Posted by : Fatinah Munir 27 February 2018



Ibu dan calon ibu yang selalu semangat belajar, bagaimana rasanya mengerjakan Nice Homework di sesi #5 ini?

Melihat reaksi para peserta matrikulasi ini yang rata ada di semua grup adalah bingung, ini maksudnya apa. Bertanya-tanya pada diri sendiri dan mendiskusikannya ke pihak lain, entah itu suami atau teman satu grup. Mencari berbagai referensi yang mendukung hasil pemikiran kita semua. Masih ada yang merasakan hal lain.

Maka kalau teman-teman merasakan semua hal tersebut di atas, kami ucapkan SELAMAT! Karena teman-teman sudah memasuki tahap belajar cara belajar.

Nice Homework #5 ini adalah tugas yang paling sederhana, tidak banyak panduan dan ketentuan. Prinsip dari tugas kali ini adalah semua boleh, kecuali yang tidak boleh. Yang tidak boleh hanya satu, yaitu diam tidak bergerak dan tidak berusaha apapun.

Selama ini sebagian besar dari kita hampir memiliki pengalaman belajar yang sama, yaitu outside in informasi yang masuk bukan karena proses rasa ingin tahu dari dalam diri kita melainkan karena keperluan sebuah kurikulum yang harus tuntas disampaikan dalam kurun waktu tertentu. Hal inilah yang membuat belajar menjadi proses penjejalan sebuah informasi. Sehingga wajar kalau banyak dibantara kita menjadi tidak suka belajar, akibat dari pengalaman tersebut.

Di Institut Ibu Profesional ini kita belajar bagaimana membuat desain pembelajaran yang ala kita sendiri, diukur dari rasa ingin tahu kita terhadap sesuatu, membuat road map perjalanannya, mencari support system untuk hal tersebut, dan menentukan  exit procedure andai kata di tengah perjalanan ternyata kita mau ganti haluan.

Ketika ada salah seorang peserta matrikulasi yang bertanya, apakah Nice Homework #5 kali ini ada hubungannya dengan materi-materi sebelumnya? Tentu iya!

Tetapi kami memang tidak memberikan panduan apapun. Kalau teman-teman amati, bagaimana cara fasilitator memandu Nice Homework #5 kali ini?

Ketika peserta bertanya, tidak buru-buru menjawab, justru kadang balik bertanya. Ketika peserta bingung, tidak buru-buru memberikan arah jalan, hanya memberikan clue saja. Fasilitator banyak diam andaikata tidak ada yang bertanya, karena memberikan ruang berpikir dan kesempatan saling berinteraksi antar peserta.

Itulah salah satu tugas kita sebagai pendidik anak-anak. Tidak buru-buru memberikan jawaban, karena justru hal tersebut mematikan rasa ingin tahu anak.

Membaca sekilas hasil Nice Homework #5 kali ini ada beberapa kategori sebagai berikut. Ada di antara kita yang memberikan teori tentang desain pembelajaran. Ada juga yang membuat desain pembelajaran untuk diri kita sendiri. Akan jauh lebih baik teman-teman yang menghubungkannya dengan NHW-NHW berikutnya, sehingga tersusunlah road map pembelajaran kita di jurusan ilmu yang kita inginkan. Ada yang menggunakan ketiga hal tersebut di atas untuk membuat desain pembelajaran masing-masing anaknya.
Tidak ada benar-salah dalam mengerjakan Nice homework#5 kali ini, yang ada seberapa besar hal tersebut memicu rasa ingin tahu teman-teman terhadap proses belajar yang sedang teman-teman amati di keluarga dan di diri sendiri.

Semangat belajar ini tidak boleh putus selama misi hidup kita di dunia ini belum selesai. Karena sejatinya belajar adalah proses untuk membaca alam beserta tanda-tanda-Nya sebagai amunisi kita menjalankan peran sebagai khalifah di muka bumi ini.  Setelah bunda menemukan pola belajar masing-masing, segera fokus dan praktikkan kemampuan tersebut. Setelah itu jangan lupa buka kembali materi awal tentang adab mencari ilmu. Karena sejatinya adab itu sebelum ilmu.

Belajar ilmu itu mempunyai 3 tingkatan, ibu dan calon ibu. Pertama barangsiapa yang sampai ke tingkatan pertama, dia akan menjadi seorang yang sombong. Yaitu mereka yang katanya telah mengetahui segala sesuatu, merasa angkuh akan ilmu yang dimiliki. Tak mau menerima nasihat orang lain karena dia telah merasa lebih tinggi. Bahkan dia juga tidak menganggap pendapat orang yang memberikan nasihat kepadanya, disalahkannya. Penuntut iomu seperti ini selalu mau menang sendiri, tidak mau mengalah meskipun pendapat orang lain itu benar dan pendapatnya yang salah.

Di sisi lain, penuntut ilmu di level ini terkadang mengatakan sudah berpengalaman karena usianya yang lebih lama, namun sikapnya masih seperti kekanak-kanakan. Terkadang ada  yang berpendidikan tinggi, namun  tak mengerti akan ilmu yang dia miliki. Dia malah semakin menyombongkan diri, congkak di hadapan orang banyak. Merasa dia yang paling pintar dan ingin diakui kepintarannya oleh manusia. Hanya nafsu yang diutamakan sehingga emosi tak dapat dikendalikan maka ucapannyapun mengandung kekejian.

Selanjutnya adalah barangsiapa yang sampai ke tingkatan kedua, dia akan menjadi seorang yang tawadhu`, tingkatan yang membuat semua orang mencintanya karena pribadinya yang mulia meski telah banyak ilmu yang tersimpan di dalam dadanya, ia tetap merendah hati tiada meninggi. Semakin dia rendah hati, semakin tinggi derajat kemuliaan yang dia peroleh. Sesungguhnya karena ilmu yang banyak itulah yang mampu menjadikannya paham akan hakikat dirinya. Dia tak mudah merendahkan orang lain. Senantiasa santun dan ramah, bijaksana dalam menentukan keputusan suatu perkara. Dia dengan semuanya itu membuatnya semakin dicinta manusia dan insya Allah, Allah SWT pun Mencintainya.

Terakhir, barangsiapa yang sampai ke tingkatan ketiga, dia akan merasakan bahwa dia tidak tahu apa-apa. Stay foolish, stay hungry.

Tingkatan terakhir ini adalah yang teristimewa. Orang-orang di level ini selalu merasa dirinya haus ilmu tetap tidak mengetahui apa-apa meskipun ilmu yang dimilikinya telah memenuhi tiap ruang di dalam dadanya. Karena dia telah mengetahui hakikat ilmu dengan sempurna, semakin jelas di hadapan mata dan hatinya. Semakin banyak pintu dan jendela ilmu yang dibuka, semakin banyak didapati pintu dan jendela ilmu yang belum dibuka. Justru, dia bukan hanya tawadhu`, bahkan lebih mulia dari itu. Dia selalu merasakan tidak tahu apa-apa, mereka bisa tak berdaya di dalamnya lantaran terlalu luasnya ilmu.

Sampai dimanakah posisi kita? Hanya diri kita yang tahu.

Salam Ibu Profesional,


Tim Matrikulasi Ibu Profesional

Referensi:
Hasil Nice Homework #5, Peserta Matrikulasi IIP Batch #5, 2018
Materi Matrikulasi IIP Batch #5, Belajar cara Belajar,  2018
Materi Matrikulasi IIP Batch #5, Adab Menuntut Ilmu, 2018

***

Setelah review kemarin, saya bersama teman-teman dan fasilitator kelas berdiskusi beberapa hal tentang tugas yang sudah di buat. Ternyata benar apa yang ditulis di atas, fasilitator saya juga bilang kalau tugas ke lima ini hasilnya sangat beragam. Hehehe. Mulai dari cara pengerjaan dan strategi pengerjaannya pun berbeda-beda. Begitulah semestinya :)

Kemarin pun fasilitator saya sharing sedikti tentang "learn how to learn" ala Uni Trisa, nama fasilitator saya. Sederhananya, Uni Trisa akan selalu mulai dengan pertanyaan. 5W + 1H. Menurut pengalaman beliau, dari sini akan ada banyak hal yang ingin kita ketahui, cara mengetahui hal tersebut bagaimana (termasuk didalamnya harus menyesuaikan dengan gaya belajar kita), kapan saja kita harus belajar supaya bisa konsisten, ini juga bisa menambah jam terbangnya, darimana saja sumbernya, apakah  perlu mencari guru khusus atau tidak dan banyak lagi hal lainnya yang bisa dijabarkan menjadi poin-poin utama, kemudian poin-poin penjelasnya. Menurut Uni Trisa pun membuat resume belajarnya juga lebih mudah jika dibuat poin-poin seperti ini. Waaah bisa ditiru nih yaa kalau memang cocok dengan gaya belajar kita. ^^*

Uni Trisa ini senang menulis di google docs dan harus terkoneksi ke internet. Katanya agar bisa melanjutkan belajar kapanpun dan dimanapun. Karena penasaran, saya tanya mengapa memilih menulis dnegan google docs dan harus terkoneksi internet? JAwaban Uni Trisa adalah karena dengan googl3 docs beliau bisa menulis di mana saja. Bisa di handphone ketika tidak bawa laptop dan bisa menggunakan perangkat lain kalau tidak membawa laptop atau handphone. Alasan lainnya karena dengan google docs, seluruh data tersimpan ke alamat email dan bisa diedit di mana pun dan kapan pun tanpa bingung menyimpan data di mana.

Kalau berdasarkan cerita  Uni Trisa, trik ini diajarkan oleh Bu Septi, founder IIP. Beliau bilang kalau setiap orang tua kini harus melek teknologi dan memanfaatkan teknologi dengan maksimal. Lebih baik lagi kalau dimanfaatkan untuk kebaikan. Masya Allah. Keren ya!

Sebagai tambahan dari Uni Trisa, priinsip caranya belajar adalah permudah cara kita mempelajari sesuatu, jangan dibayangkan hal yang sulit terlebih dahulu karena itu dapat membuat kita stress ketika akan memulai belajar. Hal ini karena belajar adalah hal yang sangat menyenangkan.

Ketika kita belajar suatu hal lagi spontan berkata, “Ooh begitu! pertanda ada hal baru yang “diperoleh dan membuat berbinar-binar. Jadi, erbahagialah saat mengimplementasikan cara belajar tersebut, jika kita tidak bahagia dan berbinar binar, maka perlu kita evaluasi cara belajarnya. Jika bisa dibuat lebih detail waktu pelaksanaan program belajarnya, itu jauh lebih baik. Karena kita bisa mengukur sejauh mana kita sudah belajar dan evaluasinya.

Pertanyaan besarnya adalah apakah selama ini kitabelajar karena memang butuh? Bahagiakah saat belajar? Optimalkan saat belajar? Atau bahkan sudah mengurangi waktu belajar untuk mengupgrade diri? Sehingga kita merasa hidup begitu begitu aja, sehingga tidak ada yg spesial dalam hidup kita. Yang penting dijalani saja. 😊

Nah, belajar ini tidak harus membaca buku, ikut kelas atau kajian, nonton video, tapi bisa juga belajar dari pengalaman, apa yang kita lakukan sehari hari. Oleh karena itu, rancanglah cara belajar ala gue banget yang membuat kita semakin cinta dan selalu ingin  belajar lagi dan lagi.

Lalu, kenapa kita harus belajar bagaimana cara belajar?

Dari hasil diskusi semalam jawabannya adalah supaya hasil yg akan dicapai nanti maksimal. Kalau kita sudah bisa tahu cara belajar yang tepat untuk diri sendiri, insya Allah bisa menerapkan cara belajar yang tepat untuk anak-anak kita. Jadi lebih mengenal diri sendiri terlebih dahulu.

Saat mengerjakan setiap nice homework secara tidak sadar kita lebih paham tentang diri kita sendiri. Ooh, ternyata saya itu seperti ini ya, saya seperti ini ya, berarti kedepannya saya bisa lebih baik. Dan benar! Saya sendiri merasakan hal itu! ^^3

Nah, jika kita sudah selesai dengan dirinya sendiri, sudah sukses mengenal diri dan mengembangkan diri sesuai kekuatan diri. Lalu belajar dengan cara yang sangat kita banget, insya Allah untuk pengimplementasikan ke anak anak nanti akan lebih mudah. Insya Allah bisa lebih mudah melihat potensi besar pada ana,. karena memang kitalah pendidik utama bagi mereka. Jadi ibunya harus profesional ❤❤❤


Leave a Reply

Terima kasih atas komentarnya :)

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

You are The

Hallo Happy Readers!

Hallo Happy Readers!
Selamat datang di blog pribadi saya. Di blog ini teman-teman akan membaca tulisan-tulisan saya seputar pendidikan, kedisabilitasan dan inklusivitas, pengalaman mengajar, dan tulisan-tulisan lainnya yang dibuat atas inspirasi di sekitar saya. Semoga tulisan dalam blog ini bermanfaat dan menginspirasi pada kebaikan. Selamat membaca!

Contact Me

@fatinahmunir

fatinahmunir@gmail.com

Educator | Writer | Adventurer

Berbakti | Berkarya | Berarti

My Friends

- Copyright © Fatinah Munir -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -