Archive for September 2012
Apa itu Kurikulum?
Kurikulum dan Pembelajaran
Dalam
pendidikan formal, seperti di sekolah tingkat hingga menengah, kita pasti sudah
mengenal istilah kurikulum. Kurikulum selalu dikaitkan dengan pembelajaran dan
metode pembelajaran yang dilakukan di suatu sekolah dengan kurikulum yang telah
ditentukan oleh pemerintah. Jika kita perhatikan, kurikulum selalu berubah-ubah
dalam jangka waktu tertentu. Perubahan kurikulum ini member dampak yang cukup besar
pada proses pembelajaran. Mulai dari metode, konten pembelajaran, hingga konsep
belajar pun akan mengikuti perubahan kurikulum. Sebenarnya, apa sih kurikulum
itu? Untuk lebih jelasnya, postingan saya kali ini akan membahas sedikit hal
tentang kurikulum.
Kurikulum diadaptasi
dari kata curricula. Curricula adalah nama lintasan balap yang berbentuk lingkaran,
yang mana mobil atau motor yang berbalapan hanya boleh mengikuti jalur yang ada
di curricula. Sama seperti curricula, kurikulum juga diibaratkan seperti
lintasan atau jalur yang harus ditempuh untuk melaksanakan pembelajaran. Kurikulum
yang dibuat oleh pemerintah menjadi acuan para guru untuk menyusun silabus untuk
proses belajar dan pembelajaran di kelas. Melalui silabus, guru dapat menyusun
Rancangan Proses Pembelajaran (RPP) untuk kelas atau Program Pembelajaran
Individual (PPI) sesuai kemampuan dan kebutuhan murid.
Kurikulum adalah seperengkat rencana dan
pengaturan pendidikan yang di dalamnya mencakup pengaturan atau perencanaan
tentang tujuan, isi, proses, dan evaluasi. Sedangkan pembelajaran yang
berlangsung di sekolah adalah implementasi dari kurikulum secara nyata yang
mengorganisir lingkungan belajar sehingga menjadi peristiwa belajar.
Kurikulum memiliki
beberapa model, di antaranya adalah:
1.
Model Akademik, yaitu model kurikulum yang diorientasikan pada konten sains
atau penguasaan ilmu pengetahuan. Kurikulum model akademik sangat berstandar
pada nilai. Kurikulum model inilah yang sampai sekarang tetap diterapkan di
seluruh sekolah di Indonesia. Pada model ini, murid dituntut mengikuti “jalur”
yang sudah dibuat oleh sekolah.
2.
Model Humanistik, yaitu model kurikulum yang berjalan berdasarkan
kemampuan siswa. Kurikulum ini sangat mungkin diberlakukan di Sekolah Anak Berkebutuhan
Khusus karena seluruh proses pembelajaran disesuaikan dengan murid, sehingga “jalur”
dibuat berdasarkan kebutuhan dan kemampuan murid.
3.
Model Rekonstruksi, yaitu model kurikulum yang berorientasi pada masalah
di masyarakat. Kurikulum model ini sangat mungkin diberlakukan pada kategori
Pendidikan Luar Sekolah. Melalui kurikulum model ini, murid disiapkan pada
masalah-masalah atau tantangan hidup.
4.
Model Teknologis, yaitu model kurikulum yang berorientasi pada konten
penguasaan kompetensi. Kurikulum ini umumnya berhubungan erat dengan keahlian
murid. Model kurikulum ini memungkinkan diterapkan di Sekolah Anak Berkebutuhan
Khusus, karena mengingat guru juga perlu mengidentifikasi kemampuan atau
potensi yang dimiliki anak-anak berkebutuhan khusus.
Semua
penerapan kurikulum ini kembali kepada kondisi dan kebutuhan pembelajaran di sekolah.
Sehingga, keempat model kurikulum di atas dapat diterapkan terpisah (tunggal)
atau berkombisani antar model kurikulum.
Prinsip
Kurikulum dan Pengajarannya
Prinsip-prinsip
kurikulum dan pengajarannya di sekolah kurang lebih terurai seperti di bawah
ini:
1.
Berpusat pada kebutuhan murid. Jadi, kurikulum hendaknya
diakomodasikan untuk melayani kemampuan murid.
2.
Melihat beragamnya murid dan berjalan terpadu. Seperti yang kita ketahui bersama
bahwa setiap murid memiliki keunikannya masing-masing. Keheterogenan inilah
yang seyogyanya menjadikan kurikulum sebagai fasilitas terpadu untuk potensi
murid.
3.
Responsip terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Prinsip kurikulum yang satu ini
menuntut dunia pendidikan untuk selalu tanggap terhadap perkembangan ilmu dan
teknologi, terutama ilmu dan teknologi yang berhubungan dengan pendidikan.
Karena prinsip inilah kurikulum kerap kali berubah dan berkembang dalam jangka
waktu tertentu.
4.
Relevan dengan kehidupan. Perkembangan dan penerapan kurikulum
harus memiliki relevansi dengan kehidupan dan lingkunagn pendidikan berlangsung
agar pelaksanaan pembelajaran optimal dan fungsional.
5.
Seimbang antara kepentingan nasional dan daerah. Meskipun kurikulum mengikuti
perkembangan ilmu dan teknologi, guru juga harus memahami bahwa setiap daerah
memiliki perkembangan yang berbeda tentang ilmu dan teknologi. Oleh karena itu,
kurikulum sebaiknya diseimbngakan dengan perkembangan dan kepentingan daerah.
Prinsip Kurikulum
dan Penerapannya
Dari prinsip
dan pengajarannya, penerapan kurikulum harus:
1.
Mengembangkan potensi setiap murid. Dalam penerapannya,
pendidikan hendaknya memandang semua murid memiliki kecerdasan dan potensi yang
berbeda-beda. Jika pandangan ini sudah tertanam dalam diri setiap guru, maka
kurikulum yang ada pasti dapat menopang dan mengembangkan potensi unik setiap
murid.
2.
Mengarah pada pengembangan dan perbaikan setiap anak. Penerapan
kurikulum di sekolah hendaknya memberikan dampak positif kepada setiap murid.
3.
Dikemas dalam hubungan yang harmonis antar guru-murid
murid-murid. Penerapan kurikulum yang dikemas harmonis dengan berbagai cara.
Misalnya, guru bisa memosisikan dirinya sebagai pribadi yang menyenangkan bagi
murid-muridnya. Dan, dengan kurikulum yang ada murid dapat menjadi pribadi yang
antusias mengikuti pembelajaran hingga selesai.
4.
Menggunakan multistrategi dan multimedia. Penerapan kurikulum
dengan multistrategi dapat memudahkan guru dalam mengajar dan menangani
murid-murid yang berbeda. Keberadaan multimedia hendaknya dapat memudahkan
pembelajaran, bukannya menyulitkan guru maupun murid.
5.
Memanfaat seluruh potensi alam daerah. Penerapan kurikulum
memang hendaknya ramah lingkungan. Misalnya, dalam beberapa pembelajaran murid
dapat melalukannya di alam terbuka tanpa merusak lingkungannya. Penerapan
kurikulum di Sekolah Alam sepertinya sangat tepat untuk menjadi contoh dalam
poin ini. Di Sekolah Alam, hampir seluruh PKBM memanfaat kekayaan alam sekitar
dan tidak merusaknya.
(*)
disarikan dari perkuliahan Pembelajaran Anak Gangguan Emosi dan Tingkah Laku
dengan Pak Lalan Erlani, Ph.D
Sekerat Kisah Istimewa; Aku Si Disleksia
Mereka bilang saya berbeda dengan yang lainnya. Ah, masa? Saya tidak
merasa. Yang saya tahu, saya sama dengan yang lainnya. Ya, meskipun ada hal
berbeda yang saya butuhkan dibandingkan dengan kebanyak anak seusia saya.
Saya “divonis” sebagai anak penyandang disleksia saat saya duduk di
kelas 3 SD. Selama tiga tahun sekolah, saya masih sulit mengenal huruf. Saya
sulit membedakan b dengan d, m dengan w, u dengann, dan semua huruf terlihat seperti dalam
cermin, semua huruf terlihat sama dan bergerak-gerak. Bahkan ketika Ibu meminta
saya untuk menyalin tulisan dari buku pelajaran pun, tulisan saya selalu
salah. Di sekolah, saya juga selalu salah dalam menyalin tulisan di papan
tulis, padahal saya sudah duduk di bangku paling depan.
Saat itu Ibu belum tahu kalau saya menyandang disleksia. Ketika Ibu
membaca sebuah brosur tentang anak disleksia yang di dalamnya ada penjelasan
tentang anak disleksia, Ibu mulai mengkhawatirkan saya. Ternyata benar. Saya
benar-benar menyandang disleksia.
Di kelas tiga, saya dipindahkan ke sekolah khusus anak-anak berkebutuhan
seperti saya. Di sana sangat berbeda dengan sekolah saya yang sebelumnya. Di
sekolah baru itu, hanya ada empat sampai enam murid dalam satu kelas. Kami semua
berkebutuhan khusus.
Tapi, saya justru merasa lebih nyaman di sekolah baru ini. Guru baru
saya sabar dan baik hati. Beliau tahu apa yang saya mau. Beliau tahu letak
kekurangan saya. Dan yang paling menyenangkan, beliau tahu apa yang saya
butuhkan. Kalian tahu? Ini sangat menyenangkan bagi saya :)
Lulus dari sekolah khusus, saya melanjutkan bersekolah ke sekolah
seperti biasa. Yah, meskipun kendala masih saja ada. Saya masih belum bisa
menghafal alphabet A sampai Z. Saya juga kesulitan mengitung. Dulu, saat duduk
di SD saya hanya hafal 4 x 4 = 16. Ya, itu saja. Dan ada kebiasaan guru saya
yang selalu membuat saya deg-degan. Setiap pulang sekolah, guru saya selalu
memberikan soal perkalian. Bagi yang bisa menjawab, diperbolehkan pulang. Bagi
yang tidak, pasti pulangnya lebih lama. Hehe, dan saya selalu menunggu giliran
4 x 4 keluar dari mulut guru saya. Jika pertanyaan itu sudah ada, saya tidak
mau didahului teman untuk menjawabnya. Karena hanya perkalian itu yang melekat
di kepala saya, jadi kalau saya tidak menjawab soal itu kemungkinan besar saya
tidak bisa pulang. Hehe.
Oh iya, saat duduk di bangku SMK, ternyata saya bergabung dengan
teman-teman yang masuk kategori bodoh. Duh, masa iya? Saya tidak percaya saat
reuni SMA ada teman yang tertawa sambil berbincang, “Inget gak? Kita kan dulu
geng oon. Haha.” Haduh, kayaknya dulu saya gak oon-oon banget deh -_-“
Berbeda dengan SD dan SMP dengan banyak teman yang belum mengerti
tentang kekurangan saya, di SMK banyak teman yang mengetahui bahwa saya adalah
penyandang disleksia. Bahkan kadang saya dijadikan bahan ejekan, hehe, itu
hanya untuk guyonan, bukan seriusan. Dan yang saya lakukan hanya tertawa. Ya,
mau apalagi? Mau marah? Lah, memang saya seperti ini. Hehe. Ini saya, apa
adanya.
Oh iya, di SMK saya dulu, seluruh siswa harus mampu mengetik cepat
dengan sepuluh jari atau yang boasa disebut blind system. Aih, menghafal abjad saja saya
belum bisa, bagaimana bisa mengetik cepat. Berkali-kali saya dimarahi guru
karena nilai mengetik saya selalu jelek. Kecepatan mengetik saya rendah sekali.
Saya sempat down saat
itu, tapi saya harus bisa. Dan ternyata saya bisa :D Lebih dari itu, saat
itusaya mengikuti kontes mengetik cepat dan Alhamdulillah, saya menang! Hehe, I
think this is impossible, but it is true, Man! :D
Lulus dari SMK, bagi saya adalah hal yang mustahil untuk melanjutkan
pendidikan ke bangku kuliah. Tapi Allah ternyata menghendaki saya yang sampai
sekarang belum menghafal abjad untuk bisa berkuliah. Senang sekali rasanya. Dan
saya akhirnya bisa berkuliah di salah satu universitas swasta di Bandung.
Banyak cerita unik yang datang dari perkuliahan saya. Salah satunya
adalah saat ujian mata kuliah yang sangat saya takuti, yakni Bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia memang “musuh” bagi saya. Jangankan menulis dengan ejaan yang
baik, sampai sekarang pun saya belum mampu menghapal alphabet. Hingga saat
ujian mata kuliah Bahasa Indonesia, tugas saya diperiksa oleh salah seorang
adik angkatan. Adik angkatan ini sering sekali ke bangku saya menanyakan mengapa
banyak kata dan banyak huruf yang terbalik. Malu. Itu yang saya rasakan. Tapi,
mau bagaimana lagi? Memang saya punya kendala dalam berbahasa.
Perjuangan matia-matian dalam berkuliah benar-benar saya rasakan ketika
tiba saatnya menyusun skripsi untuk kelulusan. Bukan hanya saya yang berjuang
mati-matian menyusun skripsi ini, dosen pembimbing hingga ibu saya juga
membantu saya untuk menulis. Duh, terharu sekali rasanya ketika dengan pernuh
kerja keras saya menjawab dan mencoba menjelaskan isi skripsi saya kepada
dosen-dosen penguji. Untungnya para dosen, terutama dosen pembimbing saya
mengerti kondisi saya sebagai penyandang disleksia. Sehingga saya akhirnya
dapat lulus dengan hasil yang cukup memuaskan.
Banyak sekali kisah dari “kelebihan” yang saya miliki ini. Sedih, haru,
lucu, semua ada dalam kehidupan saya. Tapi saya senang bahwa banyak orang yang
mengerti kondisi saya. Terutama ibu. Sejak kecil ibu yang selalu membantu saya.
Sejak kecil, ibu yang selalu mensuport saya di tengah kekurangan saya dan ibu
juga yang selalu menenangkan saya setiap kali saya menangis karena takut salah
atau malu karena diejek teman. Sampai sekarang saya masih ingat pesan ibu
setiap kali saya mengeluh dan pesimis. Kata ibu lakukan apa yang bisa kamu
lakukan, bagaimanapun hasilnya itulah hasil kerja keras kamu. Ah, Ibu. Pesan
itu selalu saya ingat setiap saya takut menghadapi banyak orang dan setiap saya
pesimis dalam hal pendidikan.
Menyandang disleksia atau mempunyai ketidakmampuan (disabilitas) dalam
hal lainnya bukanlah satu batu penghalang untuk menuju kesuksesan. Buktinya,
saya yang sudah dilabeli sebagai individu disleksia yang tidak mampu mengenal
huruf dengan baik bisa lulus kuliah :D
Ada banyak kemungkinan yang Allah ciptakan untuk hamba-Nya, termasuk
untuk kita, individu yang sudah berlabel “disabilitas”. Senang rasanya jika ada
banyak orang yang menganggap saya sama dengan yang lainnya. Hingga bentuk
penerimaan dari masyarakat dan orang terdekat mampu membangun rasa percaya diri
dan motivasi saya.
***
Tulisan di atas adalah kisah seseorang yang saya kenal. Namanya Aigis
Arira, seorang teman yang saya panggil kakak. Saya mengenal Kak Aigis saat saya
mendapat amanah untuk mengurusi acara seminar disabilitas yang mengangkat sosok
seorang penyandang disleksia. Pertama kali bertemu dengannya di ruang
pertemuan, ada jiwa kehangatan dalam diri Kak Aigis. Orangnya sangat supel dan
humoris. Bahkan ketika Kak Aigis menceritakan pengalamannya sebagai penyandang
disleksia, Kak Aigis lebih banyak tertawa dan membuat saya betah berlama-lama
mendengarkan ceritanya.
Kisah ini sengaja saya tuliskan sebagai bentuk apresiasi dan kepedulian
terhadap penyandang disabilitas, khususnya disleksia. Dengan tulisan ini, saya
ingin membagi semangat Kak Aigis. Saya ingin berbagi kepercayaan diri Kak Aigis
yang sudah jelas mempunyai kekurangan.
Sebelumnya, tulisan ini pernah saya posting di akun kompasiana saya.
Tapi seorang teman kompasiana mengatakan tulisan ini menjual belas kasiahan
untuk menjadikan tulisan ini HL (High Light) di halaman muka Kompasiana. Tapi,
dengan tulisan ini saya berharap teman-teman tidak terlalu menaruh belas
kasihan pada tokoh yang ada dalam tulisan ini. Karena pada dasarnya tulisan ini
hanya untuk membagi kekuatan dan motivasi yang dimiliki Kak Aigis.
Akhir catatan, semoga tulisan ini bermanfaat dan menginspirasi kita
semua untuk tetap optimis di tengah kekurangan dan kendala yang kita miliki.
Karena kekurangan kita bukanlah hal yang menjadikan kita semakin lemah, justru
kekurangan kita adalah kekuatan unik yang menjadikan kita jauh lebih luar biasa
dari yang lainnya. Yang saya yakini adalah apapun yang Allah berikan adalah
bentuk sayang Allah kepada kita. Ingat, Allah selalu Menciptakan beban lengkap
dengan pundaknya! :)
Salam semangat!
Mengenal Macam-Macam Kesulitan Belajar
Banyak orang menganggap bahwa kesulitan belajar hanya teridiri
dari disleksia. Padahal, ada banyak macam-macam kesulitan belajar yang dapat
dialami murid terdapat. Lantas, apa sajakah yang termasuk dalam kesulitan belajar?
Mulyono Abdurrahman dalam Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar (2009)
secara garis besar membagi kesulitan belajar ke dalam dua kelompok; (1)
kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental
learning disabilities), (2) kelompok kesulitan belajar akademik (academic
learning disabilities).
Dua kelompok kesulitan belajar di
atas dibagi lagi ke dalam kelompok yang lebih spesifik. Kesulitan belajar
yang berhubungan dengan perkembangan meliputi; (1) kesulitan belajar
bahasa, (2) kesulitan belajar kognitif, dan (3) gangguan motorik dan persepsi.
Dan, kesulitan belajar akademik menunjuk kepada; (1) kesulitan belajar
menulis, (2) kesulitan belajar mambaca, dan (3) kesulitan belajar aritmatika
dan matematika.
Pertama, kesulitan belajar bahasa.
Menurut Lerner (1988: 311) bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang
terintegrasi, mencakup bahasa ujaran, membaca, dan menulis. Dengan demikian, kita
simpulkan bahwa kesulitan belajar bahasa adalah ketidakmampuan
seseorang pada satu atau lebih dari komponen bahasa yang menimbulkan kesulitan
wicara. Akan tetapi, orang yang miliki kesulitan wicara tidak selalu memiliki
kesulitan bahasa.
Kedua, Kesulitan belajar kognitif.
Singgih D. Gunarsa (1981: 234) berpendapat, kognisi merupakan
aspek-aspek struktur intelek yang dipergunakan untuk mengetahui sesuatu.
Sehingga, kognisi dapat juga didefinisikan sebagai fungsi mental yang meliputi
persepsi, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan masalah.
Dari pengertian di atas, kita
simpulkan bahwa kognitif berkaitan dengan kemampuan anak dalam
memecahkan masalah. Anak kesulitan belajar kognitif merupakan anak yang
memiliki kesulitan dalam mengembangkan kemampuannya memecahkan masalah,
terutama permasalahan dalam akademiknya.
Ketiga,
gangguan perkembangan motorik dan persepsi. Lerner (1981: 189) mengemukakan
gangguan perkembangan motorik sering diperlihatkan dalam bentuk adanya gerakan
melimpah (misalnya ketika anak ingin menggerakkan tangan kanan, tanpa disengaja
tangan kiri ikut bergerak), kurangnya koordinasi dalam aktivitas motorik,
kesulitan dalam koordinasi motorik halus, kurang mempunyai penghayatan tubuh
(body image), kekurangan pemahaman dalam hubungan keruangan dan arah,
kebingungan literalitas.
Lerner
juga pernah mengemukakan persepsi adalah batasan yang digunakan pada proses
memahami dan menginterpretasikan informasi sensori, atau kemampuan intelek
untuk mencarikan makna dari data yang diterima oleh berbagai indera (Lerner,
1988: 282). Sehingga, anak kesulitan belajar yang memiliki gangguan perkembangan
persepsi memiliki kesulitan dalam memahami dan menginterpretasikan informasi
sensori, atau kemampuan intelek untuk mengetahui makna dari informasi yang
diterima oleh indera.
Lalu, kesulitan
belajar membaca. Soedarso (1983: 4) mengemukakan bahwa membaca adalah
aktivitas kompleks yang memerlukan sejumlah besar tindakan terpisah-pisah,
mencakup penggunaan pengertian, khayalan, pengamatan, dan ingatan. Kesulitan
belajar membaca adalah kesulitan mempelajari komponen-komponen bacaan (kata dan
kalimat) juga kesulitan dalam memahami bacaan yang dibacanya, seperti hubungan
urutan bacaan, tema, dan isi bacaan.
Kemudian,
kesulitan belajar menulis. Lerner (1985: 413) menyatakan bahwa menulis
adalah menuangkan ide-ide dalam bentuk visual. Taringan (1986: 21) mengemukakan
menulis sebagai melukiskan lambang-lambang grafis dari bahasa yang dipahami
oleh penulisnya maupun orang lain yang menggunakan bahasa yang sama dengan
penulisnya.
Bertolak
pada kedua pengertian di atas, kita simpulkan bahwa kesulitan belajar menulis adalah
kesulitan dalam mengekpresikan pikiran, perasaan, dan ide ke dalam bentuk
lambang-lambang grafis yang meliputi kesulitan menulis, mengeja bacaan, dan
mengarang (mengemukakan melalui tulisan).
Terakhir,
kesulitan belajar aritmatika dan matematika. Banyak orang kerap
mempertukarkan pengertian antara aritmatika dan matematika. Padahal, kedua hal
ini berbeda. Johnson dan Myklebust (1967: 244) berpendapat bahwa matematika
adalah bahasa simbolis yang fungsi praktisnya untuk mengekspresikan
hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan, sedangkan fungsi teoretisnya
adalah untuk memudahkan berpikir. Aritmatika itu sendiri merupakan bagian dari
matematika. Aritmatika lebih tepat didefinisikan
sebagai ilmu hitung dasar dari
matematika yang berupa penjumlahan, pengulangan, perkalian, pembagian, dan
aritmatika turunannya yang lebih kompleks.
Berdasarkan
pengertian di atas, kita ambil kesimpulan bahwa kesulitan belajar matematika
adalah gangguan dalam hubungan keruangan, abnormalitas persepsi visual,
asosiasi visual motorik, perseverasi, kesulitan mengenal dan memahami simbol,
dan gangguan penghayatan tubuh.
Dalam
beberapa kasus, kesulitan belajar perkembangan memang sering memiliki
keterkaitan dengan kegagalan mencapai prestasi akademik. Akan tetapi, hubungan
ini tidak selalu jelas. Karena, ada anak yang gagal dalam belajar membaca yang
menunjukkan ketidakmampuan dalam fungsi-fungsi perseptual motoriknya dan ada
juga anak yang mampu belajar membaca tetapi tidak memiliki ketidakmampuan dalam
fungsi-fungsi perseptual motorik. Hal ini menjelaskan bahwa anak kesulitan
belajar sangat beragam dan setiap kasus berbeda-beda sesuai dengan setiap anak
dan harus ditangani berdasarkan kesulitan belajarnya masing-masing.