Posted by : Fatinah Munir 30 August 2013


Bismillahirrahmanirrahim

Ada kisah di setiap langkah kakimu dan di tiap dentang waktu. Pun itu selalu ada cerita dari setiap benda yang kamu punya. Seperti saya punya cerita tetang kacamata yang setia membantu saya melihat dunia :)

Sejak pertama kali menggunakan kacamata di kelas VI SD, kacamata saya tidak pernah berumur panjang. Baru beberapa bulan, kacamata saya pasti akan beregenerasi alias diganti. Kacamata saya sering hilang, pecah karena jatuh, bahkan pernah patah terbelah dua karena saya duduki. Nah, karena itu selama hampir sepuluh tahun bersama dua kaca ajaib ini, kacamata saya sudah sampai di generasi ke-17. Alias, saya sudah ganti kacamata sebanyak 17 kali -,-"

But, this post will not talking about how pathetic my glasses's fate. Postingan saya kali ini akan bercerita tentang hal spesial di balik kacamata saya. Berharap cerita ini bisa betmanfaat dan menginspirasi pembaca semuanya :)

Alright. Banyak yang bilang saya adalah orang yang perfeksionis dan selalu ingin semuanya detail. Tapi, di balik semua itu saya juga orang yang ceroboh dan super duper pelupa. Ditambah lagi, saya orang yang gampang tidur di mana saja a.k.a pelor, nempel-molor :D

Kebiasaan pelor ini sering sekali muncul kalau sedang belajar. Jadi, sudah biasa bagi saya saat belajar tiba-tiba ngangguk-ngangguk ngantuk. Apalagi saat saya duduk di bangku SMA, saya jarang tidur di kasur. Biasanya saya tidur di meja belajar masih dengan posisi buku terbuka, pulpen di tangan, dan kacamata masih dipakai.

Uniknya, saat bangun tidur tidak ada yang berubah dari posisi tubuh saya dan benda di atas meja kecuali kacamata. Setiap bangun tidur, kacamata saya pasti sudah terlipat rapi di sudut meja, di dalam lemari, atau bahkan di dalam kotak kacamata di dalam tas.

Do you know who did it? Ibu atau Bapak saya. Yap, sejak pertama kali pakai kacamata sampai saat ini saya punya kebiasaan tidak mencopot kacamata saat tidur-tiduran. Apalagi kalau ditambah kebiasaan saya baca sebelum tidur, pasti kacamata tetap menempel di batang hidung saya yang seiprit ini dan baru akan aman kalau dipindahkan Ibu atau Bapak.

Dua hari lalu Ibu kembali menceramahi saya untuk membuka kacamata sebelum tidur, diam-diam ada hal berbeda yang saya rasakan. Entahlah, mungkin pengaruh sisi melankolis atau juga karena faktor diri yang semakin menyadari betapa sudah "tua"nya diri saya sebagai anak. Ketika saya heboh kehilangan kacamata yang ternyata dibenahi Ibu saat saya terlelap, sejenak terlintas dalam pikiran "saya belum berubah di usia yang sudah berinduk dua".

Melepaskan kacamata saat seseorang tertidur memang hal yang teramat simpel. Tapi bagi saya, itu seperti sebuah sweet moment di sela-sela kehidupan saya. Ketika seorang anak lelah dan terlelap dengan kacamatanya, lalu sang Ibu Bapak melepaskannya, saya pikir itu sudah cukup menunjukkan cinta kasih orang tua saya. Sayangnya, saya baru menyadari itu semua beberapa hari ini.

Kalau dipikir-pikir, apa yang dilakukan Ibu Bapak saya memang hal biasa dan teramat sederhana. Tapi dari benda dan hal sederhana inilah saya mulai belajar memahami makna cinta kasih kedua orang tua dalam bentuk sederhana. Bahwa cinta kasih orang tua tidak selalu ditunjukkan dengan hal-hal besar dan mewah. Bahwa kadang, atau bahkan lebih sering kasih dan sayang dapat dicurahkan melalui perilaku-perilaku kecil dan teramat sederhana.

Ini baru kacamata, satu benda kecil yang secara kasat mata hanya berfungsi sebagai alat bantu pengelihatan saya. Bagaimana dengan benda-benda sederhana lainnya atau dengan tindakan-tindakan kecil lainnya yang orang tua berikan kepada kita seperti menyiapkan makan setiap pagi, menelpon atau sms saat kita pulang terlambat, mengingatkan kita agar tidak terlalu banyak beraktivitas dan memikirkan istirahat, dan banyak lainnya?

Kenyataannya, apa yang dilakukan Ibu Bapak kita memang lumrah dilakukan sebagai orang tua dan sudah teramat biasa. Tapi di balik itu semua, ada cinta, kasih, dan sayang yang tiada dua.
Sekarang, mari kita hampiri kedua makhluk mulia itu. Cium kening dan tangannya. Lalu ucapkan, "Ibu, Bapak, terima kasih atas cinta kalian selama ini".
Semoga Tuhan selalu menjaga kedua orang tua kita dan menjadikan kita anak yang senantiasa berbakti pada keduanya. Amin.

-Fatinah Munir-
Gerbong Lima, 30 Agustus 2013

{ 22 komentar... read them below or Comment }

  1. kakak ceritanya sama dengan kisah saya kak :) subhanallah :)

    ReplyDelete
  2. Hai Aisyah! Wah, beneran sama. Ternyata semua orangtua sama yak. Sama-sama sayang sama anaknya :)

    Salam buat orangtua Aisyah ya :D

    ReplyDelete
  3. "Pathetic". Typo tuh... Hehe.

    Kalo aku justru sebaliknya, walaupun harusnya pake kacamata, tapi kacamataku hampir nggak pernah aku pake.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha. Makasih koreksiannya udah dibenerin :P

      Kenapa ga dipakai kacamatanya? Minusnya dikit yak?

      Delete
  4. waaa..... kasih sayang orang tua memang tiada tandingnya :)
    berawal dari melepas kacamata kamu saat kamu tertidur lelap, nice story
    tapi kamu aneh juga ya udah ganti kacamata sampe 17x wkwkkwkw

    ReplyDelete
  5. iya kak sama banget . kacamata itu udah kaya teman hidup hehe :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yuha. Tapi akan ada teman hiduo yg sesunguhnya #eh

      Delete
    2. Yuha. Tapi akan ada teman hiduo yg sesunguhnya #eh

      Delete
  6. setia banget sama kacamatanya...
    tak terpisahkan yaa kayanya... :)

    itulah orang tua...
    mereka memperhatikan segela sesuatunya..
    meskipun hal yang terkecil sekalipun..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe. Kacamatanya yang terlalu setia. Saya mah udah bosen euy, Mbak Rita, pakai kacamata :D

      Delete
  7. pake kacamata udah dari klas 6 SD wahh, kecil2 udah min, baca terus yah?
    ortunya perhatian banget yah jadi ngiri ;D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hihihi, bukan gara-gara suka baca, tapi gara-gara pake lampu belajar, Bang.

      Emangnya ortu Bang Tofik gak perhatian O,o
      Oia, ortu Bang Tofik nyuruh-nyuruh yak. Ups :P

      Delete
  8. Orang tua, mereka adalah tangan Tuhan yang sangat berharga untuk kita semua.

    ReplyDelete
  9. Aih coo cweeeeet...

    Gw udah ngrasain di dua generasi. Udah ngerasain jadi anak, dan sekarang punya anak. Gada alasan orang tua utk tdk mencintai anaknya. Melebihi nyawanya sendiri mungkin. Hehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup. Sayangnya ortu itu istimewa dan tak terukur, Bang.

      Wah, udah di generasi kedua yak. Pengin juga melabuh di generasi kedua. Eh. Salah fokus x,x hehe

      Delete
  10. Sesedikit apapun perhatian ortu ke kita, sebenarnya itu adalah bentuk kasih sayang mereka ke kita. Semoga kita bisa membalas kebaikan mereka yang banyak itu ya^^

    ReplyDelete
  11. Berarti Bang Riza tidak seceroboh aku :D

    ReplyDelete
  12. Tadi lagi iseng nyari foto "Cloud", akhirnya mampir kesini :)

    Jika selama ini kita hanya sebatas seorang "anak", maka kita akan lebih mengerti dan memahami bagaimana cinta kasih sebagai "orang tua" kala sudah memiliki anak.

    Tapi, terima kasih, karena telah membuat sebuah tulisan yang kembali mengingatkan saya pada kedua orang tua saya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai, Erawan.

      Yup. Selama belum punya anak kita memnag belum sepenuhnya ngerti bagaimana cinta ortu ke kita ya :')

      Terima kasih kembali. Have a nice read. Moga tulisan ini bermanfaat yaaak :D

      Salam,
      Fatinah

      Delete

Terima kasih atas komentarnya :)

You are The

Hallo Happy Readers!

Hallo Happy Readers!
Selamat datang di blog pribadi saya. Di blog ini teman-teman akan membaca tulisan-tulisan saya seputar pendidikan, kedisabilitasan dan inklusivitas, pengalaman mengajar, dan tulisan-tulisan lainnya yang dibuat atas inspirasi di sekitar saya. Semoga tulisan dalam blog ini bermanfaat dan menginspirasi pada kebaikan. Selamat membaca!

Contact Me

@fatinahmunir

fatinahmunir@gmail.com

Educator | Writer | Adventurer

Berbakti | Berkarya | Berarti

My Friends

- Copyright © Fatinah Munir -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -