Posted by : Fatinah Munir 04 October 2019

Daruma San and Sakura from Japanese Shop Ilustrasion 
Siang tadi selepas menikmati makan siang, saya berbincang sebentar dengan rekan psikolog di tempat mengajar. Salah satu hal yang kami bicarakan adalah tentang keinginan besar yang belum tercapai. Rekan saya bilang kalau dia sangat ingin menjadi psikolog di puskesmas. Walaupun saat ini dia tetap menikmati tugas sebagai psikolog di lembaga pendidikan, menjadi psikolog di puskesmas adalah profesi impiannya yang sejalan dengan gelar keprofesiannya sebagai psikolog klinis dewasa.

Tiba giliran saya berbicara. Saya merasa saat ini saya sangat mencintai pekerjaan saya sebagai pendidik individu dengan autisme usia dewasa. Tapi mencintai pekerjaan saya saat ini tidaklah cukup buat saya. Ada hal lain yang ingin saya capai. Bukan sekadar menjadi pendidik yang biasa saja, yang selalu berkutat dengan kelas dan materi ajar. Saya juga ingin menjadi pendidik yang luar biasa, yang tidak hanya memberikan pengaruh kepada murid-murid besar saya di dalam kelas tetapi juga memberikan pengaruh lebih luas lagi. 

Target besar yang saya punya adalah menjadi pakar pendidikan khusus individu dengan autisme, melakukan banyak penelitian di bidang ini, menemukan solusi dari kompleksnya berbagai permasalahan individu dengan autisme. Yang mana satu-satunya cara untuk mencapai target ini adalah dengan melanjutkan kuliah magister dan doctoral, hingga saya dapat terverifikasi di sebuah laboratorium pendidikan sebagai seorang pakar di bidang keautistikan.

Aaaaah~! T____T Memikirkan hal ini menjadikan saya kembali teringat kejadian empat bulan lalu. Empat bulan ini saya hiatus dari aktivitas begadang hampir setiap malam karena harus belajar secara mandiri yang telah saya lakukan selama hampir satu tahun. Itu berarti juga sudah empat bulan sejak saya secara resmi tidak lulus seleksi beasiswa Monbusho. Saya masih teringat berdebarnya jantung saya dengan sangat cepat dan dinginnya jemari saya ketika melihat hasil seleksi berkas. Saat itu bahkan saya harus mencari tempat duduk di antara kerumunan orang yang ada di stasiun, karena kaki saya bergetar hebat. Alhamdulillah, qodarullah, saya belum lulus.

Sedih? Pastinya! Tapi saya percaya, inilah saatnya saya utuk belajar lebih banyak lagi. Di sinilah saya bisa lebih memperbaiki diri lagi untuk melanjutkan sekolah ke Jepang. Ini waktunya memantaskan diri lagi demi mencapai tujuan besar saya menjadi seorang pakar pendidikan untuk individu dengan autisme.

Saya berpikir ulang, berkontemplasi, dan menengok kembali usaha-usaha yang sudah saya lakukan setahun persiapan untuk seleksi beasiswa. Lembar CV saya masih biasa-biasa saja, belum ada hal yang wah yang akan menarik perhatian pemerintah Jepang untuk memberikan saya beasiswa, terutama dalam bidang keilmuan saya. Jadi saya bertekad tahun depan, di kesempatan kedua mendaftar beasiswa, harus ada prestasi yang lebih bergengsi dalam bidang keilmuan saya untuk menarik perhatian pemerintah Jepang.

Alhamdulillah ‘alaa kulli haal. Kurang lebih hampir dua bulan setelah berkas saya ditolak, saya bisa mempresentasikan tulisan saya di Asia Pasific Autism Conference 2019 di Singapura. Tidak tanggung-tanggung ternyata ini adalah konferensi autism terbesar sedunia dan tahun ini dilaksanakan di World Convention Centre, Sentosa Island, yang dikenal sebagai event venue termewah di Singapura. Ditambah lagi, selama enam hari konferensi lalu saya hampir tidak mengeluarkan uang dari kantung saya sendiri. Semua biaya konferensi dan akomodasi ditanggung oleh Autism Resource Centre Singapore sebagai tim penyeleksi tulisan saya dan biaya hidup saya ditanggung lembaga tempat saya bekerja. Alhamdulillah.

Lebih dari itu di sana saya mendapatkan hak sebagai delegasi khusus dan bisa belajar langsung dari para pakar pendidikan untuk individu dengan autisme yang selama ini hanya saya nikmati buku-bukunya atau seminarnya secara online di YouTube, seperti Dr. Patricia Howlin dari UCL, Dr. Peter Vermeulen dengan teori Context Blindness, dan Dr. Laura Klinger bersama tim TEACCH dari USA. Nikmat lainnya adalah ketika saya berkenalan dengan pembicara lain yang ternyata memiliki spectrum autisme. Di sini saya mendapatkan sebuah pencerahan dan semangat untuk menjalankan sebuah projek Social Club untuk autism dewasa. Insya Allah pilot projek dari projek ini akan berlangsung tanggal 6 Oktober 2019 ini. Hiks. Terharu dengan kesempatan-kesempatan yang sudah Allah SWT berikan.

Satu lagi kesempatan yang Allah SWT berikan kepada saya. Pekan lalu, alhamdulillah tulisan saya lulus seleksi di Temu Pendidik Nusantara 2019, sebuah konferensi pendidikan terbesar yang ada saat ini di Indonesia. Insya Allah akhir Oktober 2019 ini saya akan mempresentasikan hasil temuan lainnya yang berhubungan dengan pendidikan dan pelatihan individu dengan autisme untuk usia remaja dan dewasa di hadapan pendidik se-Indonesia.

Yang saya lakukan mungkin bukan hal besar bagi sebagian orang, tapi buat saya ini seperti sebuah panggilan hati. Seperti yang saya sampaikan di awal tulisan ini. Saya hanya tidak ingin menjadi pendidik biasa yang memberikan manfaat sebatas pada lingkup murid-murid besar saya di kelas. Kelak saya ingin menjadi seorang pendidik yang bisa memberikan manfaat untuk murid-murid besar lain di seluruh dunia melalui temuan-temuan saya. Saya ingin membantu pendidik-pendidik lain menemukan solusi dari kompleksnya kondisi individu dengan autism, baik yang usia anak-anak maupun dewasa. Semua ini bukan untuk karir atau kedudukan saya sendiri, tapi saya sangat berharap suatu hari Indonesia dan orang-orang di dalamnya bisa lebih ramah terhadap keberadaan individu dengan autisme. ^_^

Sejak kuliah sempat terbersit ingin sekali menjadi Autism Awareness Ambassador untuk Indonesia, tapi sepertinya tidak ada ambassador di hal ini ya. Hhihihihi. Sempat terlintas juga untuk menempati posisi menteri pendidikan Indonesia suatu hari nanti demi tercapainya target besar ini, tapi rasanya ini muluk sekali. Hahaha.
Daruma Dolls photo from Pinteres
Well, tidak lulus beasiswa pada percobaan pertama mungkin memang sudah menjadi jalan saya untuk bisa lebih fokus melakukan banyak hal bermanfaat untuk murid-murid besar saya saat ini. Ditambah lagi bertambahnya waktu untuk mencoba berbagai ide-ide baru untuk membantu lebih banyak lagi individu dengan autism agar bisa diterima dengan baik oleh masyarakat. Semoga dengan begini saya bisa lebih siap melanjutkan sekolah di Negeri Sakura. Aamiin.

Yang terpenting sekarang adalah saya harus tetap semangat, seperti Daruma San dalam ilustrasi tulisan kali ini yang selalu kembali berdiri tegak walau berkali-kali digoyangnya dan jatuh. 

Lisfatul Fatinah Munir | 4 Oktober 2019

{ 1 komentar... read them below or add one }

  1. Yuk Merapat Best Betting Online Hanya Di AREATOTO
    Dalam 1 Userid Dapat Bermain Semua Permainan
    Yang Ada :
    TARUHAN BOLA - LIVE CASINO - SABUNG AYAM - TOGEL ONLINE ( Tanpa Batas Invest )
    Sekedar Nonton Bola ,
    Jika Tidak Pasang Taruhan , Mana Seru , Pasangkan Taruhan Anda Di areatoto
    Minimal Deposit Rp 20.000 Dan Withdraw Rp.50.000
    Proses Deposit Dan Withdraw ( EXPRES ) Super Cepat
    Anda Akan Di Layani Dengan Customer Service Yang Ramah
    Website Online 24Jam/Setiap Hariny

    ReplyDelete

Terima kasih atas komentarnya :)

You are The

Hallo Happy Readers!

Hallo Happy Readers!
Selamat datang di blog pribadi saya. Di blog ini teman-teman akan membaca tulisan-tulisan saya seputar pendidikan, kedisabilitasan dan inklusivitas, pengalaman mengajar, dan tulisan-tulisan lainnya yang dibuat atas inspirasi di sekitar saya. Semoga tulisan dalam blog ini bermanfaat dan menginspirasi pada kebaikan. Selamat membaca!

Contact Me

@fatinahmunir

fatinahmunir@gmail.com

Educator | Writer | Adventurer

Berbakti | Berkarya | Berarti

My Friends

- Copyright © Fatinah Munir -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -