Posted by : Lisfatul Fatinah 09 January 2013


Bahasa adalah kebutuhan utama manusia untuk dapat berkomunikasi dengan dunia luar. Tanpa bahasa seseorang tidak akan mengerti apa yang disampaikan orang lain dan tak akan bisa mengutarakan apa yang ingin disampaikannya. Dalam hal ini, anak dengan gangguan pendengaran tidak hanya memiliki hambatan dalam pendengarannya.

Ketidakmampuan mendengar yang dialami anak gangguan pendengaran menyebab anak tidak tahu bahasa. Akibatnya, anak tidak mengenal bahasa dan anak tumbuh menjadi orang yang miskin bahasa.
Jika anak dengar pada umumnya mampu merespon orang lain di awal perkembangannya dengan tawa dan tangis, anak gangguan pendengaran tidak bisa merespon karena anak tidak tahu bahasa. Untuk mengembangkan kemampuan bahasa anak gangguan pendengaran, dicontohlah pola perkembangan anak dengar dan diterapkan di dunia pendidikan.

Perilaku Lahiriah Anak dalam Belajar Bahasa

Perkembangan anak menggunakan behasa sebenarnya terjadi sejak anak lahir. Ketika anak atau bayi menangis saat dilahirkan, itu adalah sebuah komunikasi awal bayi  dengan dunia luarnya.  Reaksi bayi menangis kemudian berubah sampai beberapa pekan pertama. Di beberapa bulan pertama inilah bayi berkomunikasi dengan tangisan dan tawa. Tahapan ini adalah tahapan prapemerolehan bahasa, di mana bayi dapat merespon dunia luarnya dan mengutarakan apa yang diinginkannya dengan tangisan dan tawa.

Selanjutnya, sehubungan dengan tahap pemerolahan bahasa, sikap atau kemampuan anak berkeomunikasiadalah mempersepsi atau memahami wajah orang (keterarahwajahan) dan menyimak ujaran (keterahsuaraan) yang sedang berinteraksi dengannya. Dalam tahapan ini, biasanya ibu akan membalas reaksi anak dengan ujaran  atau gerakan tertentu, sehingga timbullah komunikasi antara bayi dan ibu.

Pada usia ketiga bulan, secara jelas bayi  akan menunjukkan suatu sikap mengharapkan reaksi dari ibu. apabila ibu tidak meresponnya, biasanya bayi akan menunjukkan sikap kurang senang, menarik diri, dan kekhawatiran dengan tangisan. Dengan demikian, sebelum bayi dapat benar-benar  mengatakan satu kata, bayi  telah melakukan suatu peran dalam tindak komunikasi.

Kira-kira pada usia keempat bulan, perhatian bayi  yang tadinya hanya tertuju pada orang yang berinteraksi dengannya  kini beralih pada benda-benda yang ada di lingkungannya. Hal ini juga menyebabkan perubahan pola interaksi atau komunikasi anatara ibu dan bayi. Misalnya, apabila ibu sedang bersama bayinya dan si bayi memerhatikan sesuatu, secara otomatis ibu akan mengikuti arah pandang si bayi dan berbicara mengenai apa yang sedang diamati  si bayi.

Hal di atas kemudian berkembang, ibu akan menjelaskan benda-benda yang ada di sekitarnya dan secara otomatis bayi akan mengikuti arah pandangan mata ibu dan memerhatikan apa yang ditunjuk dan dibicarakan ibu. Oleh karena itu, dalam kondisi ini secara  bersamaan  ibu dan bayi akan memerhatikan hal yang sama, sehingga semakin besarlah kemungkinan bahwa si bayi akan menemukan hubungan antara kata-kata dengan benda atau kejadian.

Pada usia 10 bulan, bayi  mulai dapat mengintegrasikan dunia orang dengan dunia objek. Dengan demikian, bayi dapat menghubungkan antara objek atau benda dengan ibunya. Hingga pada tahun pertama perkembangan anak, ibu dapat merespon atau menanggapi apa yang ingin disampaikan oleh anak.

Selanjutnya, perkembangan bahasa anak bertambah maju melalui tanggapan orang tua yang menyambung atau menerjemahkan apa yang diungkapkan anak. Lalu, ibu berusaha mengarahkan anak bahwa apa yang ingin dikatakan anak seharusnya  dikatakan begini, dan seterusnya.

Perilaku ibu dan anak seperti di atas dapat diterapkan dalam pembelejaran anak gangguan pendengaran. Model pembelajaran anak gangguan pendengaran yang dapat diterapkan dengan mencontoh perilaku lahiriah anak dan ibu adalah metode tangkap dengan kurikulim komunikatif  dan lintas bahasa.

Implikasi Perilaku Lahiriah Anak dalam Belajar Bahasa pada Metode Pengajaran Bahasa

Metode tanggap dan peran ganda seperti yang dilakukan ibu kepada anak dengar sejak dini harus diterapkan pula  pada pendidikan anak gangguan pendnegaran. Hal ini berarti bahwa pengenalan pada banyak benda melalui pengalaman sehari-hari.

Sebagai implikasinya dalam pengajaran bahasa, perilaku lahiriah yang natural dan menciptakan suasana komunikasi yang nyaman dan intraktif sangat dibutuhkan. Sehingga, metode ini tidak menitikberatkan pada pembendaharaan kata yang dimiliki anak, melainkan untuk membangkitkan situasi dan minat anak untuk berkomunikasi.

Leave a Reply

Terima kasih atas komentarnya :)

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

You are The

Hallo Happy Readers!

Hallo Happy Readers!
Selamat datang di blog pribadi saya. Di blog ini teman-teman akan membaca tulisan-tulisan saya seputar pendidikan, kedisabilitasan dan inklusivitas, pengalaman mengajar, dan tulisan-tulisan lainnya yang dibuat atas inspirasi di sekitar saya. Semoga tulisan dalam blog ini bermanfaat dan menginspirasi pada kebaikan. Selamat membaca!

Contact Me

@fatinahmunir

fatinahmunir@gmail.com

Educator | Writer | Adventurer

Berbakti | Berkarya | Berarti

My Friends

- Copyright © Fatinah Munir -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -