- Back to Home »
- Sepotong Inspirasi »
- Memanusiakan Manusia
Posted by : Lisfatul Fatinah
15 October 2011
“Ooh, berarti kamu sering ketemu anak yang gak normal ya?”“Yang ngajar anak-anak idiot ya?”“Murid kamu anak-anak yang ileran dong? Yang gak bisa ngapa-ngapain itu ya.”
Tiga kalimat di atas hanyalah segelintir kalimat yang sering saya dengar ketika ada yang menanyakan kegiatan saya akhir-akhir ini. Memang sudah tiga bulan lebih saya dengan sengaja berkecimpung di dunia anal luar biasa. Yakni dunia yang secara awan dikenal sebagai dunia anak-anak yang tidak normal, idiot, ileran, buang air di tempat, dan sederet identifikasi negative lainnya.
Kalau boleh jujur, saya sangat jengkel kalau ada merespon istilah anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus (ABK) dengan hal-hal yang serba kekurangan. Kalau boleh bersikap jutek, pasti saya langsung mengatakan, “Memangnya kamu normal?” Nah, dalam catatan kali ini saya akan sedikit sharing mengenai makna dunia yang baru saya temui ini, yang menurut masyarakat awan identik dengan anak-anak yang cacat dan berkelainan fisik atau mental.
Memang, sebelum masuk ke dunia formal anak berkebutuhan khusus (ABK), saya sudah terbiasa dengan ABK. Di rumah saya terdapat dua orang ABK; kakak kedua saya yang menderita kretin, serta keponakan saya yang seorang pernyandang autistik dan ADHD (hiperaktif). Tapi, apakah kita harus serumah dulu dengan ABK, baru kita mau dan bisa memahami hakikat keberadaan mereka. Jawabannya: tidak. Justru pemahaman ini bisa dengan mudah kita dapatkan seandainya kita mau mengubah paradigma kita tentang mereka.
***
Kita semua sama. Itulah hal yang pertama kali saya tanamkan dalam pikiran saya, sehingga ketia bertemu dengan ABK saya menganggap mereka sama dengan saya, sama juga dengan kalian. Dan bukankah dalam Islam sudah jelas bahwa semua manusia sama. Bahkan, penyetaraan derajat manusia lebih ditekankan hingga di hadapan Allah. Dan hanya ketakwaan manusialah yang menjadi pembedanya. Jadi, untuk apa kita merasa berkelebihan dari mereka?
Dengan nalar seperti inilah saya belajar bagaimana “memanusiakan manusia” sesuai hakikatnya, bahwa manusia diciptakan Allah untuk beribadah dan yang membedakan manusia yang satu dengan yang lainnya hanyalah ketakwaannya.
Hal ini juga yang mengantarkan saya pada inti salah satu ayat al-Quran (saya lupa surat apa dan ayat berapa) yang menyatakan bahwa sesungguhnya manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling berhubungan dalam rangka saling membutuhkan.
Bertolak pada semboyan Indonesia yang terukir dalam pita yang digenggam garuda, Bhineka Tunggal Ika, Prof. Dr. Muljono Abdurrahman, dosen yang perawakan dan kecerdasannya mengingatkan saya kepada almarhum K.H. Abdurrahman Wahid, mengatakan bahwa nilai memanusiakan manusia berada pada semboyan ini. “Berbeda tetapi tetap satu”, memiliki makna bahwa apapun perbedaan yang ada di antara manusia, mengajak kita untuk tetap bersatu menuju satu titik kesamaan yakni Tuhan. Selaras dengan tujuan diciptakannya manusia, yakni beribadah kepada Allah.
Memanusiakan manusia, menjadikan mereka, ABK, sama dengan kita. Bahwa mereka tetap manusia, sama seperti kita. Bahwa kekurangan mereka bukan untuk dikasihani. Bagi saya yang melankolis kronis, merekalah tempat kubelajar banyak hal. Memahami setiap individu yang berbeda dan istimewa dengan segala keterbatasan yang dimilikinya.
Selamat memanusiakan manusia. Semoga kita bisa belajar memandang sesuatu dari sisi lain, dari sudut mata sesama manusia, sesama makhluk Tuhan yang punya keterbatasan.
Oleh: Lisfatul Fatinah Munir
Tanah Merah,
Sabtu pagi 15 Oktober 2011
Nice banget....every child's special
ReplyDeleteini semua untuk saya, kamu, dia, juga mereka...bahwa setiap kita adalah bintang yang bersinar. Tidak peduli bagaimana kita mulai membahasakan cinta tentang betapa luar biasanya tiap2 diri...karena yang perlu kita pahami adalah bagaimana kita tetap bercahaya meski dalam gelap...^_^
Great ! Subhanallah , memang Allah dengan sempurna menciptakan apa yang kurang sempurna sehingga timbullaah kesempurnaan di ketidaksempurnaannya :)
ReplyDelete^_^
ReplyDelete