- Back to Home »
- Gangguan Pendengaran »
- Kurikulum Komunikatif atau Lintas Bahasa untuk Anak Disabilitas Pendengaran
Posted by : Lisfatul Fatinah
09 January 2013
Kurikulum Komunikatif
Belajar bagi anak pada umumnya adalah suatu proses yang
alamiah,tetapi tidak bagi anak yang menyandang ketunarunguan dengan adanya
hambatan pada pendengarannya, dan terjadi pula pada hambatan dalam perkembangan
bicara dan bahasanya. Adanya hambatan tersebut ternyata menjadikan komunikasi
anak dengan oranglain tidak lancar. Ketidak lancaran dalam berkomunikasi pada
anak tunarungu berpengaruh pada proses belajar dan proses pendidikan nya.
Agar proses belajar mengajar pada anak tunarungu dapat
berjalan dengan baik dan hasilnya baik,diperlukan metode khusus. Untuk itu kita
diharapkan melaksanakan proses belajar dengan metode maternal reflektif (MMR).
Pengajaran bahasa yang menggunakan pendekatan percakapan sejalan dengan konsep,
language accros the curicullum/kurikulum lintas bahasa, yang memiliki filosofi
tujuan kurikulum akan dapat dicapai jika didahului dengan keterampilan dan
penguasaan bahasa yang tinggi (Depdiknas, 2002;25). Kurikulum lintas bahasa ini
disebut juga dengan kurikulum komunikatif.
Tiga tahapan dalam kurikulum komunikatif adalah:
1. Conversation (untuk kelas awal)
2. Task Oriented Learning, untuk belajar tugas-tugas
tertentu (aturan bahasa dan pengetahuan umum sekitar anak (untuk kelas rendah)
3. Spesific Teaching, punguasaan bahasa untuk mempelajari
bidang-bidang studi lainnya.
Metode yang tepat untuk mengimplementasi kan kurikulum
diatas adalah Metode Maternal Reflektif . MMR merupakan metode belajar yang
dikembangakan oleh A. Van Uden dari lembaga pendidikan anak tunarungu. Secara
harfiah Maternal berarti keibuan, dan reflektif berarti memantulkan atau
meninjau kembali. Metode Maternal Reflektif ini sering disebut dengan metode
percakapan antara ibu dan anak.
Adapun ciri-ciri Metode Maternal Reflektif adalah sebagai
berikut :
1. Mengikuti cara-cara anak
mendengar sampai pada penguasaan bahasa ibu (metode tongue) dengan tekanan pada
berlangsungnya percakapan antara ibu dan anak sejak bayi.
2. Bertolak pada minat dan
kebutuhan komunikasi anak dan bukan pada program tentang aturan bahasa yang
perlu di drill.
3. Menyajikan bahasa yang
sewajar mungkin pada anak, baik secara ekspresif maupun reseptif.
4. Menuntun anak secara
bertahap agar mampu menemukan sendiri aturan atau bentuk bahsa melalui refleksi
terhadap segala pengalaman berbahasanya.
Pada setiap akhir kegiatan belajar mengajar diharapkan anak
dapat mengkomunikasikan secara aktif pokok materi percakapan yang telah
dikuasai (sebagai taraf perkembangan bahsanya), karena selama percakapan
berlangsung anak sudah melalui proses sebagai berikut :
- Belajar untuk bersikap spontan untuk mengungkapan isi hati, mengatakan keinginan, maksud, keheranan, kegembiraan, kesedihan, permintaan, dan keingintahuan.
- Belajar untuk bersikap reaktif terhadapa ungkapan isi hati lawan bicara dengan menyanggah, membenarkan, dan menjawab pertanyaan.
- Belajar berempati masuk ke dalam perasaan orang lain.
Kurikulum Lintas Bahasa
Pengajaran bahasa yang menggunakan pendekatan percakapan
sejalan dengan konsep Language Accros the Curiculum/Kurikuium lintas bahasa,
yang memiliki filosofi, tujuan kurikulum akan dapat dicapai jika didahului
dengan ketrampilan dan penguasaan bahasa yang tinggi (Depdiknas, 2002 :
25). Bentuk lain dari kurikulum lintas bahasa ini Des Power dan Merv
Hide disebut kurikulum komunikatif (Depdiknas, 2005 : 25).
Tiga tahapan dalam kurikulum komunikatif ini adalah :
a. Conversation untuk
kelas awal
b. Task Oriented Learning, untuk
belajar tugas -tugas tertentu (aturan bahasa dan pengetahuan umum sekitar anak)
untuk kelas dasar rendah.
c. Spesific teaching, penguasaan
bahasa untuk mempelajari bidang- bidang studi lainnya.
d. Metode yang tepat untuk
mengimplementasikan prinsip kurikulum di atas adalah Metode Maternal
Reflektif (Depdiknas, 2005 :25).
Metode Maternal Reflektif (MMR) merupakan metode
mengajar yang dikembangkan o!eh A. Van Uden dari lembaga pendidikan anak
tunarungu St. Michielgesta Belanda (Cecilia dan Lani Bunawan, 2000 : 11).
Secara harfiah Maternal berarti keibuan, dan reflektif berarti
memantulkan atau meninjau kembali. Metode Maternal Reflektif 'ini
sering disebut dengan metode percakapan antara ibu dan anak (bayi).
Adapun ciri - ciri Metode Maternal Reflektif adalah
sebagai berikut:
- Mengikuti cara - cara anak mendengar sampai pada penguasaan bahasa Ibu (Metode tongue) dengan tekanan pada berlangsungnya percakapan antara ibu dan anak sejak bayi.
- Bertolak pada minat dan kebutuhan komunikasi anak dan bukan pada program tentang aturan bahasa yang perlu di drill.
- Menyajikan bahasa yang sewajar mungkin pada anak, baik secara ekspresif maupun reseptif.
- Menuntun anak secara bertahap mampu menemukan sendiri aturan atau bentuk bahasa melalui refleksi terhadap segala pengalaman berbahasanya (discovery learning).
Pada setiap akhir kegiatan belajar mengajar diharapkan anak
dapat mengkomunikasikan secara aktif pokok materi percakapan yang telah
dikuasai (sebagai taraf perkembangan bahasanya), karena selama percakapan
berlangsung anak sudah melalui proses sebagai berikut:
- Belajar untuk bersikap spontan untuk mengungkapkan isi hati, mengatakan keinginan, maksud, keheranan, kegembiraan, kesedihan, permintaan, dan keingintahuan.
- Belajar untuk bersikap reaktif terhadap ungkapan isi hati lawan bicara dengan menyanggah, membenarkan, dan menjawab pertanyaan.
- Belajar berempati (masuk ke dalam perasaan orang Iain).