Posted by : Fatinah Munir 12 May 2013


Komunikasi merupakan salah satu hal yang sangat dibuttuhkan manusia sebagai makhluk sosial. Melalui komunikasi, dua individu atau lebih bisa saling bertukar informasi, bertukar pikiran, dan saling memahami kemauan antar satu sama lainnya. Menurut Wilson (1987) dalam Kathleen Ann Quill (1995) dikatakan bahwa dalam komunikasi dibutuhkan lebih dari sekadar kemampuan untuk rangkai kata-kata dalam urutan yang tepat, tetapi dibutuhkan juga hubungan saling memahami apa yang dikomunikasikan.

Komunikasi dapat dikatakan sebagai kemampuan untuk membiarkan orang lain mengetahui apa yang diinginkan individu, menjelaskan tentang sesuatu kepada orang lain, serta untuk mengetahui sesuatu dari orang lain. Dengan kata lain, komunikasi merupakan suatu aktivitas sosial antar dua orang atau lebih untuk dapat saling bertukar informasi yang dilakukan  secara verbal dan nonverbal.

Bertolak pada pengertian komunikasi di atas, mari kita tengok pola atau karakteristik komunikasi anak autis. Dalam DSM IV (Diagnostic Statistical Manual 1994) dikatakan bahwa seorang anak dapat dikatakan menyandang keautistikan ketika perkembangan bicaranya lambat atau sama sekali tidak berkembang dan tidak ada usaha mengimbangi komunikasi dengan  cara lain; jika anak bisa berbicara, bicaranya bukan untuk komunikasi; sering menggunakan bahasa yang aneh dan berulang; pola bermain anak yang kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang bisa meniru.

Untuk menguatkan karakteristik komunikasi anak autis, Christopher Sunu (2012) menyatakan beberapa indikator perilaku komunikasi dan bahasa yang mungkin ada pada anak autis. Di antaranya adalah ekspresi wajah datar, ridak menggunakan bahasa atau isyarat tubuh, jarang memulai komunikasi, tidak meniru aksi atau suara, berbicara sedikit atau tidak ada sama sekali, membeo kata, intonasi bicara aneh, tampak tidak mengerti kata, serta mengerti dan menggunakan kata secara terbatas.

Dari sekian banyak ciri yang tertera di atas, membeo atau ekolalia merupakan ciri utama anak autis sebagai gangguan kualitatif dalam perkembangan komunikasi. Contoh dari ekolalia adalah seorang anak autis bisa secara terus menerus mengulang satu kata atau kalimat atau nyanyian tanpa dimengerti artinya. Ciri ekolalia ini biasanya dimiliki penyandang autis muda dengan kemampuan verbal. Akan tetapi, ciri ekolalia bukanlah satu ciri yang penting karena dalam perkembangan anak umum juga terdapat fase di mana anak mulai bisa meniru dan selalu mengulang kata yang baru dikenalnya. Untuk membedakannya dengan anak autis, orang tua dapat mengetahuinya dengan cara apakah anak menyerti arti kata yang didengar atau diucapkannya.

Selain ekolalia, ciri lain yang menonjol dan perlu diperhatikan lingkungan anak autis adalah anak autis memiliki keterbatasan memahami atau menggunakan kata dan hanya menggunakan atau memahami kata secara harfiah, dengan kata lain anak autis memiliki keterbatasan dalam memahami kiasan atau sindiran. Karena keterbatasan inilah, orang tua, guru, dan lingkungan anak autis hendaknya menggunakan kalimat yang to the point atau langsung pada apa yang dimaksud. Ketika berbicara dengan anak autis, hindari kalimat yang berbelit atau penuh dengan kiasan karena anak akan kebingungan mengartikan kalimat yang didengarnya.

Jika dalam suatu komunikasi dilakukan interaksi dua arah, pada komunikasi anak autis biasanya dilakukan hanya satu arah. Misalnya, dua orang berkomunikasi seperti biasa untuk dapat saling memberi dan menerima informasi, tetapi anak autis berkomunikasi hanya untuk menerima informasi atau memberi informasi. Untuk itu komunikasi anak autis bukanlah “berbicara dengan” yang melibatkan hubungan dua arah, melainkan satu arah.

Selain mengetahui beberapa ciri penting di atas, orang tua hendaknya memiliki pengetahuan perkembangan bahasa dan komunikasi yang dimiliki anak pada umumnya. Pengetahuan ini penting karena orang tua bisa membandingkan langsung perkembangan bahasa dan komunikasi yang dimiliki anak.

Beberapa ciri komunikasi anak autis di atas tidak melulu harus dimiliki oleh satu orang anak autis. Semua ciri ini hanya bersikap menyeluruh atau komprehensif. Mungkin saja seorang anak autis memiliki separuh ciri di atas, atau mungkin hanya sepertiganya. Kendati demikian, banyak atau tidaknya ciri yang ada dalam diri anak autis bukan penghalang orang tua untuk melakukan penanganan terbaik. Sedikit ataupun banyak ciri-ciri yang dimiliki anak autis tetap harus mendapatkan penanganan untuk mengurangi perilaku keautistikannya.


(*) Tulisan in i pernah diposting di kartunet.com dengan judul "Pola Komunikasi Anak Autis"

Leave a Reply

Terima kasih atas komentarnya :)

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

You are The

Hallo Happy Readers!

Hallo Happy Readers!
Selamat datang di blog pribadi saya. Di blog ini teman-teman akan membaca tulisan-tulisan saya seputar pendidikan, kedisabilitasan dan inklusivitas, pengalaman mengajar, dan tulisan-tulisan lainnya yang dibuat atas inspirasi di sekitar saya. Semoga tulisan dalam blog ini bermanfaat dan menginspirasi pada kebaikan. Selamat membaca!

Contact Me

@fatinahmunir

fatinahmunir@gmail.com

Educator | Writer | Adventurer

Berbakti | Berkarya | Berarti

My Friends

- Copyright © Fatinah Munir -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -