Posted by : Fatinah Munir 24 May 2013


Bismillahirrahmanirrahim

Tulisan ini saya buat dua tahun lalu. Saat membaca tulisan ini yang terkungkung dalam salah satu folder tulisan, saya kembali merefleksi hati dan pikiran. Berharap refleksi ini bisa dirasakan teman-teman juga, maka tulisan ini saya publikasikan di blog sederhana ini. Have a nice read, Guys!

***


Menulis, bagi saya adalah lebih dari sekadar sebuah aktivitas menyampaikan menuangkan gagasan melalui rangkaian kata. Melaluinya saya bisa mengenal dunia, mengenal siapa saya, dan siapa orang-orang yang ada di sekitar saya. Pun dari menulis, saya tahu bagaimana sebuah wisdom diaplikasikan dalam segala lini kehidupan manusia.

Makna menulis yang terakhir itu saya dapatkan setelah beberapa tahun menyeriusi dunia literasi, yakni sejak saya mulai belajar bagaimana menulis yang baik hingga saya dipercayai guru-guru saya untuk menulis di media yang digarapnya.

Pada 2010 lalu, saat saya baru menyandang predikat sebagai mahasiswa Farmasi FKIK UIN merupakan cikal bakal saya mengenal dunia literasi secara formal. Di awal perkuliahan, saya mendaftarkan diri menjadi anggota baru FLP Ciputat yang kesekretariatannya sangat dekat dengan kampus. Di sinilah saya mengenal banyak penulis muda yang berbakat, penulis-penulis senior yang menginspirasi, dan teman-teman seperjuangan yang menginspirasi dalam menulis.

Selama satu tahun menjadi anggota sekaligus pengurus FLP Ciputat, saya lebih banyak menulis fiksi dan beberapa tulisan ringan yang biasa saya tulis di atas bus melalui hape dan saya kurung dalam blog pribadi atau catatan facebook saya. Selama bergabung dengan FLP Ciputat ini saya juga menjadi lebih sering mengikuti lomba-lomba menulis dan lebih sering berbincang dengan beberapa penulis yang sudah punya nama.

Sampai sekarang, meskipun sudah memiliki beberapa antologi bersama teman-teman FLP, saya masih belum memiliki keberanian untuk menerbitkan buku solo. Alasan yang selalu keluar dari mulut saya adalah saya belum berani menulis solo dengan ilmu yang sedikit ini. Cukup naif memang alasannya. Tapi memang itu alasan terkuat yang datang dari hati saya dan masih saya pegang hingga saat ini.

Berangkat dari alasan inilah saya selalu berhati-hati dalam menulis. Salah satu pemahaman yang saya pegang dari agama saya adalah semua ada pertanggungjawabannya. Pun itu dengan rangkaian kalimat yang saya sampaikan melalui tulisan. Nah, memasuki dunia kepenulisan yang lebih serius ini, saya –dan saya yakin semua penulis juga –mulai dihimpit oleh dua hal yang membuat saya harus berpikir ulang. Yakni dua hal besar yang berbeda; menulis untuk ladang amal atau untuk bisnis kepenulisan.

Tulisan ini saya buat karena saya sempat terkejut ketika beberapa hari lalu (17 Januari 2011) membaca tulisan penulis muda sekaligus senior saya yang cukup saya kenal. Tulisannya mejeng di salah satu koran lokal. Tema yang diusung penulis muda ini adalah “Berbisnis dalam Kepenulisan”. Saat membaca judul ini spontan saya langsung mengerutkan dahi.

Memang, yang saya ketahui organisasi kepenulisan yang saya ikuti ini memiliki literari agency yang bekerja sama dengan banyak penerbit di Indonesia. Beberapa teman penulis yang saya kenal dan bergabung dalam kelas perbukuan (dalam FLP Ciputat ada enam kelas kepenulisan, salah satunya adalah kelas perbukuan) menulis ketika ada “orderan” dari penerbit. Tentu saja siapa saja yang bergabung dalam kelas perbukuan bisa menulis untuk “orderan” ini. Ya, sekalipun yang menulis ini bukanlah orang yang ahli dalam bidangnya. Dan biasanya, mereka yang bergabung dalam “proyek” ini mengambil sumber dari banyak media terutama internet.

Melihat pola di atas, saya agak kurang sreg. Entahlah, kata orang saya perfeksionis sehingga apa yang saya kerjakan harus benar-benar benar dan terlihat sempurna. Tapi kali ini penekanannya bukan perihal sempurna atau tidaknya sebuah tulis, melainkan kebenaran dari apa yang saya tuliskan yang saya sebut sebagai prinsip kebenaran informasi.

Pernah seorang senior di FLP Ciputat meminta saya menulis sebuah buku nonfiksi yang sesuai dengan bidang saya, yakni farmasi. Buku itu sempat saya tulis hingga beberapa bab, tapi tulisan itu saya diamkan hingga sekarang. Sebenarnya, bukan karena pikiran saya buntu dan tidak mampu meneruskan. Hanya saja, saya yang masih kuliah merasakan ada keganjalan dengan hal-hal yang saya tulis. Saya masih merasa teramat sangat kurang ilmu untuk menuliskan buku kesehatan yang notabene memerlukan keakuran data. Apalagi tema yang saya angkat adalah kesehatan dan pengobatan dalam Islam. Dalam hal ini harus ada kesinkronan antara al-Qur’an, hadits, fakta, dan penelitian. Alhasil, prinsip kebenaran informasi ini membuat saya menghentikan “proyek” ini.

Karena “mogok” menulis, beberapa orang yang saya kenal sempat menyayangkan keputusan saya. Tapi saya tetap keukeuh pada pilihan saya, bahwa apa yang saya tulis harus hal yang benar, bukan sekadar “comot” dari apa yang saya baca. Saya bertekad bahwa apa yang saya tulis harus sesuatu yang sudah saya kuasai, agar nantinya tidak salah tulis dan malah menyesatkan pembacanya apalagi jika proses menulis ini hanya dijadikan alat merauk sejumlah keuntungan finansial.

Agama saya mengajarkan bahwa segala sesuatu bermula dari niat, demikian juga dalam hal menulis. Dan saya pun mulai memutar balik kronologi keterlibatan saya dalam dunia kepenulisan. Alasan pertama saya menulis adalah karena saya ingin menyampaikan apa-apa yang saya ketahui kepada banyak orang. Selain itu, karena saya sangat menyukai sastra, saya ingin mengekspresikan pikiran dan opini-opini saya kepada banyak orang melalui sastra (karena konsen saya selama di FLP Ciputat adalah di kelas Sastra dan Novel), persis seperti yang dilakukan Taufik Ismail dan Bunda Helvy Tiana Rosa. Karena dua alasan inilah kadang saya mulai ragu ketika ada yang menawari “proyek” tulisan dengan tujuan utama uang.

Memang munafik jika saya berkata saya tidak menginginkan uang atau honor dari tulisan saya, tapi honor bukan tujuan utama saya dalam menulis. Seperti yang diajarkan oleh agama saya, kata pertama yang disampaikan dalam proses turunnya al-quran adalah “Bacalah!” Bagi saya, sepenggal kata perintah ini bukan sekadar seruan untuk membaca, melainkan sebuah perintah edukasi dan pengembangan diri yang dimulai dengan membaca dan dilanjutkan melalui pena.

Semua orang tahu bahwa sebuah karya (tulisan atau apapun itu) memiliki umur yang lebih panjang dari pemilikinya. Nah, jika karya kita yang berupa tulisan atau buku itu bisa memberikan inspirasi positif dalam kebaikan, pasti sangat menyenangkan. Dan menjadi satu hal yang mengerikan ketika tulisan yang kita tinggalkan tak dapat kita pertanggungjawabkan isi dan dampaknya di akhirat kelak. Apalagi jika tulisan itu justru membawa perubahan buruk pada pembacanya. Na’udzubillah.

Untuk mengakhiri tulisan ini, himpitan antara ladang amal dan lahan bisnis dalam kepenulisan memang menjadi urusan personal penulis. Tapi, sebagai seorang yang masih belajar menulis, saya berharap agar saya tetap istiqomah dalam niat menulis saya, yakni menulis untuk berbagi ilmu yang bermanfaat dan menginspirasi pada kebaikan.

Semoga Allah mengistiqomahkan kita semua. Semoga semua tulisan kita, buku-buku yang nantinya kita terbitkan pun dapat memberi manfaat, mengispirasikan kebaikan, dan membawa keberkahan bagi kita dan bagi yang membacanya. Jika karya kita sudah berkah, insya Allah perihal honor dan embel-embel lainnya membuntuti dan mengerumuni. Amin. Insya Allah.

Salam literasi!
Semoga bermanfaatdan menginspirasi pada kebaikan! :) 

{ 2 komentar... read them below or Comment }

  1. menulis dengan ilmu
    ajarin dong fatul :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waaah, kita belajar bareng aja gimana, Kak? Barter ilmu masing-masing :)

      Delete

Terima kasih atas komentarnya :)

You are The

Hallo Happy Readers!

Hallo Happy Readers!
Selamat datang di blog pribadi saya. Di blog ini teman-teman akan membaca tulisan-tulisan saya seputar pendidikan, kedisabilitasan dan inklusivitas, pengalaman mengajar, dan tulisan-tulisan lainnya yang dibuat atas inspirasi di sekitar saya. Semoga tulisan dalam blog ini bermanfaat dan menginspirasi pada kebaikan. Selamat membaca!

Contact Me

@fatinahmunir

fatinahmunir@gmail.com

Educator | Writer | Adventurer

Berbakti | Berkarya | Berarti

My Friends

- Copyright © Fatinah Munir -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -