- Back to Home »
- Fiksi »
- Tanpa Lilin
Posted by : Fatinah Munir
15 August 2014
Mentari sudah tenggelam beberapa menit lalu. Giliran cercahan
cahayanya yang merekah di balik barat. Langit sudah berubah jadi nila, jingga, lalu merah. Itu saja. Lalu perlahan berubah jadi gelap.
Aku mgnintip ke timur. Mencarinya yang kutahu dia pasti tak ada lagi malam ini. Tidak akan ada bulan malam ini. Sebab purnama sudah pergi lebih dari tujuh hari.
Kala aku memalingkan wajah ke pucuk-pucuk pohon, tetiba kulihat ia terbit. Lagi. Di depanku.
Aku mgnintip ke timur. Mencarinya yang kutahu dia pasti tak ada lagi malam ini. Tidak akan ada bulan malam ini. Sebab purnama sudah pergi lebih dari tujuh hari.
Kala aku memalingkan wajah ke pucuk-pucuk pohon, tetiba kulihat ia terbit. Lagi. Di depanku.
Seperti melihatnya sekali lagi. Purnama datang
menghampiriku. Kini dalam sosok asing yang nyaris tak kukenal.
Lalu kenapa kau bisa mengenal itu purnama?
Sebab ada pendar cahaya yang datang bersamanya. Cahaya yang tak pernah dimiliki satu makhluk Tuhan lainnya di dunia.
Lalu kenapa kau bisa mengenal itu purnama?
Sebab ada pendar cahaya yang datang bersamanya. Cahaya yang tak pernah dimiliki satu makhluk Tuhan lainnya di dunia.
Dari balik rerimbun, aku mengintip wajahnya. Tanpa berkata. Persis seperti gadis yang
malu-malu aku mencoba mengenalnya tanpa bahasa.
Pertama melihatnya tujuh hari sebelum purnama pada malam
itu, aku tahu dia akan datang. Lagi. Entah kapan. Entah kini. Entah sama atau
beda rupa.
Apa yang membuatmu bergitu mudah mengenalnya?
Aku tak pernah tahu apakah dia makhluk Tuhan yang selama ini kupuja; purnama. Tapi saat itu aku merasakan satu hal; tulus.
Bersambung...,
Assalamu'alaykum kaka cantik.. makasih banyak, tulisan2 kaka sangat memotivasi :-). Semoga kita bisa bertemu lagi :-)
ReplyDelete