- Back to Home »
- Travel and Adventure »
- Melancong Dadakan ke Pantai Impian
Posted by : Lisfatul Fatinah
09 January 2013
Penghujung tahun
masehi lalu, sebenarnya saya tidak ada niatan untuk pergi ke mana-mana. Apalagi
untuk melancong jauh-jauh. Alasannya simpel, penghujung tahun lalu
masalah-masalah yang datang perlahan menguap dan saya hanya ingin menikmatinya
dengan berkumpul bersama keluarga. Tapi, saat di tempat kerja, tepatnya saat
selesai shalat ashar berjemaah dan bersiap menulis lagi, tiba-tiba salah salah
satu penghuni kantor yang terdiri dari sekumpulan sahabat super ajaib ini
mengajak ke Ancol.
O Allah, selalu saja
begitu, menceletuki rencana bepergiaan saat itu juga tanpa ada persiapan. Dan,
parahnya semua langsung mengiayakan. Ya, karena semuanya mengiyakan saya
akhirnya mengikuti suara terbanyak. Lumayan, hitung-hitung refreshing setelah
menekuk wajah selama lebih dari sebulan. Yup. Sore itu juga, untuk kesekian
kalinya dengan dadakan, kami semuanya berangkat ke Ancol.
Seperti biasa,
perjalanan ini saya lakukan bersama tiga sahabat super ajaib yang satu kantor
^^
Perjalanan kami
lakukan menggunakan motor dari kantor kami di kawasan Mampang-Ancol. Di tengah
perjalanan, perut kami semua keroncongan. Awalnya kami berniat untuk membeli
makanan, tapi enggan karena khawatir akan semakin macet. Yup, ini seperti problem
tak berkesudahan di Jakarta.
So, kami melanjutkan
perjalanan. Melewati kawasan Monas dan Kota Tua. Setibanya kami di kawasan Mangga
Dua, saya dan Erny melihat potongan mangga merekah di gerobak penjual rujak.
Saya dan Erny langsung berseru, “Mangganya….” Hehe, kompak :D tanpa berpikir
panjang, Erny menepikan motor dan motor yang lainnya ikut menepi.
“Mangganya empat, Pak,”
saya langsung memesan kepada Bapak penjual mangga.
“Ini, Mbak,” kata
penjual mangga sambil menyodorkan satu kantung mangga.
“Berapa, Pak?” Erny
menanyakan harga mangga yang kami beli.
“28ribu, Mbak,” Bapak
penjual mangga menjawab apa adanya.
“28ribu?” Erny
terkejut. BERLEBIHAN!
Mangganya mahal
banget sih? Mendingan beli makanan aja tadi. Mana kita belum makan nasi lagi.
Masa langsung makan rujak?
Erny menggerutu di belakang si Bapak, setelah membayar mangga. Saya pun
menimpalinya :P Iya, nanti magg-nya kambuh gara-gara makan rujak belum makan
nasi. ß bagian tidak penting.
Singkat cerita. Kami
semua tiba di Ancol :D
Kami menuju Pantai Timur
a.k.a Pantai Karnaval yang biasanya lebih sepi dibandingkan pantai lainnya. Ya,
seperti biasa, bukan jalan-jalan namanya kalau tidak nyasar. Dari pintu masuk
Ancol menuju Pantai Karnaval, kami masih saja menyempatkan diri untuk nyasar :D
Yup. Tiba di Pantai
Karnaval. Perahu yang warna-warni menghiasi bibir pantai. Subhanallah indahnya.
Um, saya sempat heran mengapa saya selalu terpukau setiap kali menyaksikkan
pemandangan dari atas gunung atau dari tepi pantai. Padahal, apa yang saya
saksikan sama, gunung yang sama dan pantai yang sama. Tapi selalu saja mata ini
terbelalak terpana. Maha Suci Allah dengan segala ciptaan-Nya yang tak pernah
membosankan di pandang mata :)
Beberapa menit kami
mengabiskan waktu untuk saling diam dan menikmati pantai dari balik deretan
perahu, sedangkan Kakek Tiro sibuk mengambil spot-spot terbaik yang ada di
depan kami.
Perjalanan kami
lanjutkan menelusuri Dermaga Hati yang di tengahnya terdapat sekumpulan gembok
tanda cinta muda-mudi Jakarta. Ehem :P Konon, pasangan muda-mudi yang menaruh “gembok
cinta” di dermaga ini hubungannya akan langgeng. Tapi, saya heran. Katanya
gembok cinta, tapi saya lihat-lihat gembok-gemboknya lebih mirip dengan gembok
kamar kos teman saya, bahkan ada yang mirip gembok sel karena ukurannya yang segede
gaban :D
Lanjut. Perjalanan di
Dermaga Hati ini lumaya lama. Karena Kakek Tiro jalannya lambat, maklum sudah
tua. Hehe, bukan. Kakek lama mencari nice spot dari atas dermaga ini. Tapi,
lebih dari satu jam menelusuri dermaga hati ini tidak sia-sia karena ada hasil
yang sangat memuaskan. Kakek berhasil mengambil satu objek dengan teknik
fotografi yang cukup sulit. Selamat, Kakek! ^^
Matahari sudah
merangkak malas-malas ke peristirahatannya di ufuk Barat. Tapi sayang, wajahnya
tidak bisa kami lihat karena cuaca yang mendung :(
But, don’t worry. Kami tetap semangat dan asik menghayati suasana pantai yang menenangkan sambil melihat kesibukan orang-orang di tepai pantai dan menikmati Le’ Bridge Restorant yang sangat romantis dengan cahaya redupnya ^_*
Menjelang Maghrib,
kami memutuskan untuk berjalan menuju pantai dan mencari mushalah untuk sejenak
mengisi rohani dengan pertemuan dengan Ilahi.
Shalat Maghrib
selesai. Kami semua menelusuri pantai yang sedang dipasang pengaman karena air
pasang. Di sini saya teringat tulisan Tere Liye dalam Sunset Bersama Rose yang
berbunyi, “Hanya orang bodoh yang jalan-jalan di pantai tapi menggunakan sepatu
atau sandal.” Saat itu juga saya membuka sepatu sambil mengulang kalimat Tere
Liye yang saya ingat. Ternyata benar,
jalan-jalan di pantai lebih menyenangkan dengan bertelanjang kaki (meski tetap
mengenakan kaos kaki ^^). Dan inilah pernyataan sebenarnya dari apa yang dikatakan Tere Liye. Buliran pasir
yang berdesakan memenuhi sela-sela jari adalah sensasi tak bertepi saat kita
berjalan-jalan di pantai ^_^
Seperti kebanyakan
orang yang berjalan-jalan ke pantai, kami juga mengukir nama kami di atas pasir
dengan konsep trevelling. Ini dia oleh-olehnya :)
Setelah letih
berlari-larian di atas pasir dan tertawa bersama tiga sahabat saya, kami
memutuskan untuk beristirahat dan menyantap perbekalan kami, yaitu MANGGA! :)
Sudah hampir Isya,
kami memutuskan pulang. Tapi sebelum pulang ada dua insiden penting di
perjalanan kami.
Pertama, Erny kakinya
terkilir setelah nekad loncat dari atas pagar tembok. Duh, memang wanita ajaib
yang satu ini sangat ekstrem. Pakai rok, jilbab panjang, tapi tetap saja loncat
sana loncat sini, teriak sana teriak sini. Hasilnya, kami terjadilah inseden
pertolongan pertama dengan mengurut kaki Erny.
Kedua, kepulang kami
disambut oleh kembang api yang bermekaran di langit malam Pantai Karnaval Ancol. Kaki kami pun terpaku dan mata kami semua terfokus pada warna-warni yang
bertebaran di atas langit. Masya Allah indahnya :)
Yup. Pulang! Kami pun
pulang ke rumah masing-masing. Sebelum pulang, kami mampir dulu ke Kota Tua untuk
mengisi perut. Oh iya, ini perjalanan saya yang terakhir bersama tiga sahabat
ajaib saya di 2012 ini. Pada 30 Desember 2012, sebenarnya kami mempunya planing
travelling ke Cikaret, Bogor. Sayangnya, saya tidak bisa ikut karena ada urusan
lain pada 31 Desember 2012 yang tidak bisa ditinggal.
Potret kebersamaan di atas pasir pantai :)