Archive for June 2013
Ketahui Kemampuan Membaca pada Murid Sejak Dini
Membaca
merupakan kegiatan yang secara tidak langsung dibutuhkan oleh semua orang.
Selain karena semua informasi berkembang melalui tulisan dan bacaan, membaca
memiliki dampak yang cukup besar pada kehidupan seseorang. Dalam Gerakan Pemasyarakatan Budaya Baca (Edi
Santono, dkk, 2005) membaca bermanfaat mengembangkan pola pikir kreatif dan
rasa kebahasaan murid, memperkaya wawasan dan cita-cita murid, serta
menghindari murid dari rasa tidak percaya diri dan prestasi.
Manfaat
membaca seperti yang disebutkan di atas, dapat diperoleh ketika murid tidak
hanya bisa membaca tetapi juga memahami apa yang dibacanya. Konteks membaca
seperti ini disebut membaca pemahaman. Joyee S. Choate dkk (1995)
mendefinisikan membaca pemahaman sebagai tujuan dari membaca itu sendiri.
Banyak
murid yang tidak gemar membaca kerap menjadi pembahasan utama antar guru dan
menjadikan murid tersebut berlabel “murid yang malas membaca”. Sebenarnya, ada
beberapa faktor yang menjadi alasan mengapa murid tidak ingin membaca, salah
satunya adalah murid tersebut memiliki hambatan dalam membaca pemahaman.
Sehingga, hambatan tersebut membawa murid pada rasa tidak percaya diri dan
memutuskan untuk lebih baik tidak membaca. Bagaimmuridah cara mengetahui
kandala membaca yang dimiliki murid? Untuk menjawab pertanyaan ini, hendaknya
terlebih dahulu kita memahami apa itu membaca pemahaman dan komponen-komponen
apa saja yang ada di dalam membaca pemahaman.
Dalam Choate dkk (1995) dikatakan
menurut Heilman dkk (1994) bahwa membaca pemahaman merupakan proses konstruktif
yang mana melalui bacaan tersebut pembaca mampu menghubungkan pengetahuan dan
pengalamannya untuk membangun atau mengonstruksi sebuah pemahaman baru. Choate
dkk (1995), membagi membaca pemahaman ke dalam empat kelompok, yakni (1) pemahaman
literal, (2) pemahaman interpretasi, (3) pemahaman kritis, dan (4) pemahaman
makna kata dalam konteks bacaan atau kalimat.
Membaca
pemahaman literal. Kemampuan membaca pemahaman literal umumnya dianggap
sebagai kemampuan memahami yang paling dasar.
Murid dianggap menguasai tahap ini apabila murid dapat membaca dan
mengerti kalimat untuk membangun rincian fakta dan rangkaian kejadian dalam
bacaan. Pada tahap ini murid harus mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan
eksplisit yang jawabannya terdapat dalam teks bacaan. Umumnya, murid sudah
mampu mambaca pemahaman literal sejak pertama kali murid bisa membaca, yakni
pada kelas 2 SD.
Untuk
mengetahui kemampuan murid pada tahap ini, guru bisa memberikan murid suatu
bacaan sederhana yang di dalamnya mengandung kalimat sederhana. Setelah itu
guru memberikan pertanyaan yang jawabannya tersurat (eksplisit) atau dapat
ditemukan hanya dengan membaca bacaan tersebut yang berupa detail fakta dan
urutan kejadian. Apabila murid mampu menjawab pertanyaan berdasarkan teks
bacaan yang dibacanya, artinya murid memiliki kemampuan membaca pemahaman
literal.
Membaca pemahaman interpretasi. Kemampuan membaca pemahaman interpretasi disebut sebagai membaca
di antara bacaan (between the lines)
yang mana melibatkan kemampuan berpikir murid yang lebih tinggi dibandingkan
kemampuan membaca literal. Maksudnya, pada tahap ini murid tidak hanya mampu
memahami informasi yang tersurat dalam teks bacaan, tetapi murid juga mampu
memahami informasi atau arti yang tersirat dalam teks bacaan. Dengan demikian,
pada tahap ini hendaknya murid sudah mampu memahami ide utama, hubungan
sebab-akibat, kesimpulan, serta menyintesis informasi dari pengalaman dan
pengetahuan yang telah diperoleh murid sebelumnya.
Guru dapat mengetahui kemampuan
murid pada tahap ini dengan memberikan murid sebuah teks bacaan. Setelah itu,
guru memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan ide utama bacaan, hubungan
sebab-akibat yang tersirat (implisit) dalam bacaan, serta kesimpulan yang dapat
murid ambil dari bacaan tersebut. Sama seperti kemampuan membaca literal,
kemampuan membaca interpretasi ini hendaknya sudah dimiliki murid sejak kelas 2
SD. Hanya saja, semakin tinggi tingkat kelas seorang murid, tingkat kemampuan
intrepretasinya semakin tinggi pula.
Membaca
pemahaman kritis. Kemampuan membaca pemahaman kritis merupakan hasil dari
membaca di balik dan di luar bacaan (behind
and beyond the lines) salah satu tindakan dari membaca dan untuk
mengevaluasi teks bacaan. Kemampuan membaca kritis lebih mengarah pada
kemampuan murid mengevaluasi atau mengometari sudut pandang penulis, memahami
bacaan dengan menyortir informasi yang relevan dan tidak relevan, pendapat, dan
memahami teknik propaganda yang digunakan penulis dalam tulisannya. Dengan kata
lain, kemampuan mambaca pemahaman kritis ditekankan untuk mengembangkan
kemampuan murid dalam membaca dan bertanya.
Untuk mengatahui kemampuan murid
pada tahap ini, guru dapat memberikan murid teks bacaan dan memberikan sejumlah
pertanyaan yang dapat menstimulus kekritisan murid. Misalnya saja pertanyaan
“Apakah kamu setuju dengan yang dituliskan penulis?”, atau “Mengapa kamu setuju
dengan yang dikatakan penulis?”, atau “Apa alasanmu tidak setuju dengan yang
dikatakan penulis?”, dan pertanyaan lainnya yang membuat murid menyampaikan
pendapatkan mengenai apa yang dibacanya.
Membaca
pemahaman makna kata dalam konteks bacaan atau kalimat. Kemampuan membaca
pemahaman makna kata dalam konteks merupakan tingkat terakhir dalam membaca
pemahaman. Membaca pemahaman makna dalam konteks masuk ke dalam membaca
pemahaman karena kemampuan ini merupakan lanjutan dari kemampuan murid mengenal
kata yang secara langsubg membantu murid memahami apa yang dibacanya.
Seorang murid mungkin bisa memahami
kata yang tidak disandingkan dengan kata lain. Akan tetapi, murid akan
menemukan rangkaian kata yang menjadi kalimat dalam sebuh teks bacaan.
Rangkaian kata inilah yang harus dimengerti murid dalam membaca, sehingga murid
dapat menerima informasi dari teks bacaan secara utuh. Tanpa kemampuan ini,
murid tidak akan mampu memahami konteks bacaan secara keseluruhan dan murid
dapat dikatakan memiliki keterbatasan yang pada pemahamannya.
Demikianlah kemampuan membaca
pemahaman terbagi ke dalam empat bagian yang cukup kompleks, sehingga seorang
murid dapat dikatakan mampu mambaca tidak hanya dengan kemampu membaca tulisan
atau sebuah teks bacaan. Akan tetapi, murid dapat dikatakan bisa membaca
apabila murid mampu memahami apa yang dibacanya, mulai dari memahami secara
eksplisit (tersurat), kemampuan memahami hal-hal implisit (tersirat), hubungan
sebab-akibat, menyimpulkan isi teks bacaan, hingga mampu memberikan kritik pada
isi teks bacaan.
Berdasarkan
penjelasan tentang kemampuan membaca
pemahaman ini guru hendaknya memahami setiap tingkatan pada kemampuan
membaca pemahaman. Hal ini agar guru mengetahui apakah murid malas membaca atau
memang tidak bisa memahami bacaannya dan guru bisa memberikan penanganan yang
tepat pada murid.
(*) Tulisan ini pernah dipublikasikan di Kartunet.com
Merefleksikan Cita-Cita
Bismillahirrahmanirrahim
Dulu, saat saya masih sangat belia dan hanya mengenal sebuah kesenangan, ada satu kebiasaan unik yang sampai sekarang saya belum paham untuk apa kebiasaan itu dilakukan. Kebiasaan ini tidak hanya dilakukan olehsaya, tetapi juga oleh teman-teman sebaya saya. Sampai-sampai kebiasaan ini menjadi sebuah "musim" yang membanjiri pedagang kecil mengantungi sejumlah rupiah.
Menulis biodata, itulah kebiasaan saya dulu bersama teman-teman yang -saya yakin- juga menjadi kebiasaan anak-anak lain seusia kami. Ya, biodata ini biasanya saya tulis di kertas warna-warni dengan berbagai gambar.
Apa yang di tulis dalam Biodata itu biasanya tidak jauh-jauh dari nama lengkap, tanggal lahir, zodiak, dan banyak hal lainnya. Akan tetapi, yang paling saya ingat dari bagian biodata itu adalah baris yang tertulis "cita-cita".
Dulu, saat saya masih sangat belia dan baru mengenal makna cita-cita, yang tertulis mengiringi kata itu adalah sebuah frase berbunyi "berbakti kepada kedua orang tua dan berguna bagi nusa bangsa". Ya, frase ini pun kadang tertulis di lembar Biodata teman-teman saya, meskipun beberapa teman lainnya menuliskan kata guru, dokter, insinyur, bahkan artis.
Kemudian, saat saya beranjak usia dan memasuki sekolah dasar, seorang guru berkata di depan kelas, "Kalian punya cita-cita? Kalau punya, tulis cita-citanya yang jelas mau jadi guru, dokter, atau apa". Saat mendengar kalimat itu, saya seperti tersihir dan langsung mengganti cita-cita saya menjadi dokter. Lambat laun, saat usia saya semakin beranjak ke kepala dua, saat pemahaman akan hidup sedikit demi sedikit tertabung, saya tahu apa yang harus saya lakukan di balik kata cita-cita.
Entah apa arti cita-cita yang sesungguhnya. Apakah itu sebuah keinginan atau tujuan yang sempurna seperti termaktub dalam KBBI. Atau..., sebuah gelar dan profesi seperti kenyataan dan kebanyakan yang terjadi. Yang jelas, apapun itu cita-cita sepertinya merupakan barometer kesuksesan seseorang dalam bentuk keprofesian, seperti guru, dokter, arsitek, dan sebagainya.
Lambat laun, seiring terkumpulnya pundi-pundi pemahaman akan makna kehidupan yang sesungguhnya, saya semakin memahami betapa kepolosan di masa belia adalah sebuah kesungguhan dari kehidupan itu sendiri. Misalnya saja pada cita-cita tadi. Saya tak habis berpikir, mungkin kita semua punya cita-cita untuk menduduki sebuah profesi bergengsi, tapi lantas apa arti dari keprofesian tersebut?
Ketika hendak menjadi seorang guru, cukupkah dengan berseragam biru pekat dan berlantang di depan kelas menyampaikan pelajaran? Cukupkah demikian? Lantas adakah cita-cita dalam cita-cita itu sendiri yang tak hanya mengejar posisi sebagai PNS, terima upah besar, dan mendapat sejumlah tunjangan? Adakah untuk menjadikan profesi sebagai sebentuk pengabdian pada Tanah dan Air yang telah sekian tahun menjadi tempat bernaung? Adakah teebersit keinginan membalas kebaikan Pertiwi yang telah menjadi pijakan selama ini?
Lebih jauh lagi, kadang saya terpekur melihat arti kehidupan ke belakang dan ke depan. Adakah apa yang saya lakukan ini bisa membalas segala kebaikan kedua orang tua saya? Adakah prestasi dan profesi bergengsi yang saya duduki turut memberi implikasi pada kedua orang tua? Atau adakah Allah dalam setiap langkah menuju cita-cita?
Entahlah. Setelah berpikir lama bersama makna-makna kearifan hidup yang terus tumbuh di kepala, saya temukan satu nilai cita-cita yang sesungguhnya. Yang dulu, saat di bangku sekolah dasar sempat diprotes seorang guru saya. Sebuah cita-cita di atas cita-cita yang niscaya menjadi lebih mulia dibandingkan kedudukan atau keprofesian apapun juga. Sebuah cita-cita yang sangat berarti meski apapun itu nanti profesinya. Cita-cita yang bernafskan ibadah pada-Nya, untuk menjadi insan yang senantiasa berbakti kepada kedua orang tua dan berguna bagi Indonesia.
Karena apapun dan semulia apapun kedudukan, prestasi, dan profesi saya, itu tiada arti jika saya meninggalkan bakti pada ibu bapak dan tidak berguna bagi sekitar saya. Wallahu a'lam.
Semoga Allah senantiasa berada dalam dekapan, Menguatkan setiap langkah, Menaungi setiap usaha, Memberkahi setiap yang didapatkan. Amin. (nir)