bertanya pada diriku sendiri, salahkah bila aku menjadi seorang wanita yang punya banyak kegemaran? Salahkah bila aku menjadi seorang wanita yang berpendidikan tinggi? Salahkah bila aku menjadi seorang wanita yang selalu mau berusaha dan tidak ingin menyusahkan banyak orang?

Yang aku tahu, aku dan wanita lainnya dicipta sebagai pendamping. Aku dan wanita lainnya dicipta bukan untuk berjalan di belakang lelaki. Aku dan wanita lainnya dicipta untuk bisa berjalan bersisian dengan lelakinya untuk saling mengisi. Sebab itu, posisi wanita dan lelaki hendaknya saling melengkapi, bukan menjadi yang lebih tinggi atau yang lebih rendah darinya.

Yang aku tahu, aku dan wanita lainnya dicipta sebagai makhluk yang lemah dan melemahkan. Serupanya Siti Hawa yang dijadikan alat oleh iblis untuk mengeluarkan Adam AS dari surga. Maka keduanya harus saling menguatkan dalam menjaga kehormatan satu sama lainnya.

Aku dan wanita lainnya sebagai penentu nasib dunia. Jika baik wanitanya, maka baik pula generasinya. Jika buruk wanitanya, maka buruk pula generasinya. Sebab itu seorang wanita haruslah cerdas agar mampu mendidik anak-anaknya kelak dengan pendidikan pertama terbaiknya dari rumah.

Ketika aku menjadi seorang wanita yang gemar melakukan banyak hal, bukan berarti aku bisa melakukan segalanya. Sejauh ini aku hanya belajar banyak hal, karena aku tahu bahwa tak banyak yang bisa aku lakukan tanpa belajar dari orang lain. Yang aku cari hanya berbagai aktivitas bermanfaat untuk mengisi waktu senggang sambil menabung ilmu.

Dengan belajar banyak hal, berharap kelak aku dan suamiku bisa menghabiskan waktu bersama anak-anak dengan berbagai aktivitas bermanfaat yang dapat dilakukan di dalam rumah. Sehingga kami tidak perlu selalu menghabiskan waktu di luar kota atau di tempat rekreasi setiap kali waktu libur tiba. Sebab mungkin kelak aku bersama suamiku bisa membuat mainan dan menduplikasi karakter kartun dari clay, mendaur ulang sampah-sampah plastik menjadi tas yang bisa digunakan sendiri, melukis di atas kayu, atau membuat kue kesukaan kami bersama sambil mengajak anak-anak bercerita banyak hal yang telah mereka lakukan selama di sekolah.

Aku berharap kelak anak-anakku mendapatkan banyak ilmu, pengalaman, dan asuhan hangat langsung dari tangan kedua orang tuanya, dan mereka dapat merasakan surga yang sesungguhnya di dalam rumah.

Ketika aku seorang wanita yang menyukai hiking dan traveling, bukan berarti aku adalah seorang wanita yang kuat. Aku juga lemah. Kondisi fisikku mudah jatuh jika terlalu banyak aktivitas. Aku sangat mudah panik, cengeng, mudah menangis jika dimarahi, dan aku sering diam-diam menangis setiap kali bepergian jauh karena tiba-tiba homesick.

Ketika aku seorang wanita yang menyukai hiking dan traveling, aku ingin kelak aku dan suamiku tidak hanya selalu mengajak anak-anak berlibur ke tempat rekreasi dengan tiket ratusan ribu. Kelak aku ingin diriku, suamiku, dan anak-anak kami bisa berlibur di padang savana atau di bawah pepohonan rindang di kaki gunung. Tidur bersama dalam satu tenda, membuat minuman hangat dan makanan di antara rerumputan, bercengkrama, dan menyaksikan anak-anak kami berlarian di sekitar perkemahan. Aku hanya ingin memberitahukan anak-anakku tentang betapa hebatnya Tuhan menciptakan alam semesta ini dengan sangat indah dan kita sebagai manusia harus menjaganya. Aku hanya ingin mengajarkan anak-anakku bahwa ada kebesaran yang tak tertandingi oleh siapapun di dunia ini.

Ketika aku menjadi seorang wanita yang senang melakukan berbagai aktivitas sosial, bukan berarti aku seorang yang kaya raya hingga mampu mendermakan berapapun harta yang aku punya. Aku hanya wanita yang berprofesi sebagai guru dan berpenghasilan sama seperti guru lainnya. Aku hanya gemar bertemu banyak orang baru, berbagi pengalaman dan kasih sayang, berkumpul dan mengajar anak-anak yang bekerja di jalanan. Yang aku lakukan hanya ingin berbagi sedikit waktu dan ilmuku kepada mereka, agar mereka merasakan hak mereka untuk diajak berinteraksi selayaknya manusia.

Kesenanganku di aktivitas sosial, kelak ingin kukenalkan kepada suami dan anak-anakku. Aku berharap kelak aku dan suamiku bisa berbagi bersama-sama. Mengajak anak-anak kami ke tempat anak-anak jalanan, ke panti asuhan, ataupun ke panti anak-anak cacat untuk berbagi kebahagiaan. Aku ingin anak-anakku berada di lingkungan yang penuh cinta kasih, sehingga mereka tumbuh menjadi anak-anak berhati lembut, senang berbagi, dan pandai bersyukur kepada Tuhan atas apapun yang mereka miliki.

Lantas salahkah ketika aku ingin menjadi wanita cerdas yang mempunyai banyak keahlian? Bukankah anak-anak kita berhak untuk tumbuh cerdas lahir, batin, dan pikiran? Maka siapa yang akan mendidik mereka jika bukan orang tua yang cerdas mendidiknya? Maka siapa yang akan merawat mereka jika bukan ibu yang cerdas dengan kelemahlembutannya?

Ketika aku ingin menjadi wanita yang cerdas dan berpengetahuan luas, semengerikan itukah aku di hadapan lelaki dan banyak orang di sekitarku? Padahal aku juga hanya wanita biasa yang lemah dan juga selalu ingin diperlakukan lemah lembut. Padahal aku hanya ingin menjadi bagian dari wanita-wanita yang bisa melahirkan, merawat, dan mendidik anak-anaknya menjadi generasi yang cerdas dan berakhlak mulia. Hanya itu.


@fatinahmunir | Jakarta, 16 Maret 2015




{ 1 komentar... read them below or add one }

Terima kasih atas komentarnya :)

You are The

Hallo Happy Readers!

Hallo Happy Readers!
Selamat datang di blog pribadi saya. Di blog ini teman-teman akan membaca tulisan-tulisan saya seputar pendidikan, kedisabilitasan dan inklusivitas, pengalaman mengajar, dan tulisan-tulisan lainnya yang dibuat atas inspirasi di sekitar saya. Semoga tulisan dalam blog ini bermanfaat dan menginspirasi pada kebaikan. Selamat membaca!

Contact Me

@fatinahmunir

fatinahmunir@gmail.com

Educator | Writer | Adventurer

Berbakti | Berkarya | Berarti

My Friends

- Copyright © Fatinah Munir -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -