Archive for August 2018
Zero Waste Life Journey: Refuse and Reduce Journey
Zero Waste Life Journey
Refuse and Reduce Journey
Selama
sepekan kedua ini mendapat tantangan baru zero waste life untuk praktik 5R's Concept yang pernah saya tulis di sini. Tantangan kali ini adalah menolak (refuse) dan mengurangi (reduce) penggunaan
barang-barang yang berpotensi menjadi sampah, terutama plastik sekali pakai.
Seperti yang saya ceritakan di tulisan sebelumnya di sini, saya tidak memulai
dari rumah tetapi dari diri saya sendiri. Jadi, semua tantangan ini saya mulai
dari diri saya sendiri.
Start From The Big Four
Oh oiya,
untuk pemula seperti saya, pastinya sangat sulit untuk memulai zero waste life
ini. Selain karena banyak sekali benda-benda di sekitar kita yang langsung
menjadi sampah, pemula seperti saya juga bingung harus memulai dari mana atau
mengganti benda-benda yang langsung menjadi sampah itu dengan apa.
Tapi tenang
saja, Alhamdulillah ada solusi yang cukup ampuh yang ditawarkan oleh Plastic Free July. Plastic Free July ini sendiri adalah sebuah challange menolak plastik selama
sebulan yang sudah dimulai sejak Juli 2011 lalu. Untuk memudahkan praktik zero
waste life buat pemula seperti saya, Plastic Free July ini menawarkan tahap
refuse dan reduce ini dengan menolak dan
mengurangi The Big Four, Si Empat Benda Terlarang saya menyebutnya.
The Big Four
ini adalah empat benda remeh yang ada di sekitar kita, yang sering kali kita
gunakan, tapi langsung menjadi sampah dan menempati posisi jumlah sampah yang
paling banyak di TPA negara manapun. Keempat benda ini adalah kantung plastik,
botol minum sekali pakai, sedotan, dan gelas sekali pakai (dalam terminologi
aslinya sebenarnya adalah gelas kertas sekali pakai untuk kopi).
Nah…, jadi
untuk para pemula di zero waste life, bisa memulai refuse dan reduce dengan
menolak kantung plastik sampah dan menggantinya dengan tas kain. Kita bisa juga
menolak pakai botol plastik sekali pakai dan menggantinya dengan tumbler. Kemudian
menghindari sedotan jika masih dapat diminum tanpa sedotan atau mengganti
sedotan plastik dengan sedotan stainless steel, sedotan bambu, atau sedotan
berbahan silicon yang bisa dicuci pakai. Terakhir adalah menghindari gelas
sekali pakai dan menggunakan gelas sendiri yang bisa dipakai berkali-kali.
My Refuse and Reduce Journey
Begitulah
kira-kira langkah awal refuse dan reduce dengan menolak The Big Four, empat
benda terlarang dalam zero waste life. Memang hanya sedikit permulaannya, hanya
sebatas pada beberapa benda. Tapi insya Allah, dengan konsisten dan menikmati tahapan
kecil tersebut kita bisa melangkah ke tahap zero waste selanjutnya yang jauh
lebih sulit dan lebih menantang.
Amunisi berpergian nol sampah ala Lisfah |
Untuk saya
pribadi, dalam rangka refuse dan reduce melalui the bigh four, hal pertama yang
saya lakukan adalah membawa bekal makanan, camilan, dan minum dari rumah. Di
hari saat saya harus keluar rumah hampir seharian, saya menyiapkan amunisi yang
sekiranya akan dibutuhkan. Saya mulai dengan membawa satu tempat makan berisi
makan siang, satu tempat makan berisi camilan, satu set sendok dan sumpit
stainless steel (karena saya lebih nyaman pakai sumpit daripada garpu), satu
tumbler besar untuk air putih, dan satu tumbler kecil untuk kopi (karena saya
pecinta kopi, hehehe), terkahir adalah saputangan sebagai pengganti tisu makan.
Semuanya dimasukkan ke dalam tas kain serbaguna.
Membeli
makanan dengan membawa wadah sendiri juga jadi bagian dari refuse and reduce
yang saya lakukan di sini. Beberapa kali saya mencoba membeli makanan dengan
wadah sendiri. Awalnya deg-degan, khawatir dipandang aneh dan merepotkan. Tapi
alhamdulillah, respon penjualnya rata-rata senang sekali dan mau membantu
menata makanan di wadah saya. Misalnya saja seorang penjual ayam goreng di
bawah ini yang mau memotong-motong ayam goreng yang saya beli agar muat di
dalam wadah saya. ^_^
Membawa wadah sendiri saat membeli makanan. Maafkan gambar yang blurry karena difoto secara mendadak :D |
Tiwul yang dibawa dari rumah untuk camilan di jam istirahat mengajar. |
Selanjutnya
adalah meninggalkan tisu dan menggantinya dengan saputangan dan handuk. Sebenarnya
cukup mudah untuk saya menolak dan mengurangi penggunaan tisu, karena keluarga
saya juga tidak terbiasa menggunakan tisu. Kami terbiasa menggunakan kain untuk
membersihkan sesuatu di benda ataupun di tangan. Saya cukup kenal penggunaan tisu
untuk berbagai hal hanya saat sudah kerja, karena di tempat kerja saya semuanya
harus serba bersih dan rapi dengan mengandalkan tisu.
Kembali lagi
ke menolak dan menghindari tisu yaa. Untuk handuk kecil, saya pakai yang sudah
tersedia di rumah dan jika sekiranya membutuhkan stok tambahan saya baru akan
membeli handuk kecil yang baru. Dan untuk saputangannya, saya juga pakai yang
ada di rumah saja dulu. Karena almarhum bapak selalu menggunakan dan membelikan
saya saputangan, jadi saya pakai saputangan beliau dan saputangan yang saya
simpan cukup lama sebelumnya. Hehehe. Untuk saputangan lainnya, saya
menggunakan kain jilbab ukuran 115x115 cm yang tidak terpakai dan dijumput
untuk memperindah kainnya. Saputangan yang ini tidak menyerap keringat, jadi
pakai sebagai pengganti tisu makan.
Berbagai jenis saputangan sebagai pengganti tisu. |
Menolak
dan mengurangi kantung-kantung plastik ini bisa dibilang susah tapi gampang
atau gampang tapi susah. Hehehe. Saya mencoba menggunakan totebag yang bisa
digunakan berkali-kali. Satu totebag kecil buatan murid besar
saya yang dihadiahkan ke saya untuk membawa bekal dan barang bawaan yang tidak
muat di tas. Satu lagi adalah totebag ukuran lebih besar yang bisa dilipat
seperti dompet dan disimpan di dalam tas. Totebag kedua ini akan dipakai kalau
diperjalanan saya ingin belanja atau tiba-tiba harus membawa barang berukuran
besar. Anyway, totebag yang kedua sudah berumur 5 tahun, alhamdulillah.
Untuk
mengurangi penggunaan kertas, terutama memo atau notes, saya mulai
memaksimalkan penggunaan kalender digital di hape. Pilihan saya jatuh pada aplikasi
kalender keluaran G. Selain karena bebas biaya penggunaan, saya juga sudah
terbiasa menggunakan email dari Mr. G, jadi semua schedule dan reminder saya
bisa terintegrasi langsung ke email yang saya gunakan sehari-hari tanpa membuat
email baru. Selain itu, kalender digital milik Mr. G ini juga punya fiture
pengaturan jadwal otomatis untuk goal atau target yang saya punya. Misalnya
ketika saya mengatur target self-learning bahasa Jepang 2x sepekan, kalender
Mr. G akan mencari jadwal senggang dari data schedule yang saya input dan
meletakkan jadwal saya di jadwal tersebut. Jadi, saya tidak perlu repot-repot
mencari jadwal kosong saya untuk memenuhi target self-learning bahasa Jepang
yang saya punya.
Sebagai
tambahan, aplikasi kalender ini menampilkan schedule harian saya lengkap dengan
daftar jam dan klasifikasi agenda berdasarkan warnanya, ini membantu saya
melihat jadwal saya 24 jam ke depan secara detail. Kalau saja tampilan ini
dipakai di atas kertas, pasti saya butuh buku agenda yang tebal atau besar.
Yang pastinya akan saya buang setelah satu tahun. Ini benar-benar membantu saya
mengurangi penggunaan kertas dan alat tulis dengan tinta warna-warni.
Totebag ungu ini bisa dijadikan dompet. Totebag belacunya digunakan untuk membawa bekal makanan. |
Contoh schedule yang saya punya di aplikasi kalender punya Mr. G. Kanan adalah tampilan harian dan kiri adalah tampilan mingguan :) |
Selanjutnya
penggunaan sabun isi ulang. Saya belum bisa membeli sabun isi ulang buatan
rumah yang bisa dibeli dengan membawa botol isi ulang sendiri. Hiks. Padahal di
perkampungan tempat tinggal saya ada yang menjual sabun buatan rumah ini. Tapi
karena kulit saya sensitif sekali, sampai saat ini saya hanya bisa menggunakan
sabun bayi untuk badan, cuci tangan, dan mencuci baju T_T Jadi, sejauh ini dan
pekan ini pastinya saya baru bisa zero waste sabun dengan membeli kemasan
refill dan menggunakan botol sabun yang sudah dipakai lebih dari satu tahun.
Terakhir, mulai
mengganti pembalut sekali pakai dengan pembalut cuci pakai (menspad). Yang satu
ini masih tahap ingin membeli di hari ini. Selain memilih produk menspad yang
nyaman menurut sesama pejuang nol sampah, saya juga masih memilih penjual yang
ramah lingkungan yang tidak menggunakan banyak plastik packaging-nya. Berharapnya
sih saya bisa dapat penjual yang membungkus produknya dengan kemasan ecogreen.
Hehehe.
Sabun mandi dan refill-nya yang biasa saya pakai. |
Refuse and Reduce Challenges
Praktik
refuse dan reduce ini sejujurnya tidak mulus begitu saja. Banyak juga
kendalanya. Kendala pertama saya adalah ketika ada tanggung jawab moral untuk
berbelanja di BzM saat ikut kelas bahasa Inggris di Kementerian Pendidikan
setiap Selasa malam. Di sini yang dijual makanan berkemasan plastik, notes
book, dan gelang karet. Huaaaa…. Semuanya adalah barang-barang yang akan jadi
sampah T_T
Finally,
saya memutuskan membeli keripik tempe dalam kemasan cukup besar. Rencananya, plastik bungkusnya akan saya pakai ulang untuk menyimpan barang-barang kecil atau
sebagai sampul dari salah satu novel di rumah. Honestly, ini pertama kalinya
saya merasa sangat bersalah saat membeli jajanan. Huhuhuhu. Di samping itu ada
beban psikis juga ketika menolak membeli, karena kelas bahasa Inggris yang saya
ikuti ini gratis dan satu-satunya pemasukan para committees untuk menjalankan kelas
ini hanya dari BzM. Huhuhuhu. Dear, Commitees…, hopefully one day you sell zero
waste product with BzM. Hihihihi xD
Keripik tempe yang dibeli dengan penuh kegalauan XD |
Masalah
kemasan lainnya berhubungan dengan kebiasaan saya mengonsumsi permen di
waktu-waktu tertentu. Biasanya hampir setiap hari bisa mengonsumsi satu permen,
tapi karena memulai zero waste life ini saya berusaha kuat untuk tidak
mengonsumsi permen. Dan akhirnya, pekan ini saya bolong satu lagi menggunakan
kemasan yang berpotensi menjadi sampah, karena saya memakan satu permen yang
bungkusnya sampai sekarang saya simpan di dalam tas.
Next
challenge adalah saat harus menerima struk kertas dari stasiun kereta karena saya
kehabisan saldo di e-money saya dan dari minimarket saat mengisi e-money.
Hahaha, ironis sekali contohnya ya. Kalaupun saya tidak menerima atau menolak,
struk-struk ini pasti tetap akan jadi sampah di tempat lain kan. Saya berharap
sekali setiap tempat transaksi memiliki sistem struk digital melalui email, sehingga
tidak perlu kertas-kertas lagi sebagai bukti transaski.
Kejadian
lainnya adalah ketika saya kesulitan melakukan finger print untuk presensi di
tempat mengajar. Resepsionis kampus spontan memberikan saya selembar tisu untuk
saya membersihkan scanner finger print. Untuk menghargai resepsionis ini, saya
menerima tisunya tapi menyimpannya di dalam tas untuk dipakai lagi jika
besok-besok saja perlu membersihkan scanner finger print. Sekarang, tisu itu
sudah dipakai berkali-kali dan sudah sangat lecek.
Hehehe.
Berbagai jejak tantangan refuse dan reduce :D |
Well, ini
baru awalan. Praktik zero waste life masih sangat jauh ke depan. Belajar
bersama-sama di kelas intensif Hjrah Nol Sampah membuat saya tidak merasa
sendirian. Ada banyak pejuang-pejuang nol sampah yang membersamai saya. Dan
melalui tulisan ini, saya juga merasa tidak berjuang sendiri tapi bisa berbagai
susah senangnya menjalankan hidup nol sampah.
@fatinahmunir | 17 Agustus 2018
Merdeka Indonesia!
Merdeka tanpa sampah!
Zero Waste Life Journey: 5R’s Concept
Zero Waste
Life Journey
5R’s Concept
Buat
kebanyakan orang, termasuk saya, hidup tanpa sampah yang terlintas pertama kali
adalah tidak membuang sampah seenaknya atau sembarangan dan harus pandai
mendaur ulang sampah. Tapi ternyata pemikiran ini salah besar. Hidup nol sampah
bukan hanya tentang mendaur ulang sampah-sampah menjadi lebih berguna. Ada
beberapa tahapan yang jauh lebih penting dan semestinya kita lakukan terlebih
dahulu sebelum ke tahap mendaur ulang. Beberapa tahapan ini menjadi start point
atau prinsip paling yang mendasari hidup nol sampah. Prinsip ini bernama 5R’s (Five R’s) yang merupakan
singkatan dari Refuse, Reduce, Reuse,
Recycle, and Rot atau dalam bahasa Indonesia berarti Menolak, Mengurangi, Memakai Ulang, Mendaur Ulang, dan Mengomposkan.
Saya kurang
tahu siapa yang mencanangkan 5R’s Concept ini, tapi sumber paling lama yang
saya temukan ada tulisan pada 2011 lalu di blog www.zerowastehome.com, milik seorang
zero waste life mother bernama Bae Johnson. 5R’s Concept ini merupakan cara
hidup nol sampah yang dilakukan secara berurutan, mulai dari langkah paling
awal hingga paling paling tinggi. Jadi, 5R’s Concept ini dilakukan seara
berurutan.
REFUSE what you do not need. TOLAK yang tidak dibutuhkan.
REDUCE what you do need. KURANGI yang dibutuhkan.
REUSE by using resuables. PAKAI ULANG barang-barang yang bisa
dipakai ulang.
RECYCLE what you can not refuse,
reduce, and reuse. DAUR ULANG yang
tidak bisa ditolak, dikurangi, dan dipakai ulang.
ROT the rest. KOMPOSKAN sisanya.
Dari ilustrasi 5R's ini terlihat kalau semakin kita menerapkan 5R's ke tahap Rot (pengomposan), jumlah sampah yang kita miliki semestinya semakin sedikit. |
Refuse, menolak
yang tidak dibutuhkan adalah menolak untuk membeli, menerima, dan menggunakan berbagai
macam hal yang berpotensi menjadi sampah. Dengan menolak barang dan jasa yang
berpotensi menghasilkan sampah, maka kita sudah mulai menginjak tahap pertama
hidup nol sampah. Beberapa hal yang bisa kita lakukan misalnya, menolak menggunakan
barang berbahan plastik kemasan sekali pakai, menolak menggunakan banyak
kertas, termasuk menolak produk-produk gratisan atau hadiah yang sebenarnya
tidak betul-betul dibutuhkan.
Reduce,
mengurangi yang dibutuhkan adalah mengurangi konsumsi kita. Artinya adalah
menggunakan barang-barang yang benar-benar dibutuhkan, tidak impulsif dalam
menggunakan dan membeli barang. Sehingga semakin sedikit barang yang kita
gunakan maka semakin sedikit pula sampah yang akan kita hasilkan. Untuk menerapkan
reduce ini kita bisa memulai dengan mematangkan rencana pembelanjaan sehingga
tidak ada barang yang dibeli tanpa rencana, mengurangi mengonsumsi makanan yang
dibeli instan atau fast food di luar rumah, dan jika memungkinkan menggunakan
atau membeli barang bekas atau second hand untuk mengurangi sampah produksi.
Reuse, memakai
ulang barang-barang yang bisa dipakai ulang. Contoh kecil dari tahap reuse
adalah dengan menggunakan kembali plastik-plastik yang ada di rumah untuk
berbelanja hingga plastik-plastik tersebut benar-benar tidak bisa digunakan
kembali. Atau menggunakan saputangan atau handuk kecil yang bisa dipakai
berulang kali sebagai pengganti tisu. Contoh lainnya adalah menggunakan botol
minum yang bisa dipakai berkali-kali.
Recycle,
mendaur ulang barang-barang yang tidak bisa ditolak, dikurangi, dan dipakai
ulang. Misalnya kita bisa memeriksa barang-barang yang kita punya dan sekiranya
sudah tidak bisa lagi digunakan. Lalu menggunakan barang-barang tersebut dengan
fungsi berbeda. Misalnya menggunakan kaos bekas yang tidak mungkin dipakai atau
disumbangkan untuk menjadi lap dapur atau dijahit menjadi tas belanja. Atau
bisa juga menggunakan kantung-kantung plastik yang sudah ada di rumah menjadi
pengganti benang rajut dan merajutnya menjadi tas seperti yang dilakukan Teh Ncie
di projek Merajut Indonesia miliknya.
Rot,
mengkomposkan sisanya atau sampah-sampah organik yang tidak bisa didaur ulang.
Untuk komposing ini sendiri ada banyak sekali ilmunya yang akan harus
dipelajari. Selain itu, karena banyak sistem pengomposan maka kita harus
menemukan sistem pengomposan yang cocok dengan konsisi dapur dan rumah kita.
Sekali lagi, dalam pelaksanaannya 5R's ini harus dilakukan secara berurutan. Jadi kita harus bisa refuse (menolak), reduce (mengurangi), dan reuse (memakai ulang) barang di sekitar kita terlebih dahulu. Barulah barang-barang yang berpotensi menjadi sampah dan tidak bisa melawati tiga tahapan di atas dapat kita recycle (daur ulang). Sisanya, sampah-sampah organik yang tidak bisa didaur ulang bisa kita komposkan. So, jika 5R's ini diterapkan dengan konsisten maka jumlah sampah rumah tangga yang kita miliki untuk dibuang ke TPA pada akhirnya akan sangat sedikit.
Sekali lagi, dalam pelaksanaannya 5R's ini harus dilakukan secara berurutan. Jadi kita harus bisa refuse (menolak), reduce (mengurangi), dan reuse (memakai ulang) barang di sekitar kita terlebih dahulu. Barulah barang-barang yang berpotensi menjadi sampah dan tidak bisa melawati tiga tahapan di atas dapat kita recycle (daur ulang). Sisanya, sampah-sampah organik yang tidak bisa didaur ulang bisa kita komposkan. So, jika 5R's ini diterapkan dengan konsisten maka jumlah sampah rumah tangga yang kita miliki untuk dibuang ke TPA pada akhirnya akan sangat sedikit.
Melakukan 5R’s
hingga tahap pengomposan memang tidak mudah dan tidak harus ke tahap itu dengan
cepat. Butuh proses untuk menuju tahap paling tinggi ini dan yang terpenting
adalah kita bahagia menjalankannya. So, mari ikut hidup nol sampah!
Referensi:
www.zerowastehome.com
Kelas Intensif Hijrah Nol Sampah, Institut Ibu Profesional
Kelas Intensif Hijrah Nol Sampah, Institut Ibu Profesional
@fatinahmunir | 17 Agustus 2018
Zero Waste Life Journey: Mindfulness, Persiapan Hijrah Nol Sampah
Zero Waste Life Journey
Mindfulness, Persiapan Hidup Nol Sampah
Setelah
merencanakan beberapa langkah pertama untuk memulai zero waste life, langkah
selanjutnya adalah belajar tentang praktik baik nol sampah. Tapi sebelum praktik
langsung hidup nol sampah, ada dua langkah persiapan yang harus dilakukan.
Pertama adalah mencari alasan terkuat yang
membuat kita memilih hidup nol sampah. Harus ada alasan yang akan
mengingatkan kita untuk tetap konsisten dengan pilihan ini. Di samping itu, alasan
kuat kita bisa dijadikan bagian dari strategi mengajak orang lain untuk ikut
hidup nol sampah. Alasan ini juga sebaiknya dituliskan dan ditempel di berbagai
tempat yang akan sering kita lihat. Jika hal pertama ini sudah kita lakukan,
selanjutnya adalah tentang hal paling fundamental untuk memulai zero waste
life.
Buat saya
pribadi, alasan terkuat saya hijrah ke hidup nol sampah adalah prinsip
mindfulness yang saya punya. Mindfulness atau kesadaran dan kehati-hatian
adalah prinsip hidup saya. Maksudnya adalah setiap yang saya lakukan dalam
hidup ini harus didasari oleh kesadaran dan kehati-hatian pada sekitar saya,
pada orang dan lingkungan saya. Saya berusaha untuk tidak merusak, menyusahkan,
mengganggu, dan menyepelekan sekitar saya. Maka mindfulness atas menjaga
lingkungan untuk kebaikan jangka panjang kehidupan di atas bumi ini melalui
zero waste life adalah alasan terkuat saya.
Mindfulness
ini biasanya saya tuliskan di tempat wallpaper hape dan laptop dan saya tempel
di meja mengajar. Tulisan mindfulness-nya sendiri saya ambil dari www.unsplash.com.
Di samping
itu, sebagai seorang muslimah, agama saya melarang untuk berbuat kerusakan di
bumi. Setidaknya ada 26 ayat dalam al-Qur’an yang menyebutkan kerusakan di
bumi. Di setiap ayat tersebut berisi keterangan bahwa manusialah yang sering
kali berbuat kerusakan di bumi karena kerakusan dan rasa tidak bersyukur
mereka. Melalui pilihan hidup nol sampah ini saya berharap untuk semaksimal
mungkin bisa menjadi muslimah yang tidak berbuat kerusakan di atas bumi ini. Lebih
jauh lagi, dengan menerapkan hidup nol sampah saya berharap tidak hanya bisa membantu
menjaga lingkungan tetapi juga bisa meninggalkan jejak-jejak kebaikan yang bisa
ditiru oleh banyak orang.
Sumber: www.unsplash.com |
Kedua adalah refleksi sampah yang
dihasilkan diri sendiri. Di sini saatnya kita berintrospeksi diri
sampah-sampah apa saja yang selama ini banyak kita hasilkan. Caranya bisa
dengan memeriksa sampah-sampah rumah tangga yang ada di rumah dan melihat sampah
jenis apa yang paling banyak kita hasilkan.
Di rumah
saya, karena kami berasal dari keluarga pedagang makanan maka sampah rumah
tangga yang paling banyak kami hasilkan adalah dari produksi makanan yang akan
dijual. Misalnya kulit bawang, tulang ayam, dan kulit telur, dan plastik-plastik
belanja bahan-bahan untuk berjualan. Sedangkan sampah saya pribadi, yang paling
banyak adalah sampah kertas. Entah itu kertas memo, notes untuk mencatat
jadwal, atau untuk mencatat ide-ide tulisan.
Saya pikir
akan susah kalau saya memulai dari dapur yang notabene bukan wilayah kekuasaan
saya di rumah, karena kakak pertama dan ibu saya yang mengelola dagangan dan
dapur. Jadi saya putuskan untuk memulai semuanya dari diri saya sendiri
terlebih dulu, yakni dengan mengurangi sampah kertas.
Selanjutnya
adalah melihat barang-barang yang saya pakai dan berpotensi menjadi sampah. Ada
dua barang yang saya punya yang pastinya akan menjadi sampah, yaitu notes kecil
untuk mencatat beberapa hal yang saya khawatir akan lupa dan tisu kemasan
travel pack. Jadi, saya mencoba untuk tidak menggunakan kertas notes terlalu
banyak dan sepenuhnya meninggalkan tisu.
Ini baru
persiapannya zero waste life, belum mulai mempraktikkannya. Semoga istiqomah
untuk seterusnya. Aamiin.
@fatinahmunir | 17 Agustus 2018
Zero Waste Life Journey: Diet Sampah Ala Lisfah
Zero Waste Life Journey
Diet Sampah Ala Lisfah
Setelah tahu
kemana perginya sampah kita, terus bagaimana dong?
Ya sudah sih, itukah udah bukan tugas kita.
Itu udah bagiannya pemerintah.
Sudah ada petugas khusus yang akan mengelola
sampah. Kamu kan pendidik, sampah itu urusannya ahli pengelolaan limbah dan
aktivis lingkungan.
Ngapain sok mikirin sampah? Sudah, urusin
aja diri sendiri dan belajar perbaiki diri sendiri aja dulu sebelum memperbaiki
sampah-sampah.
Nah,
biasanya yang seperti ini nih tanggapan yang akan didapat. Memang saya
pendidik, dari keluarga pedagang,
pastinya tidak punya kapabilitas untuk bicara soal lingkungan. Betul juga, kita
tidak perlu terlalu mengurus hal yang bukan bidang kita dan lebih baik
memperbaiki diri sendiri.
Tapi justru
melalui sampah ini saya jadi tersadar untuk memperbaiki diri sendiri. Lebih
tepatnya belajar untuk lebih memikirkan apakah selama ini saya secara tidak
sadar juga turut berkontribusi dalam kerusakan alam. Dari sinilah saya mulai
untuk belajar diet sampah. Kalau saya baca dan menonton video dari berbagai referensi,
begitu banyak PR yang harus dilakukan untuk memulai memperbaiki diri menuju the
real zero waste life. Terlebih lagi keluarga saya pedagang makanan dan pasti
banyak sampah rumah tangga yang kami hasilkan. Oleh sebab itu, sebagai langkah
awalnya saya mencoba diet sampah dari diri saya sendiri.
Diet sampah
ala saya sebenarnya tidak terlalu banyak. Saya hanya memulai dengan hal-hal
sederhana yang sekiranya membuat saya menghasilkan banyak sampah. Beberapa hal
di bawah ini adalah cara saya diet sampah sebagai newbie dalam zero waste life.
NO kantung plastik, YES tas belanja sendiri.
Saya akan mencoba tidak menggunakan kantung plastik untuk belanja dan
menggunakan tas belanja sendiri. Untuk kantung-kantung plastik yang tidak bisa
dihindari, saya dan keluarga memang terbiasa menyimpan kantung-kantung plastik
tersebut untuk dipakai berulang kali hingga kantung plastik tersebut benar-benar
tidak bisa dipakai, seperti rusak atau robek.
NO minuman kemasan, YES botol minum
sendiri. Memulai zero waste life dnegan tidak membeli minuman kemasan
adalah hal yang paling perlu dilakukan diri saya sendiri. Sebagai gantinya,
saya akan membawa botol minum setiap kali keluar rumah, sehingga akan
mengurangi frekuensi saya membeli air minum kemasan.
NO makanan kemasan plastik, YES wadah makan
sendiri atau membeli jumlah kiloan. Sejak bertekad hidup dengan nol sampah,
saya juga mulai merencanakan untuk tidak membeli makanan atau camilan dalam
kemasan plastik. Saya mencoba menggunakan wadah makan sendiri setiap ingin
membeli makanan dan membawa tempat makan kosong saat berpergian. Membawa makan
siang dan camelin dari rumah juga menjadi salah satu usaha untuk menghalangi
saya membeli makanan kemasan plastik di luar rumah.
NO tisu, YES saputangan. Mengganti
tissue dengan saputangan menjadi salh satu langkah utama untuk menerapkan zero
waste life. Saya pikir bagian ini yang paling mudah, karena saya baru mengenal
menggunakan tissue saat bekerja beberapa tahun ini.
NO pembalut
sekali pakai, YES pembalut cuci pakai. Hal yang satu ini agak berat buat saya,
karena ini masih perencanaan dan saya belum pernah melakukannya. Rencananya,
insya Allah di bulan ini saya akan memulai menggunakan pembalut cuci pakai
sebagai pengganti pembalut sekali pakai. Saat ini, saya sedang mencoba
mengobservasi produk-produk pembalut cuci pakai yang sekiranya cocok dengan
saya.
NO gampang
membuang barang, YES reuse dan recycling barang yang tidak terpakai. Untuk
langkah yang satu ini, sebenarnya sudah menjadi kebiasaan saya. Berbagai hal
yang saya punya biasanya akan saya pikirkan berulang kali sebelum saya buang.
Biasanya beberapa barang bahkan saya alihkan fungsinya atau saya daur ulang
menjadi barang-barang yang bisa saya pakai sendiri.
Terakhir dan
paling penting adalah NO hidup nol sampah sendirian, YES ajak teman-teman untuk
ikut hidup nol sampah. Yang ini saya pikir tidak kalah menantangnya dibandingkan
langkah-langkah awal di atas. Butuh semangat yang besar untuk mengajak orang
lain ikut hidup nol sampah dan butuh ekspektasi yang tidak besar juga saat
menyampaikannya agar tidak mudah putus asa saat orang yang diajak justru cuek
atau tidak peduli.
Begitulah cara
saya diet sampah sebagai langkah awal untuk memulai hidup nol sampah. Tidak
mudah, tapi tetap harus dilakukan bertahap dan perlahan. Harus dinikmati agar
setiap prosesnya dilewati dengan hati yang bahagia. Akan banyak barang bawaan
saat berpergian pastinya, tapi dapat dipastikan juga tidak ada jejak-jejak
sampah yang akan saya tinggalkan. Inilah awal mula refleksi diri saya untuk
ikut kontribusi menjaga lingkungan, demi kehidupan anak cucu saya di masa depan
yang terjaga.
Kita memang
tidak bisa mengubah dunia, tapi kita bisa mengubah diri kita untuk mengubah
dunia. Cukup lihat diri kita. Refleksikan kesalahan yang selama ini kita
lakukan kepada diri dan sekitar. Lalu lakukan perubahan kepada kita hingga diri
kita tidak hanya menjadi baik untuk diri sendiri, tetapi juga untuk dunia.
@fatinahmunir | 17 Agustus 2018
Zero Waste Life Journey: Kemana Perginya Sampah Kita?
Zero Waste Life
Journey
Kemana Perginya
Sampah Kita?
Saat rumah sudah bersih, kinclong, wangi, tanpa sampah,
pernahkah terpikirkan kemana sampah-sampah kita pergi? Sampah-sampah yang sudah
enyah dari mata kita dan seolah-olah hilang semua masalah tentang sampah, tapi
ternyata di sanalah permasalahannya bermula.
Di rumah saya, semua sampah dijadikan ke dalam satu kantung
yang sama. Sampah di dapur, semuanya dimasukkan dalam satu kantung. Di setiap
kamar, semua sampah dimasukkan kantung. Di teras ataupun di kamar mandi, sampah
juga masuk dalam satu kantung. Kantung-kantung sampah tersebut akan disetorkan
ke petugas sampah dua kali seminggu dalam kantung-kantung yang diikat kencang.
Begitu saja. Sangat mudah. Kami tinggal membayar uang iuran sampah tiap bulan dan
sampah-sampah itu sudah hilang dari pandangan mata.
Sampah dari rumah-rumah yang ada di perkampungan saya biasanya akan diangkut juru sampah setiap dua pekan sekali. Kemudian para juru sampah akan menunggu sebuah truk sampah yang akan mengangkut sampah-sampah ini ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) di Bantar Gebang, Bekasi.
See! Efek buruk dari sampah bukan hanya banjir di musim hujan, tetapi hampir ke pada seluruh makhluk hidup yang ada di atas bumi. Mulai dari tanah dan tumbuhan hingga hewan-hewan di lautan. Hanya tinggal menunggu hitungan waktu hingga manusia juga mengalami dampak terburuk dari sampah yang kita abaikan selama ini. Dan yang paling dekat dengan dampak buruk sampah ini, mungkin bukan lagi kita yang hidup di masa kini melainkan anak cucu keturunan kita nanti.
Sebagai contohnya, salah satu video berjudul Ocean of TheFuture yang saya tonton menggambarkan nasib anak-anak di masa depan saat melihat tampilan lautan dunia melalui tempat wisata edukasi. Di sini anak-anak tidak lagi melihat beraneka ragam species makhluk hidup di lautan, tetapi anak-anak hanya bisa melihat beragam jenis sampah di lautan.
Sampah dari rumah-rumah yang ada di perkampungan saya biasanya akan diangkut juru sampah setiap dua pekan sekali. Kemudian para juru sampah akan menunggu sebuah truk sampah yang akan mengangkut sampah-sampah ini ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) di Bantar Gebang, Bekasi.
Jika sampah-sampah ini tidak langsung dibawa ke TPA,
sampah-sampah ini akan singgah di TPS (Tempat Pembuangan Sementara) yang
lokasinya sekitar 15-20 menit berjalan kaki dari rumah saya. Lokasinya tepat di
sisi bantaran kali Banjir Kanal Barat, di belakang Stasiun Tanah Abang. Lokasi
TPS ini berdekatan dengan pasar tradisional yang cukup besar di perkampungan
saya dan tepat bersebelahan dengan area main anak. Bahkan ada area main anak
lainnya yang tidak berjarak jauh dari TPS ini.
Terbayangkah bagaimana jadinya pasar yang sudah kotor
berdekatan dengan TPS? Apakah makanan yang dijual di pasar itu cukup sehat
untuk dikonsumsi? Yang paling memprihatinkan adalah tempat main anak yang
bersebelahan dengan tumpukan sampah. Terbayangkah bagaimana anak-anak bermain
jungkat-jungkit, berkumpul dengan anak-anak sebayanya sambil makan disuapi
orang tuanya, dan semua itu dilakukan berdekatan dengan tumpukan sampah yang
pasti berbau tidak sedap? Apakah tumbuh kembang anak akan maksimal jika
lingkungannya seperti ini?
Untuk beberapa warga di perkampungan saya tinggal yang
enggan membayar iuran sampah kepada para juru sampah, biasanya mereka akan
memilih membuang sampah di kali Banjir Kanal Barat. Meskipun telah ada petugas
yang beroperasi membersihkan maupun berjaga di waktu-waktu tertentu, para warga
ini tetap membuang sampah secara diam-diam di waktu-waktu sepi seperti tengah
malam atau di pagi buta. Efeknya, kali yang sudah dibersihkan oleh pemerintah
dan diperindah dengan mural-mural, tetap terlihat kotor dan banyak sampah yang
menggenang terbawa arus.
Kali Banjir Kanal Barat yang dijadikan tempat membuang sampah untuk beberapa warga Dokumentasi pribadi |
Tempat Pembuangan Sampah Sementara di tepi kali Banjir Kanal Barat Dokumentasi pribadi |
Lokasi Tempat Pembuangan Sampah yang bersebelahan dengan teman bermain anak Dokumentasi pribadi |
Lihatlah, ternyata sampah-sampah ini tidak hilang begitu saja. Masih panjang petualangan sampah-sampah ini. Ada yang melanjutkan perjalanan melalui tangan pemulung hingga ke pengepul untuk dijual kembali. Ada yang berakhir di Bank Sampah untuk dikelola menjadi barang yang lebih berharga. Dan yang paling banyak adalah yang berakhir di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) di Bantar Gebang, Bekasi, menjadi gunungan plastik.
Kalau dari hasil membaca sana-sini, 70% sampah yang ada ternyata sampah rumah tangga, sampah organik yang sebenarnya bisa membusuk dan bermanfaat jika dikelola dengan baik. Hanya 30% sampah yang tidak bisa diurai. Jadi idealnya yang 30% ini saja sampah yang masuk ke TPA dan sisanya adalah sampah-sampah yang bisa dikelola lagi, dimanfaatkan lagi. Ini mah idelanya ya. Tapi tidak ada yang seideal ini di Indonesia, untuk saat ini.
Lalu bagaimana nasib sampah-sampah yang kita buang dari rumah. Kalau di rumah saya, biasanya sampah-sampah ini akan langsung diangkut oleh truk sampah setelah dijemput dari rumah ke rumah oleh juru sampah. Jika belum dijemput oleh truk sampah, sampah-sampah ini ditempatkan di pembuangan sementara. Tempat pembuangan sementara ini di sekitar Stasiun Tanah Abang, dekat pasar, tepatnya di pinggiran Kali Banjir Kanal Barat. Di situ ada truk-truk sampah yang akan mengangkut sampah-sampah ini ke TPA. Lalu diapakan sampah-sampah di TPA?
Sejujurnya saya belum tahu persis akan diapakan sampah-sampah kita di TPA ini. Pernah sekali saya ke Bantar Gebang mengunjungi anak-anak perkampungan sana, ternyata jumlah sampahnya sudah seperti gunungan. Benar-benar seperti bukit-bukit Teletubies yang saya tonton saat kecil. Bedanya, bukit ini tidak hijau. Bukit-bukit ini hitam dan bau, lebih-lebih baunya jika sudah masuk musim hujan.
Itu baru sampah-sampah di rumah yang dibuang melalui bantuan juru sampah, belum lagi sampah-sampah yang dibuang sembarangan di pinggir jalan, di kali dan sungai, atau di tempat-tempat wisata alam. Beberapa video dari YouTube Channel aktivis lingkungan di Indonesia ataupun luar negeri bahkan menunjukkan bahwa semakin banyak sampah di lautan. Diprediksikan 2050 nanti jumlah sampah di lautan akan lebih banyak dibandingkan jumlah ikan-ikannya? Lah terus anak cucu saya makan apa dong nanti? Huaaaa T_T
Ini bukan sekadar prediksi sebenarnya, tapi data dan hasil penelitian. Bahkan sekarang sudah banyak foto-foto dari penyelam di perairan Indonesia yang menunjukkan hewan-hewan yang terkena dampak dari sampah-sampah di lautan ini. Mulai dari kuda laut yang berenang dengan cotton but, anjing laut yang mati karena terikat tali plastic, atau kura-kura yang hidungnya tersumbat sampah.
Anjing laut yang mati karena terlilit sampah tali.
Sumber: Google image
|
Kura-kura yang hidungnya tersumbat sampah |
Kura-kura yang pertumbuhan cangkangnya terganggu karena terlilit plastik sampah Sumber: Google image |
Masalah plastic bukan hanya masalah negara-negara berkembang seperti Indonesia. Bahkan negara maju seperti Indonesia pun memiliki masalah sampah yang membuat lautannya menjadi lautan sampah, seperti yang disebutkan di dalamnya adalah lautan Karibia yang sudah terisi oleh pulau-pulau sampah.
So, sampah ini bukan masalah yang bisa kita anggap remeh. Mungkin bukan sekarang dampak besarnya, tetapi puluhan tahun ke depan di masa anak-anak dan cucu-cucu kita menjadi generasi yang produktif, di saat itulah sampah menjadi masalah besar yang sudah sangat terlambat untuk diatasi.
@fatinahmunir | 14 Agustus 2018
Review NHW MIIP #9: Berubah Atau Kalah
Berubah Atau Kalah
Barang
siapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, dialah tergolong orang yang
beruntung. Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin dialah termasuk
orang yang merugi. Dan barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin
dialah tergolong orang yang celaka. – HR Hakim.
Berubah
adalah sebuah keniscayaan bagi kita semua, karena kalau kita tidak pernah
berubah, maka sejatinya kita sudah mati. Maka dengan membaca Nice Homework #9
ini, kami bangga dengan banyaknya ide-ide perubahan yang sudah teman-teman
tuangkan dalam tulisan. Kebayang tidak, andaikata dari seluruh peserta
matrikulasi Ibu Profesional ini menjalankan langkah pertama perubahan yang
sudah dituangkan dalam ide-ide di NHW #9, akan muncul berbagai perubahan kecil
dari setiap lini kehidupan.
Andaikata
hanya 10% saja yang berhasil menjadikan ide perubahan ini menjadi sebuah
gerakan nyata, maka sudah ada sekitar 100 lebih perubahan kecil menjadi
gerakan-gerakan positif baru yang memicu munculnya perubahan besar. Untuk itu
kita perlu mencari yang namanya tipping point agar perubahan-perubahan yang
kita lakukan bisa memberikan impact perubahan yang besar.
The
tipping point: the point at which a series of small changes or incidents
becomes significant enough to cause a larger, more important change. –Malcolm
Gladwell
Tipping
point adalah titik di mana usaha-usaha kecil yang dilakukan berakumulasi
menjadi satu hal besar yang cukup signifikan untuk dianggap sebagai perubahan.
Istilah tipping point sudah lama digunakan dalam bidang sosiologi, tapi baru
populer setelah dibahas secara mendalam oleh Malcolm Gladwell dalam bukunya
yang berjudul The Tipping Point: How
Little Things Can Make a Big Difference.
Tidak perlu
orang banyak untuk menyukseskan gerakan yang akan bunda lakukan. Kalau bisa
dengan suami dan anak-anak sebagai satu tim, itu sudah cukup. Namun apabila
tidak memungkinkan, maka temukan beberapa orang yang satu visi dengan bunda,
meski dengan misi yang berbeda-beda, pasti akan bertemu.
Dalam
ekonomi, ada Pareto Rule yang menyatakan bahwa 80% dari pekerjaan yang ada
sebenarnya diselesaikan hanya oleh 20% orang, yang berarti gerakan kita harus
punya 20% orang spesial ini untuk bisa mencapai tipping point. Di bukunya,
Gladwell mengupas tentang tiga jenis orang yang menentukan kesuksesan adopsi
sebuah ide atau gerakan.
Connector
Connector
adalah mereka dengan kemampuan bersosialisasi luar biasa yang bisa
menghubungkan orang dari berbagai bidang. Sepanjang yang kami tahu, suatu
gerakan bisa jadi besar kalau bisa merangkul banyak orang untuk berkolaborasi.
Inilah mengapa kita perlu tipe-tipe connector di komunitas atau gerakan apa
pun. Mereka adalah jenis orang yang secara natural selalu percaya diri untuk
lebur dan bersosialisasi. Tidak hanya sekadar gaul dan kenal banyak orang, connector juga harus punya sensitivitas untuk
bertanya. “Siapa, ya, yang saya kenal yang bisa membantu gerakan ini?”atau “Bagaimana
cara menghubungkan si A dari bidang ini dan si B dari bidang itu untuk
berkolaborasi?”
Maven
Maven adalah
mereka dengan pengetahuan sangat luas yang senang mengakumulasi informasi dan
membagikannya. Bisa dibilang maven adalah orang-orang yang sangat senang
belajar. Tidak hanya jadi nerd yang menyimpan semua ilmunya sendiri, maven
senang membagikan temuan-temuan barunya kepada orang lain. Orang-orang seperti
maven yang punya antusiasme dalam berbagi bisa menarik orang-orang ke sebuah
gerakan, melalui api mereka dalam menyebarkan insight bermanfaat.
Salesman
Salesman,
tentu, adalah mereka yang punya kemampuan persuasi luar biasa. Salesmen tentu
saja dibutuhkan untuk “menjual” apa sebenarnya misi yang dibawa, dengan
kemampuan mempersuasinya yang sangat hebat. Tanpa berniat menjual pun,
orang-orang yang gifted sebagai salesman selalu bisa bikin orang tertarik
dengan apa pun yang dibicarakannya.
Kebanyakan
dari sebuah gerakan memiliki kemampuan salesman, tapi tidak punya connector dan
maven untuk mengimbangi. Maka sejatinya kita perlu 3 orang saja di awal
membangun sebuah gerakan perubahan di sekitar kita, ada salesman yang bisa
menjual gagasan kita ke pihak lain, ada connector yang berpikir strategis untuk
menghubungkan pihak A dan B, serta maven yang pintar dan senang berbagi.
Setiap orang punya tipping point. Titik
di mana persepsi, kebiasaan, bahkan hidup seseorang berubah secara mendadak,
dan efeknya cukup dahsyat terhadap kehidupan kita semua. Oleh sebab itu,
tipping point bukan titik balik, melainkan titik perubahan. Ia merupakan titik
kritis dari kondisi A ke kondisi B.
Selamat
berkolaborasi untuk menemukan tipping point teman-teman semua dengan ide-ide
perubahan yang sudah dituangkan dalam bentuk NHW#9
Lihatlah
potensi kekuatan di keluarga kita terlebih dahulu, baru merambah ke luar.
Salam Ibu
Profesional,
Tim
Matrikulasi Ibu Profesional.
Sumber bacaan:
Malcolm
Gladwell, Tipping Point: How Little
Things Can Make a Big Difference, 2000
Materi
Matrikulasi sesi #9, Ibu Sebagai Agen Perubahan, 2018
Hasil Nice
Homework #9 para peserta matrikulasi Ibu Profesional batch #4, 2018
NHW MIIP #9: Bunda Sebagai Agen Perubahan
Bunda Sebagai Agen Perubahan
Bunda, kalau
sudah menemukan passion (ketertarikan minat ) ada di ranah mana, mulailah lihat
isu sosial di sekitar bunda, maka belajar untuk membuat solusi terbaik di
keluarga dan masyarakat.
Rumus yang dipakai
adalah PASSION + EMPHATY = SOCIALVENTURE.
Socialventure
adalah suatu usaha yang didirikan oleh seorang social enterpreneur baik secara
individu maupun organisasi yang bertujuan untuk memberikan solusi sistemik
untuk mencapai tujuan sosial yang berkelanjutan. Sedangkan social enterpreneur
adalah orang yang menyelesaikan isu sosial di sekitarnya menggunakan kemampuan
enterpreneur. Sehingga bunda bisa membuat perubahan di masyarakat diawali dari
rasa emphaty, membuat sebuah usaha yang berkelanjutan diawali dengan menemukan
passion dan menjadi orang yang merdeka menentukan nasib hidupnya sendiri.
Hal ini akan
membuat kita bisa menyelesaikan permasalahan sosial di sekitar kita dengan
kemampuan enterpreneur yang kita miliki, sehingga untuk melakukan perubahan
tidak perlu menunggu dana dari luar, tapi cukup tekad kuat dari dalam. Mulailah
dari yang sederhana, lihat diri kita, apa permasalahan yang kita hadapi selama
ini. Apabila kita bisa menyelesaikan permasalahan kita dan membagikan sebuah
solusi, bisa jadi ini menjawab permasalahan yang dihadapi oleh orang lain.
Karena mungkin banyak di luar sana yang memiliki permasalahan yang sama dengan
kita.
Setelah
selesai dengan permasalahan kita sendiri, baru keluar melihat isu sosial yg ada
di sekitar kita.
Bagaimana
caranya? Buatlah table dengan tiga kolom yang berisi rumusan PASSION, EMPHATY , SOCIALVENTURE.
Selamat
menjadi agen perubahan!
Everyone is
a Changemaker
(Setiap
orang adalah agen perubahan)
Salam Ibu
Profesional
Tim
Matrikulasi Ibu Profesional
Untuk
menjawab tantangan kali ini, saya membuat draf saya sendiri terkait passion,
emphaty, dan socialventure yang akan saya buat.
PASSION saya ada pada pendidikan
autisme dan inklusi, literasi dengan hard skill dan soft skillmenulis juga
mengajar.
EMPHATY yang saya punya berkaitan
dengan social issue penolakan pada anak
berkebutuhan khusus (bully, takut mendekat atau didekati), anggapan disabilitas
sebagai penyakit. Dampaknya anak berkebutuhan khusus kekurangan akses di
lingkungan, sulit terlibat dalam lingkungan umum, dan sulit mandiri karena
minim dukungan masyarakat. Maka sebagai sasaranya, saya membidik seluruh
masyarakat awam, orang tua anak berkebutuhan khusus, dan guru umum.
SOCIALVENTURE yang saya buat adalah
mensosialisasikan kedisabilitasan kepada masyarakat umum melalui platform
media sosial, memberikan informasi dan bimbingan kepada orang tua anak berkebutuhan
khusus dan guru umum. Ide ini terwujud dalam bentuk komunitas
bernama
Kitainklusi.
Alhamdulillah,
projek ini sedang berjalan dan sedang berproses untuk terus menjadi lebih baik
agar bisa lebih bermanfaat buat masyarakat lebih luas. Kitainklusi ini bisa
diakses melalui instagram @kitainklusi dan wesite www.kitainklusi.com. Berbagai pertanyaan mengenai
kedisabilitasan bisa diajukan melalui email kitainklusi@gmail.com atau via DM
instagram @kitainklusi.
@fatinahmunir | Jakarta, 14 Agustus 2018
MIIP #9: Bunda Sebagai Agen Perubahan
Bunda Sebagai Agen Perubahan
Perempuan
khususnya seorang ibu adalah instrumen utama yang sangat berperan sebagai agen
perubahan. Dari sisi individu untuk menjadi agen perubahan adalah hak semua
orang tidak berbatas gender. Karena semua memiliki potensi dasar yang sama
berupa akal, naluri, dan kebutuhan fisik. Sedangkan dalam konteks masyarakat,
keberadaan ibu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan keluarga, dimana
keduanya memiliki porsi prioritas yang sama.
Keberadaan
Ibu di masyarakat akan meningkatkan kualitas pendidikan keluarga di rumah,
demikian juga pendidikan keluarga di rumah akan memberikan imbas positif pada
peningkatan kualitas masyarakat. Maka berkali-kali di Ibu Profesional kita
selalu mengatakan betapa pentingnya mendidik seorang perempuan itu. Karena mendidik satu perempuan sama
dengan mendidik satu generasi.
Maka apabila
ada satu ibu membuat perubahan akan terbentuk perubahan satu generasi yaitu
generasi anak-anak kita. Luar biasa kan impactnya.
Darimanakah
mulainya? Kembali lagi, kita harus memulai perubahan di ranah aktivitas yang
mungkin menjadi misi spesifik hidup kita.
Kita harus paham jalan hidup kita
ada dimana. Setelah itu baru menggunakan berbagai cara menuju sukses.
Setelah
menemukan jalan hidup, segera lihat lingkaran pertama Bunda, yaitu keluarga.
Perubahan-perubahan apa saja yang bisa kita lakukan untuk membuat keluarga kita
menjadi Change Maker Family. Mulailah dengan perubahan-perubahan kecil yang
selalu konsisten dijalankan. Hal ini untuk melatih keistiqomahan kita terhadap
sebuah perubahan. Karena sejatinya amalan-amalan yang dicintai adalah
amalan yang langgeng ( terus menerus) walaupun sedikit.
Kalau di Jepang
mereka mengenal pola Kaizen (Kai = perubahan, Zen = baik). Kaizen adalah suatu
filosofi dari Jepang yang memfokuskan diri pada pengembangan dan penyempurnaan
secara terus menerus dan berkesinambungan.
Setelah
terjadi perubahan-perubahan di keluarga kita, mulailah masuk lingkaran kedua
yaitu masyarakat /komunitas sekitar kita. Lihatlah sekeliling kita, pasti ada
misi spesifik Allah menempatkan kita di RT ini, di Kecamatan ini, di kota ini,
atau di negara ini. Lihatlah kemampuan Bunda, mampu di level mana. Maka
jalankan perubahan-perubahan tersebut, dari hal kecil yang kita bisa.
Start From The Emphaty
Inilah
kuncinya. Mulailah perubahan di masyarakat dengan membesarkan skala perubahan
yang sudah kita lakukan di keluarga, sehingga aktivitas kita di masyarakat
tidak akan bertabrakan dengan kepentingan keluarga. Bahkan akan saling
mendukung dan melengkapi.
Setelah emphaty maka tambahkan passion, hal ini akan membuat kita
menemukan banyak sekali solusi di
masayarakat.
Keluarga
tetap nomor pertama, ketika bunda aktif di masyarakat dan suami protes, maka
itu warning lampu kuning untuk aktivitas kita, berarti ada yang tidak seimbang.
Apabila anak yang sudah protes, maka itu warning keras, lampu merah. Artinya bunda
harus menata ulang tujuan utama kita aktif di masyarkat.
Inilah
indikator bunda shalehah, yaitu bunda yang keberadaannya bermanfaat bagi
dirinya, keluarganya dan lingkungan sekitarnya. Sehingga sebagai makhluk
ciptaan Allah, kita bisa berkontribusi kebermanfaatan peran kita di dunia ini
dengan rasa tentram.
Salam,
Tim
Matrikulasi IIP
Sumber
Bacaan :
Masaaki Ima,
Kaizen Method, Jakarta , 2012
Ashoka
Foundation, Be a Changemaker: Start from the Emphaty, 2010
Materi-materi
hasil diskusi keluarga bersama Bapak Dodik Mariyanto, Padepokan Margosari, 2016
Video di https://youtu.be/tDKZAKpH-GI