Posted by : Fatinah Munir 08 October 2019

Photo by Carli Jeen on Unsplash
Banyak yang bertanya kenapa saya sangat antusias ingin mendalami pendidikan autisme usia dewasa. Padahal mendidik individu dengan autisme usia anak-anak saja sudah sulit, bagaimana lagi dengan yang usia dewasa. Salah satu komentar yang datang kepada saya terima biasanya seperti itu. Atau yang lebih sering adalah komentar yang mengatakan kalau pilihan saya mendidik individu dengan autisme usia dewasa merupakan langkah aman. Hal ini karena kebanyakan orang percaya kalau setiap individu dengan autisme di usia dewasa sudah lebih bisa beradaptasi daripada individu dengan autisme usia anak-anak yang masih membutuhkan banyak bantuan dan masih perlu “dibentuk” perilakunya.

Lingkungan terdekat saya adalah alasan utama mengapa saya memutuskan memperdalam pendidikan autism dewasa. Qodarullah, keponakan saya diagnosis memiliki spektrum autisme sejak 2002, saat usianya dua tahun. Ketika saya memutuskan kuliah pendidikan khusus, keponakan saya sudah memasuki usia sebelas. Itu artinya keponakan saya akan meninggalkan usia anak-anak dan akan masuk ke usia remaja awal.

Selama menjalani perkuliahan, saya sangat berharap bisa mendapatkan ilmu pendidikan autisme dewasa. Sayangnya, hingga saya lulus tidak ada satupun matakuliah yang mengakomodasi harapan dan rasa ingin tahu saya. Saya tidak menemukan jawaban dari rasa penasaran saya, karena selama di kampus tidak ada satu pun matakuliah yang mempelajari pendidikan individu dengan autism di usia remaja dan dewasa –demikian juga dengan individu berkebutuhan khusus lainnya. Ya, semua yang pernah saya pelajari selama kuliah hanya pendidikan untuk individu berkebutuhan khusus di usia anak-anak. Dan sepertinya sampai saat ini pun belum ada matakuliah yang membahas pendidikan individu berkebutuhan khusus hingga usia dewasa. Daripada menyerah, tidak terakomodasinya rasa penasaran saya di kampus justru membuat saya semakin semangat untuk mempelajari sendiri pendidikan autisme dewasa. Oleh sebab itu saat mencoba mencari tahu sendiri, baca-baca sendiri walaupun tidak semaksimal belajar langsung dengan dosen.

Ketika itu beberapa dosen yang saya tanyakan mengenai pendidikan autism dewasa kerap kali mengatakan kalau sulit mempelajari pendidikan autisme dewasa, karena tidak banyak referensi dalam negeri. Setiap kali mendapatkan jawaban semacam ini, sejujurnya saya merasa sedih. Sebab itu artinya masih sedikit orang yang memikirkan solusi jangka panjang atas keberadaan individu dengan autisme.

Photo by Robin Worall on Unsplash

Bagaimana nasib mereka setelah menerima layanan pendidikan dan lulus sekolah? Apakah pendidikan yang sudah mereka terima cukup membuat mereka mandiri, seperti tujuan pendidikan nasional? Apa indikator mandiri untuk individu autisme dewasa? Akankah mereka terus tergantung pada lembaga pendidikan dan pelatihan hingga mereka tua?


Pertanyaan-pertanyaan di atas berputar di kepala saya dan alhamdulillah menjadi modal buat saya untuk terus semangat mempelajari pendidikan individu autisme dewasa walaupun katanya susah. Selepas kuliah, saya juga bertekad akan bekerja di lembaga pendidikan khusus untuk individu autisme dewasa. Alhamdulillah. Sekarang saya sudah berada di lingkungan yang sangat saya dambakan sejak dulu, mengajar individu autisme dewasa.

Memasuki tahun keempat membersamai individu autisme dewasa yang sering saya sebut murid-murid besar, tidak hanya membuat rasa penasaran dan keingintahuan saya sejak kuliah terbayar. Lebih dari sekadar itu, sampai saat ini saya justru menjadi merasa masing snagat minim pengetahuan tentang individu autisme dewasa dan lebih belajar banyak dari kasus murid-murid besar yang saya bersamai.

Semakin saya mengenal dunia pendidikan individu autisme dewasa, semakin saya sadar bahwa layanan pendidikan dan pelatihan untuk individu autisme dewasa saat ini masih belum cukup mengakomodasi kebutuhan mereka. Satu hal penting yang saya sadari adalah masih sangat banyak hal yang harus dipersiapkan di masa transisi mereka, yakni masa sebelum mereka memasuki usia dewasa. Belum lagi perencanaan jangka panjang terhadap kemandirian mereka. Di sinilah saya tahu kalau keponakan saya dan murid-murid besar saya membutuhkan layanan pendidikan dan pelatihan yang jauh lebih kompleks daripada yang mereka butuhkan di usia anak-anak.

Ditambah lagi dengan curhatan orang tua murid yang masih saja bingung harus kemana dan apa yang harus dilakukan setelah lulus dari tempat belajar sekarang. Padahal tempat saya mengajar sekarang adalah sekolah lanjutan untuk individu autisme dewasa yang telah lulus sekolah. Menemukan fakta ini membuat saya semakin sadar bahwa masih sangat sedikit awareness (kesadaran dan kepedulian) orang-orang akan keberadaan individu dengan autism secara utuh sebagai individu, seorang manusia yang juga layak hidup sebagaimana manusia pada umumnya. Seperti hidup mandiri, diterima di lingkungan sekitar, bersosialisasi dengan banyak orang, berteman, dan sebagainya.

Photo by Ian Schneider on Unsplash
Alih-alih patah arang karena kompleksnya permasalahan dan masih banyak PR yang harus dituntaskan untuk membersamai individu autisme dewasa, terjun langsung di dunia pendidikan individu autisme dewasa dan tinggal bersama individu autisme dewasa justru membuat saya semakin dan semakin ingin terus membersamai mereka. Ini justru membuat saya ingin terus mempelajari pendidikan untuk individu autisme dewasa, ingin terus melakukan penelitian dan praktik baik demi masa depan mereka yang lebih baik, ingin terus mencoba memulai hal baru demi memberikan solusi yang bisa digunakan oleh banyak orang yang terlibat dengan individu autisme dewasa, dan banyak lagi yang ingin saya lakukan untuk mereka.

Saya sempat berpikir sepertinya terlambat sekali bagi saya untuk mempelajari individu autisme dewasa, sedangkan keponakan saya yang menjadi alasan utama saya ada di sini sudah hampir memasuki usia duapuluh. Tapi tidak lama setelah pemikiran ini muncul, saya optimis insya Allah semua yang saya pelajari tidak terlambat dan tidak sia-sia. Walaupun terlambat untuk menangani keponakan saya, tapi semoga apa yang saya lakukan bisa bermanfaat buat lebih banyak individu autisme dewasa di luar sana, bisa membantu sesama pendidik dan orang tua. Bukan hanya karena ingin terus memberikan yang terbaik saat membersamai keponakan saya, tetapi juga ingin setiap individu autisme dewasa di Indonesia dan dunia menerima kebermanfaat ilmu yang saya punya dan program-program  temuan yang saya lakukan untuk masa depan individu denga autisme yang jauh lebih baik. Karena saya ingin setiap individu autisme dewasa di Indonesia kelak bisa diterima dengan baik di lingkungan masyarakat, diperlakukan selayaknya manusia, diberi kesempatan untuk mandiri dan mengaktualisasikan diri, serta menjadi bagian lingkungan sosial seutuhnya tanpa ada sekat ambigu bernama “normal”. Insya Allah, suatu hari nanti dan saya akan memulainya.

Lisfatul Fatinah Munir | 8 Oktober 2019

{ 1 komentar... read them below or add one }

  1. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya :)

You are The

Hallo Happy Readers!

Hallo Happy Readers!
Selamat datang di blog pribadi saya. Di blog ini teman-teman akan membaca tulisan-tulisan saya seputar pendidikan, kedisabilitasan dan inklusivitas, pengalaman mengajar, dan tulisan-tulisan lainnya yang dibuat atas inspirasi di sekitar saya. Semoga tulisan dalam blog ini bermanfaat dan menginspirasi pada kebaikan. Selamat membaca!

Contact Me

@fatinahmunir

fatinahmunir@gmail.com

Educator | Writer | Adventurer

Berbakti | Berkarya | Berarti

My Friends

- Copyright © Fatinah Munir -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -