- Back to Home »
- Sepotong Inspirasi »
- Panji: Potret Naufal yang Lain
Posted by : Lisfatul Fatinah
10 October 2011
Pertama kali aku melihatnya di depan Masjid Nurul Irfan di kampusku, ketika aku hendak shalat dhuha. Tubuhnya tinggi, nyaris sama dengan rata-rata tubuh mahasiswa tingkat pertama di kampus ini. Kalau tidak salah, sudah ada kumis tipir di antara hidung dan bibir atasnya. Seingatku, dulu ia mengenakan kaos merah lengan pendek dengan celana jeans yang sudah usang. Dari jauh sudah nampak bahwa dia berbeda dari yang lainnya.
Awalnya, aku kira dia mahasiswa, sama sepertiku dan yang lainnya. Tapi ketika aku memerhatikannya lebih lekat lagi dari kejauhan, jelas dia bukan mahasiswa ataupun siswa yang masih bersekolah di Labschool UNJ (sekolah elite binaan UNJ).
Siangnya, ketika aku ingin shalat zuhur di masjid yang sama, lagi-lagi aku melihatnya. Masih dengan pakaian tadi pagi, tapi pakaiannya terlihat lebih kotor. Wajahnya juga semakin kusam, tertutup debu jalanan.
Saat berjalan mendekati masjid, aku melihat dia sedang tertawa dengan seorang senior berjilbab panjang.
Keesokan harinya, di waktu dhuha, aku juga melihat dia. Kali ini bukan di depan masjid, melainkan di depan gedung fakultasku. Dan kali ini aku melihatnya lebih dekat. Karena penasaran, aku bertanya-tanya kepada yang lain tentang sosok itu. Panji, itu namanya yang aku tahu dari seorang teman. Menurut cerita temanku, panji adalah seorang individu berkebutuhan khusus (IBK). Entahlah dia grahita (kemampuan intelektual di bawah rata-rata) atau autis.
Panji, sosoknya mengingatkanku pada Naufal, keponakanku yang juga seorang berkebutuhan khusus. Bukan berlandaskan rasa iba sehingga aku ingin sekali mengenalnya dan menjadi "teman"-nya di sini, sama sekali bukan. Melihat sosoknya, aku seakan dekan dengan keponakanku sendiri, seakan Naufal pun ada di sana. Ya, melihat Panji seakan melihat Naufal dalam potret berbeda.
Ingin sekali bisa berdekatan dengan Panji. Mengenal sosok Panji sedekat aku mengenal keponakanku. Karena aku biasa berkomunikasi dengan pribadi seperti itu, maka aku berani ada di dekatnya. Ya, itu yang aku katakan ketika beberapa teman enggan mendekati Panji.
(... bersambung)
Oleh: Lisfatul Fatinah Munir
Waah penasaran ka lis ,, gimana karakter Panji selanjutnya .. :D
ReplyDeleteTunggu aja postingan selanjutnya ya :)
ReplyDelete