- Back to Home »
- Catatan Kajian »
- WANITA; Di Rumah atau Bekerja?
Posted by : Lisfatul Fatinah
26 November 2016
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Ahad, 20 November 2016 lalu alhamdulillah saya mendatangi kajian di Masjid Agung Al Azhar Kebayoran Baru, yang bertema tentang Ibu Rumah Tangga dan Ibu Pekerja yang di fasilitatori Ustadz Bendri Jaisyurrahman. Meskipun saya belum menjadi seorang ibu ataupun istri, saya pikir bahasannya cukup menarik dan bermanfaat bagi saya suatu hari nanti. Lebih lagi, nantinya notulensi ini pasti akan bermanfaat untuk teman-teman yang sudah menjadi istri ataupun ibu, mengingat di masa sekarang banyak sekali ibu pekerja ataupun perempuan pekerja seperti saya. berikut ini adalah pembahasannya.
***
Jika dilihat
dalam rujukan fatwa para ulama mengenai hukum dasar ibu bekerja semua
menyimpulkan boleh dengan syarat. Syarat tersebut yang berkaitan dengan hal-hal
yang menjaga kemuliaan para wanita agar jangan sampai wanita bekerja justru
menghilangkan status kemuslimahannya. Intinya boleh, apalagi bagi wanita yang
pekerjaannya dibutuhkan oleh umat, seperti guru, dokter kandungan atau perawat dan
pekerjaan lain yang memang membutuhkan wanita.
"Mana yang lebih
utama?" Jika membahas tentang keutamaan maka bukan berarti pilihan yang
lainnya merupakan kehinaan. Keutamaan hanya menunjukkan lebih tinggi dengan
yang lain, itupun dengan syarat. Sebab banyak hadits yang membahas tentang
keutamaan-keutamaan.
Misal hadits "muslim yang kuat lebih dicintai
daripada muslim yang lemah". Apakah muslim yang lemah itu hina? TIDAK.
Hanya memang lebih utama muslim yang kuat. Begitupun perihal ibu bekerja dan
ibu rumah tangga.
Maka jawabannya
berdasarkan Al-qur'an dalam surat Al Ahzab: 33 "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu, ...."
Ibu lebih utama
di rumah. Apakah keutamaan ini terikat satu poin saja, tidak, sebab bersyarat.
Ibu di rumah lebih utama jika menjalankan fungsi keibuan. Ibu rumah tangga akan
mendapatkan sisi yang positif, mendapatkan derajat yang baik jika menjalankan
fungsi keibuan.
Apa yang harus
dimiliki seorang ibu terkait fungsi keibuan?
Dalam sebuah H.R. Muslim, Rasul
menyebutkan,"Nikahilah olehmu seorang wanita yang
a. Al Walud. Perempuan yang subur, untuk perbaikan
keturunan agar bisa dibanggakan Rosulullah di hari akhir; dan
b. Al Waduud, Kata berasal dari akar katanya Al Wudd dan Al Mawaddah yang artinya sama-sama memiliki daya tarik kenyamanan dan kasih sayang. Dalam Q.S
Maryam 96 disebutkan "Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh,
kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih
sayang." Memiliki makna yang sama dengan al mawaddah dalam Q.S ArRum 21 yang berbunyi "...Dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang...".
Jika Al Mawaddah
bermakna kasih dan sayang untuk pasangan, maka Al Waduud bermakna kasih dan
sayang untuk anak yang menyebabkan seorang anak ingin selalu mendekat kepada
ibu.
Indikator saat
kita menjalankan fungsi keibuan adalah ketika anak selalu ingin menempel pada
ibunya. Inilah yang akan kita bahas dan kita evaluasi apakah ibu rumah tangga
dan ibu bekerja memiliki Al Waduud ini.
Jika fungsi
keibuan yaitu Al Waduud dijalankan, ciri keberhasilannya adalah apakah ibu
dirindukan atau tidak? Sebab petaka pertama pengasuhan adalah ketika ibu tak
lagi dirindukan. Ibu bekerja dan ibu rumah tangga sama-sama memiliki hak dan
kewajiban untuk menjadi ibu yang dirindukan. Bukan lagi membahas mana yang
lebih utama, karena saat ini banyak ibu rumah tangga namun tak dirindukan sebab
hilangnya sifat Al Waduud dalam dirinya.
Bagaimana agar Al Waduud terjaga?
Agar
ibu tetap menjadi yang dirindukan, anak selalu ingin bersama ibunya, maka lihat
ciri-cirinya. Indikasi hilangkan Al Waduud pada diri seorang ibu adalah saat anak menolak untuk dipeluk atau didekati. Indikasi kedua adalah ketika anak tak lagi bercerita dan memiliki wilayah privasi
yang orang tua tidak boleh mengetahuinya. Oleh sebab itu, misi pertama ibu adalah mengikat hati
anak agar anak takluk hatinya.
"Sesungguhnya hati adalah raja, sedangkan
anggota tubuh ibarat anggotanya"
(Majmu al Fatawa)
Tips Mengikat Hati Anak
1. Senantiasa berpikir dan berperasaan positif
Terlepas ibu
adalah seorang pekerja atau yang di rumah, ibu harus memiliki emosi dan perasaan yang positif. Emosi ibu seperti bau badan yang mudah dicium oleh anak. Jika emosi ibu negatif seperti bau
busuk, hal ini akan membuat anak tak mau mendekat. Demikian sebaliknya jika emosi ibu positif seperti badan yang harus, maka anak akan senantiasa mendekat.
Anak membaca bahasa tubuh ibu. Maka
tugas ibu adalah senantiasa berpikir dan berperasaan positif. Ketika ibu mulai
memiliki perasaan negatif, maka menghindar sejenak dari anak adalah lebih baik.
Sekaligus ibu mencari cara bagaimana agar ibu bisa berpikir dan berperasaan
positif. Ibu harus memiliki beberapa skill salah satunya menulis, terutama bagi
ibu-ibu yang memiliki kecenderungan berpikir dan berperasaan negatif. Ibu yang
sering menulis, biasanya emosinya lebih stabil. Sebab jika
ibu tidak menulis kecenderungan untuk melakukan hal buruk pada anak sangat
besar.
"Menulis itu mencerahkan pikiran dan mencerahkan batin"
(Iman An-Nawawi )
2. Belajar menjadikan anak prioritas
Dalam Al-'Isrā':26 dikatakan "Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan
haknya,...." dan Ar-Rūm:38 "Maka berikanlah kepada kerabat yang terdekat akan haknya,...."
Seorang ibu hendaknya menjadikan keluarga dan anak sebagai prioritasnya di atas pekerjaan rumah ataupun kantor. Ada baiknya pasangan suami istri mendiskusikan skala prioritas dalam keseharian, sehingga tidak terjadi percekcokkan. Misalnya suami-istri harus memiliki skala mana yang lebih utama, kerapihan rumah atau anak-anak terjaga makanan dan pendidikannya. Misalnya makanan dan pendidikan anak menjadi yang utama, maka tidak akan ada selisih pendapat ketika suami datang tetapi rumah belum dipel.
Jika ibu bekerja
bisa bersabar menghadapi klien maka seharusnya bisa lebih sabar dalam menghadapi
anak. Jika ibu bekerja sebagai guru TK dan sangat sabar menghadapi murid-murid,
maka semestinya anak ibu lebih berhak mendapatkan kesabaran ibu.
Cara melatih
agar anak selalu menjadi prioritas adalah sering melihat wajah anak ketika
bayi. Jika sudah muncul amarah pada anak, mengingat wajah bayinya membuat kita
akan menjadi lebih sabar.
3. Manajemen waktu
Seorang ibu harus memiliki kecerdasan dalam mengatur waktu untuk suami, anak, dan dirinya sendiri. Berikut ini adalah beberapa contoh pembagian waktu yang harus dimiliki seorang ibu.
a. Me time,
adalah hak waktu untuk diri sendiri. Istri Rasulullah memiliki 'me time' untuk solat, berdoa,
berpuasa dan ibadah lain saat ia tidak mendapat giliran. Ibu berhak solat,
membaca alqur'an tanpa harus diburu oleh tangisan anak, dan ibu berhak
melakukan kesenangan yang dibolehkan oleh agama ini. Suami ambil alih sementara
untuk menjaga anak.
b. Couple time, untuk memberikan kekuatan energi pada ibu. Penting bagi ibu untuk punya waktu
berdua dengan suami untuk berdiskusi, bercengkerama, bercanda tanpa menyertakan
anak. Saat ibu mulai kehilangan al wadudnya, yang pertama kali harus dievaluasi
adalah suami, sebab artinya itu mewakili perasaan bahwa ia sedang tidak bahagia
dengan suaminya. Penting bagi suami membuat ibu bahagia agar al wadud tak
hilang dari ibu.
c. Family time,
berkumpul dengan keluarga.
d. Social time,
ibu berhak untuk berkumpul bersama teman-temannya. Waktu ini bisa digunakan untuk pergi ke kajian, ke tempat amal, dan agenda positif lainnya bersama teman atau sahabat.
4. Skill dasar seorang ibu
Menulis, seorang ibu sebaiknya bisa menulis atau memiliki kebiasaan menulis. Hal ini seperti yang telah dibahas sebelumnya, menulis adalah kemampuan positif yang bisa membantu membangun pikiran dan perasaan positif pada seorang ibu. Sehingga dengan ini ibu bisa menjadi pribadi yang cukup stabil.
Memasak, kemampuan memasak memang bukan kemampuan yang harus dimiliki seorang ibu ataupun istri. Tetapi yang perlu diingat adalah hal yang membuat anak selalu rindu kepada ibu adalah masakan ibunya sendiri.
Memijat, agar
anak selalu merasa dekat pada ibu. Sebab ketika anak nyaman dipijat oleh ibu di
daerah tertentu, seperti perut, punggung dan telapak tangan, maka anak akan
lancar bercerita dan cenderung terbuka.
Mendengar,
seorang ibu sebaiknya menjadi pendengar setia dengan respon terbaik, bukan sekadar menasehati ketika
anak bercerita.
5. Merebut golden moment
Ada 3 waktu yang
ibu tidak boleh absen, terutama bagi ibu yang bekerja.
Hadirlah saat
anak sedih, sebab ketika anak sedih ia memerlukan sandaran jiwa, siapapun yang
hadir saat itu akan dianggap sebagai pahlawannya, maka ibu wajib menjadi
pahlawan yang mendengar kesedihannya apapun dan bagaimanapun kondisi ibu saat
itu. Jika tidak mendapati ibunya, maka ia akan mencari 'orang lain' yang bisa
jadi berbahaya bagi dirinya. Dicontohkan oleh Rosulullah yang hadir saat ada
seorang anak yang sedih karena kehilangan burung pipitnya.
Hadirlah saat
anak sakit, saat anak sakit yang sakit bukan sekadar fisiknya tapi juga
jiwanya.
Hadirlah saat
anak unjuk prestasi, anak akan tidak percaya pada ibunya jika ibu tidak datang
saat anak unjuk prestasi. Maka bagi ibu yang bekerja, serepot apapun agendakan
dengan sekolah sang anak kapan jadwal unjuk prestasi. Hal ini dicontohkan oleh
Rosulullah yang selalu hadir saat anak sedang mementaskan prestasinya,
Rosulullah hadir saat anak-anak dari bani Aslam sedang melakukan lomba memanah.
Maka ibu wajib
menjadikan 5 poin ini sebagai pegangan sebagai indikasi sudahkah ibu dirindukan dan dekat dengan anak.
Membahas
kesadaran bersama bagi para ibu yaitu bahwa anak adalah prioritas. Profesi ibu
adalah yang utama, sisanya SAMBILAN saja.
Ada 7 indikasi
yang ditunjukkan anak sebagai syarat bahwa mau tidak mau ibu harus kembali ke
rumah, ibu tidak bisa memaksakan bekerja saat sudah tampak bahwa anak memiliki
7 indikasi kerusakan;
1. Anak selalu
membangkang. Ibu yang gagal
mengikat hati anak karena sibuk bekerja, indikasinya adalah anak selalu
membangkang.
Sebab anak yang
dekat dengan ibunya akan taat meskipun dalam keadaan terpaksa.
2. Anak tidak
hormat pada ibunya terutama ketika ibu dalam keadaan marah. Jika ibu marah dan
anak tambah melawan dan membantah, maka sangat disarankan lebih baik off
bekerja daripada kehilangan momen
3. Anak punya
privasi, saat anak memiliki banyak rahasia maka ini menunjukkan indikator
bahaya. jika anak memiliki banyak rahasia dari ibunya, hak tersebut adalah
tanda bahwa anak tidak nyaman dengan ibunya.
4. Ketika anak
tidak pernah mendengar nasehat ibunya sebagau rujukan. Indikator anak yang
dekat dengan ibunya adalag ketika anak selalu menjadikan ibu sebagai rujukan.
5. Saat anak
tidak betah ada di rumah. Sebab rumah memiliki ratu bernama ibu, jika ibu tak
lagi dirindukan maka anak tidak akan betah di rumah.
6. Anak sudah
berani mengatakan kriteria jodoh "asal bukan seperti ibu".
7. Ketika anak
tak memahami bahasa tubuh orang tua, bahkan cenderung membiarkan kita
tersakiti.
Indikator-indikator
ini mohon jadikan sebagai bahan evaluasi. Jangan menunggu 7 hal ini terjadi, tetapi selalu perbaiki kedekatan bersama anak agar menjadi ibu yang dirindukan.
Kenapa banyak
ibu yang dimusuhi anaknya "sebab ada peran yang tertukar" antara ibu
dengan ayah. Peran ibu adalah sebagai pemberi rasa aman, sedangkan peran ayah
sebagai penegak aturan, sebagaimana Q.S An Nisa: 34 "laki-laki adalah pemimpin bagi
wanita..." Makna pemimpin
dari ayat ini adalah sebagai penegak aturan. Ibu jangan mengambil alih peran
ini.
Para ayah wajib
bantu istri agar tidak kehilangan Al Waduudnya. Istri jangan mengambil wilayah
aturan. Suami wajib mengingatkan istri bahwa yang menegakkan aturan adalah
suami, maka jika ibu ingin memiliki aturan untuk anak, sampaikan pada suami.
Istri hanya memberikan usulan. Anak rusak, itu tanggung jawab suami.
Semoga hal ini
bisa menjadikan perbaikan bagi rumah tangga, ketika ibu dan ayah menjalankan
fungsinya. Ibu dengan kasih sayang, ayah dengan ketegasannya.
Lakukan diskusi
bersama. Penting agar ibu dan ayah selalu melakukan harmonisasi. Sebab biasanya
permasalahan anak hanya 20% sisanya karena komunikasi ibu dan bapak yang tak
selesai dan berdampak pada pengasuhan anak. Banyak anak yang tidak patuh pada orang tuanya karena sering melihat
pemandangan konflik antara ibu dan ayahnya. Ayah wajib bantu ibu menjadi yang
dirindukan terlepas ibu bekerja atau di rumah dengan memfasilitasi agar ibu
memiliki pikiran dan perasaan yang positif.
Sesi Diskusi
Penanya 1
Bagaimana meyakinkan istri untuk di rumah?karena istri punya karir yg cemerlang
di pekerjaannya.
Tanggapan dari peserta
- Dari
pengalaman mengapa saya (seorang ibu) memilih resign, diawali oleh suami yang
mengajak musyawara bukan hanya terkait finansial tapi lebih kepada hal
pengasuhan anak. "jika kamu bekerja siapa yang mendidik anak". Hati
seorang istri akan tersentuh.
- Temukan
kekhawatiran istri mengapa ia masih bekerja. Misal jika finansial, suami
pastikan dan meyakinkan bahwa tak akan kekurangan meski ibu tak bekerja.
- Sering diajak
kajian tentang keutamaan istri di rumah.
- Suami wajib
menunjukkan perhatiannya dengan memuji kelebihan istri.
Tanggapan dari
Ustadz Bendri
Bagaimana agar
istri mau mendengar suami?
Dalam pepatah
Arab "kebaikan itumenaklukkan manusia". Maka nasihat yang tidak
masuk kepada pasangan karena dirasa mungkin belum baik. Bagaimana kebaikan yang
menaklukkan manusia?
Kebaikan yang
sering. Lakukanlah banyak kebaikan kepada istri agar hati istri takluk kepada
suami.
Kebaikan yang
ekstrim. Tidak sering tapi sekalinya berbuat dengan kebaikan-kebaikan yang
besar.
Inilah tradisi
yang diajarkan Rasulullah "aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik
kepada perempuan".
Penanya 2
Apakah wajar
ketika anak lelaki saya yang berusia 4,5 tahun sangat nempel kepada saya??
Sampai usia berapa anak bounding kepada ibunya? Saat suntuk
dengan pekerjaan, saya membutuhkan me time, namun dzolimkah terhadap anak
karena waktu bersama anak semakin berkurang untuk kerjaan ibu dan untuk me time
ibu?
Tanggapan dari
MC
Berikan
kesempatan kepada suami agar lebih dekat pada abinya.
Tanggapan dari
Ustadz Bendri
Kedekatan
kepada anak indikasinya bukan sekadar dekat atau tidak dekat. Indikasi yang
lain apakah mampu mengerjakan urusannya sendiri? karena jika umur 4 tahun masih
ingin 'dilayani' oleh ibunya terkait urusan pribadi, maka harus diantisipasi.
Sebab usia 4 tahun sudah masuk ke fase independent, fase ketika anak sudah
mulai mandiri. Orang tua hanya sebagai partner. Jika terlalu nempel pada ibu
bukan berarti ia sangat tergantung pada ibu, bisa jadi karena anak tak memiliki
alternatif yang dilihat dari sosok ayah.
Tentang me time yang
kebablasan, anak memang
tidak bisa menunggu maka anak harus dipahamkan bukan dengan dibuat jarak antara
ibu dan anak. Ibu bisa jujur kepada anak. Sebab menghindar dari anak justru
memberikan persepsi yang buruk kecuali kita tidak bisa mengelola emosi yang
negatif. Anak tidak bisa mentolerir pekerjaan, jika tidak bisa berdekatan
dengan anak untuk sementara waktu maka lebih baik jujur pada anak. Cara yang
berikutnya lakukanlah sandiwara pada anak, kalau sengan klien ibu bisa
bersandiwara untuk bisa tersenyum, maka kepada anak harus juga ibu lakukan,
jadilah ibu yang profesional sebagaimana ibu ingin menjadi pekerja yang
profesional.
Kesimpulan
Jika seorang wanita bimbang memutuskan untuk bekerja atau tetap di rumah, maka yang utama adalah wanita di rumah. Kalaupun kondisi rumah tangga menjadikan wanita bekerja, maka itu bukan berarti hina. Yang terpenting dalam hal ini adalah fungsi kewanitaan dan keibuaan sebagai Al Waduud, yang penuh kasih sayang dan dirindukan oleh pasangan dan anak-anaknya.
Allahu ta'allam
Keren mbak postingannya, makasiiih :)
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Djayanti. Semoga bermanfaat :)
Deleteterima.kasih share ilmunya bermanfaat sekali
ReplyDeleteSama-sama Mbak Erna. Semoga bermanfaat yaa :)
Deletekeren mbaa lisfa
ReplyDeleteTerima kasih, Dina :)
Delete