Archive for October 2013

O My God, You're So Romantic!

Tuhan selalu punya cara istimewa untuk mengingatkan yang lupa, menegur yang salah, dan menyapa yang tenggelam dalam lamun asa.

Saya selalu terpesona dengan segala cara yang Tuhan lakukan pada diri saya. Setiap kejutan yang dihadiahkan-Nya, selalu membuat saya kembali jatuh cinta pada-Nya.

Sejak menyadari berkotak-kotak hadiah dari-Nya, saya semakin percaya bahwa cinta tidak selalu tentang indah. Dan romantis tidak selalu tentang cokelat atau bunga.

Misalnya saja senja itu. Saat saya hendak pulang menggunakan bus kota. Saya terdiam, menekuri sebongkah angan yang menjejal dada dan mendesak ratap bersimbah. Tiba-tiba seorang lelaki paruh baya menghampiri saya. Dia meminta izin untuk duduk di sebelah saya. Hanya sekulum senyum dan anggukan kecil yang sebagai jawab saya. Lalu saya kembali melihat keluar jendela. Menembus keramaian terminal pinggir kota.

Lalu sebuah suara memecah sepi yang menyusup dalam keramaian. Satu dua tiga pertanyaan terlontar. Satu dua tiga kata menjawab dengan singkat sambil beriring senyum dan anggukan.

Hingga pada pertanyaan keempat, lima, enam. Saya perlu waktu untuk menjawab pertanyaan itu. Bukan ragu atau tidak tahu jawabnya., melainkan terkejut pada tanya yang dilempar ke wajah saya.

Kemudian lisan saya terbungkam. Senyuman membuyar perlahan. Yang tersisa hanya anggukan. Kalian tahu? Empat, lima enam pertanyaan selanjutnya adalah segala hal yang sedang mengganjal di dada saya. Empat, lima enam pertanyaan selanjutnya adalah sebongkah tanya yang sedari tadi saya berbenturan dengannya.

“Berapa dinda punya usia?” tanya pria paruh baya.

“Duasatu, Pak,” jawab saya sambil sedikit menoleh.

“Ikhtiarkan dengan sikap dan ucap!” Nasihatnya singkat.

“Insya Allah,” jawab saya di akhir perbincangan kami.

Dalam jenak saya berpikir. Adakah ini kebetulan? Tapi, bukankah tidak ada yang namanya kebetulan? Lalu, inikah takdir Tuhan? O, entah berjawab apa benarnya.

Dalam jejak jenak dan denting air mata saya semakin percaya bahwa Tuhan selalu  dekat dengan saya. Tuhan selalu tahu apa yang tersembunyi di hati saya. Tuhan juga tahu bagaimana menyapa lamun yang nyaris putus dari asa.

Terima kasih atas perbincangan singkat di bus kota yang Kau skenariokan.
17 October 2013
Posted by Lisfatul Fatinah

Yuk Mengenal Ciri Komunikasi Anak Autis yang Unik! :)

Komunikasi merupakan salah satu hal yang sangat dibuttuhkan manusia sebagai makhluk sosial. Melalui komunikasi, dua individu atau lebih bisa saling bertukar informasi, bertukar pikiran, dan saling memahami kemauan antar satu sama lainnya. Menurut Wilson (1987) dalam Kathleen Ann Quill (1995) dikatakan bahwa dalam komunikasi dibutuhkan lebih dari sekadar kemampuan untuk rangkai kata-kata dalam urutan yang tepat, tetapi dibutuhkan juga hubungan saling memahami apa yang dikomunikasikan.

Komunikasi dapat dikatakan sebagai kemampuan untuk membiarkan orang lain mengetahui apa yang diinginkan individu, menjelaskan tentang sesuatu kepada orang lain, serta untuk mengetahui sesuatu dari orang lain. Dengan kata lain, komunikasi merupakan suatu aktivitas sosial antar dua orang atau lebih untuk dapat saling bertukar informasi yang dilakukan  secara verbal dan nonverbal.

Bertolak pada pengertian komunikasi di atas, mari kita tengok pola atau karakteristik komunikasi anak autis. Dalam DSM IV (Diagnostic Statistical Manual 1994) dikatakan bahwa seorang anak dapat dikatakan menyandang keautistikan ketika perkembangan bicaranya lambat atau sama sekali tidak berkembang dan tidak ada usaha mengimbangi komunikasi dengan  cara lain; jika anak bisa berbicara, bicaranya bukan untuk komunikasi; sering menggunakan bahasa yang aneh dan berulang; pola bermain anak yang kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang bisa meniru.

Untuk menguatkan karakteristik komunikasi anak autis, Christopher Sunu (2012) menyatakan beberapa indikator perilaku komunikasi dan bahasa yang mungkin ada pada anak autis. Di antaranya adalah ekspresi wajah datar, ridak menggunakan bahasa atau isyarat tubuh, jarang memulai komunikasi, tidak meniru aksi atau suara, berbicara sedikit atau tidak ada sama sekali, membeo kata, intonasi bicara aneh, tampak tidak mengerti kata, serta mengerti dan menggunakan kata secara terbatas.

Dari sekian banyak ciri yang tertera di atas, membeo atau ekolalia merupakan ciri utama anak autis sebagai gangguan kualitatif dalam perkembangan komunikasi. Contoh dari ekolalia adalah seorang anak autis bisa secara terus menerus mengulang satu kata atau kalimat atau nyanyian tanpa dimengerti artinya. Ciri ekolalia ini biasanya dimiliki penyandang autis muda dengan kemampuan verbal. Akan tetapi, ciri ekolalia bukanlah satu ciri yang penting karena dalam perkembangan anak umum juga terdapat fase di mana anak mulai bisa meniru dan selalu mengulang kata yang baru dikenalnya. Untuk membedakannya dengan anak autis, orang tua dapat mengetahuinya dengan cara apakah anak menyerti arti kata yang didengar atau diucapkannya.

Selain ekolalia, ciri lain yang menonjol dan perlu diperhatikan lingkungan anak autis adalah anak autis memiliki keterbatasan memahami atau menggunakan kata dan hanya menggunakan atau memahami kata secara harfiah, dengan kata lain anak autis memiliki keterbatasan dalam memahami kiasan atau sindiran. Karena keterbatasan inilah, orang tua, guru, dan lingkungan anak autis hendaknya menggunakan kalimat yang to the point atau langsung pada apa yang dimaksud. Ketika berbicara dengan anak autis, hindari kalimat yang berbelit atau penuh dengan kiasan karena anak akan kebingungan mengartikan kalimat yang didengarnya.

Jika dalam suatu komunikasi dilakukan interaksi dua arah, pada komunikasi anak autis biasanya dilakukan hanya satu arah. Misalnya, dua orang berkomunikasi seperti biasa untuk dapat saling memberi dan menerima informasi, tetapi anak autis berkomunikasi hanya untuk menerima informasi atau memberi informasi. Untuk itu komunikasi anak autis bukanlah “berbicara dengan” yang melibatkan hubungan dua arah, melainkan satu arah.

Selain mengetahui beberapa ciri penting di atas, orang tua hendaknya memiliki pengetahuan perkembangan bahasa dan komunikasi yang dimiliki anak pada umumnya. Pengetahuan ini penting karena orang tua bisa membandingkan langsung perkembangan bahasa dan komunikasi yang dimiliki anak.

Beberapa ciri komunikasi anak autis di atas tidak melulu harus dimiliki oleh satu orang anak autis. Semua ciri ini hanya bersikap menyeluruh atau komprehensif. Mungkin saja seorang anak autis memiliki separuh ciri di atas, atau mungkin hanya sepertiganya. Kendati demikian, banyak atau tidaknya ciri yang ada dalam diri anak autis bukan penghalang orang tua untuk melakukan penanganan terbaik. Sedikit ataupun banyak ciri-ciri yang dimiliki anak autis tetap harus mendapatkan penanganan untuk mengurangi perilaku keautistikannya. 
11 October 2013
Posted by Fatinah Munir
Tag :

Pendidikan Jasmani Anak Berkebutuhan Khusus yang Adaptif


Pendidikan Jasmani merupakan salah satu matapelajaran yang biasa kita temui di sekolah umum. Pada matapelajaran ini, murid dituntut untuk memahami sejumlah teori tentang kesehatan jasmani dan aktif dalam program kegiatan jasmani di sekolah, seperti atletik.

Bertolak pada hal di atas, bagaimana pola penerapan matapelajaran pendidikan jasmani bagi murid dengan kedisabilitasan? Mengingat adanya Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa, maka seluruh lini yang berhubungan dengan persekolahan harus diinklusifkan. Misalnya saja dalam pelaksanaan beberapa matapelajaran yang memang harus didiferensiasikan penerapannya untuk murid-murid berkebutuhan khusus di sekolah tersebut.

Salah satu matapelajaran yang membutuhkan pendiferensiasian untuk murid berkebutuhan khusus adalah pendidikan jasmani. Dalam istilahnya, pendidikan jasmani yang telah didiferensiasikan disebut dengan pendidikan jasmani adaptif.

Menurut Zeigler (1977) dalam Sri Mulyati dan Murtadlo (2007) dikatakan bahwa pendidikan jasmani adaptif adalah suatu program kegiatan jasmani yang aktif, bukan suatu program alternatif yang tidak aktif. Hal ini mendukung pemerolehan manfaat kegiatan jasmani dengan memenuhi kebutuhan para murid yang mungkin selain itu dialihkan ke pengalaman pasif yang dikaitkan dengan pendidikan jasmani.

Pendidikan jasmani adaptif pada umumnya dirancang untuk memenuhi kebutuhan khusus murid dalam jangka panjang atau lebih dari 30 hari. Kebutuhan khusus tersebut mencakup anak-anak berkebutuhan khusus sebagaimana yang dirincikan dalam UU Pendidikan Individu Berkebutuhan Khusus atau Individuals with Disabilities Education Act (IDEA). Mirip dengan pendiferensiasian pada matapelajaran lainnya, dalam penerapannya pendidikan jasmani adaptif dirancang dalam bentuk PPI (Program Pendidikan Individual) atau IEP (Individual Education Program). Seperti yang dikemukakan Auxter D. P. J. dan Huetting (1993) dalam Sri Mulyati dan Murtadlo (2007) berdasarkan IDEA dinyatakan bahwa murid berkebutuhan khusus (dengan rentang usia 3-21 tahun) harus memiliki suatu program yang dibuat secara individual.

Program individu yang dirancang dalam pendidikan jasmani adaptif ini lebih menekankan pada apa keterbatasan dan kekhususan murid dalam melakukan program kesehatan jasmani dan bagaimana cara alternatif yang tepat agar murid bisa mengikuti pendidikan jasmani seperti murid lainnya. Dalam membuat program-program pendidikan jasmani adaptif ini hendaknya ada kerjasama antara orang tua murid, murid, guru, administrator, dan profesional dalam berbegai disiplin, seperti dokter atau psikolog. Proses penyelenggaraan pendidikan jasmani adaptif dapat dikembangkan berdasarkan beberapa orientasi, misalnya berorientasi pada perkembangan murid, berorientasi pada masyarakat sekitar sekolah atau sekitar anak, atau berorientasi pada hal lainnya yang dapat diadopsi guru untuk mengajar.

Dengan dibuatkan dan dijalankannya program khusus atau IEP (Individual Education Programm) pendidikan jasmani untuk murid berkebutuhan khusus di sekolah, diharapkan dapat membantu murid memperbaiki ataupun mengembangkan kemampuannya. Satu hal yang perlu ditekankan dalam pelaksanaan pendidikan jasmani adaptif adalah walaupun waktu yang digunakan untuk program pendidikan jasmani adaptif ini melebihi waktu yang disyaratkan oleh kebijakan-kebijakan atau hukum, program ini tidak boleh digantikan oleh pelayanan yang terkait. Misalnya saja kegiatan intramarual, hari olahraga, atletik, atau pengalaman lain yang terutama tidak bersifat memberi pengajaran. 
Posted by Fatinah Munir

Mari Mengenal Pola Perilaku Anak Autis


Sebagai makhluk sosial, perilaku menjadi salah satu aspek yang penting bagi individu dalam berhubungan dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sama halnya dengan semua individu pada umumnya, anak autis –kendati memiliki keterbatasan utama dalam komunikasi dan interaksi– juga  memerlukan interaksi dan berhubungan dengan lingkungannya guna mendapatkan pengalaman untuk perkembangan sosialnya.

Terkait perilaku anak autis, banyak orang yang mengira seorang anak dapat dikatakan menyandang  autisme jika anak diam dan tampak memiliki “dunianya sendiri”. Padahal, ada banyak indikasi yang dapat membantu orang tua atau guru untuk mengetahui apakah anak menyandang autisme atau tidak.

Secara garis besar, DSM IV memberikan empat indikasi yang menunjukkan perilaku keautistikan dan seorang anak dapat dikatakan menyandang autisme jika memiliki minimal satu perilaku dari empat perilaku tersebut. Empat perilaku tersebut adalah (1) mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan; (2) terpaku pada satu kegiatan rutinitas yang tidak ada gunanya, seperti selalu mencium makanan sebelum dimakan; (3) ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang; dan (4) seringkali sangat terpukau pada benda atau bagian-bagian benda.

Christopher Sunu (2012) menjelaskan bahwa selain empat karakteristik perilaku di atas, ada beberapa perilaku lainnya yang secara umum ada pada anak autis. Perilaku tersebut adalah perilaku destruktif, perilaku hiperaktif atau hipoaktif, tantrum, dan beberapa perilaku khusus lainnya.

Perilaku destruktif adalah semua jenis perilaku anak yang bisa menyakiti atau melukai dirinya sendiri atau orang lain. Contoh dari perilaku destruktif adalah anak mencakar, menjambak, menggigit, meludah ke orang atau ke sembarang tempat, memukul, menarik dengan kuat, mencekik, menendang, merobek lembar tugas, melempar benda apa saja di dekatnya, dan banyak perilaku lainnya.

Selanjutnya, sebagian anak autis bisa menjadi hiperaktif atau hipoaktif. Anak autis dikatakan hiperaktif apabila anak banyak melakukan aktivitas tanpa anak mengetahui apa manfaat dari aktivitasnya. Misalnya saja, anak naik-turun meja, berlarian, mondar-mandir, keluar-masuk kelas, dan berpindah-pindah tempat duduk dalam jangka waktu yang sangat singkat tanpa mengetahui apa tujuan dari perilakunya.

Selain itu ada pula perilaku stereotip atau perilaku rutinitas. Anak autis cenderung kaku dalam melakukan aktivitasnya, salah satunya dalam beberapa kasus anak autis memiliki jadwal harian yang tidak bisa diubah. Perilaku stereotip ini terlihat ketika meletakkan sekumpulan benda, anak autis cenderung meletakkan benda-benda tersebut berdasarkan warna, bentuk, atau ukurannya. Contoh lainnya adalah anak memiliki gerakan-gerakan aneh seperti mengepak-kepakan tangan, mengayunkan tangan, menggoyangkan badan ke depan dan ke belakang, atau anak selalu mengulang kata yang sama dan tidak memiliki arti.

Perilaku lainnya yang mungkin ada pada anak autis adalah anak memiliki keterpukauan berlebihan pada benda atau bagian tertentu dari benda, anak memiliki benda yang selalu dibawanya kemana-mana, anak sensitif terhadap suara, anak menarik diri saat disentuh, anak merespon berlebihan atau tidak sama sekali saat diberi stimulus, anak menangis tanpa sebab, atau anak mampu menggambar dengan detail-detail yang baik tetapi tidak mampu mengancingkan bajunya sendiri. Perilaku lain yang menunjukkan anak menyandang autisme adalah anak marah atau menangis tanpa sebab dan tantrum (marah berlebihan atau mengamuk).

Tidak ada teori atau draf khusus yang menyantumkan indikasi pasti tentang karakteristik perilaku keautistikan. Hal ini dikarenakan, pola perilaku anak autis sangat beragam. Perilaku keautistikan yang disebutkan di atas sangat mungkin tidak semuanya ada pada seorang anak autis. Perilaku keautistikkan tertentu bisa saja ada pada satu anak autis tetapi tidak ada pada anak autis lainnya. Untuk itu, orang tua atau guru harus benar-benar cermat dalam melihat perilaku anak autis. Dalam pengamatan perilaku, orang tua atau guru setidaknya mengamati perilaku anak selama tiga bulan berturut-turut.

Untuk saat ini, perkembangan perilaku anak autis kadang cenderung dihambat oleh kalangan yang menganggap bahwa anak autis hanya bisa ada “di dunianya sendiri”.  Dampaknya, ketika anak autis sudah menunjukkan perilaku keautistikannya sebagian orang tua malah membiarkan dan menganggapnya sebagai hal yang wajar bagi anak autis. Perilaku-perilaku di atas memang wajar ada pada anak autis, karena itu semua adalah signal yang menunjukkan bahwa anak menyandang autisme. Akan tetapi, perilaku tersebut hendaknya diarahkan kepada hal-hal yang lebih positif. Atau, perilaku tersebut hendaknya diminimalisir bahkan dihilangkan dari anak.

Hal utama yang harus diantisipasi orang tua dan guru adalah perubahan lingkungan. Anak autis yang cenderung terikat pada rutinitas biasanya akan mengalami “shock” pada sebuah perubahan, sehingga menyebabkan anak marah atau tantrum dan perkembangannya tiba-tiba kembali pada angka nol. Dengan demikian, orang tua dan guru hendaknya menyisipkan satu atau dua aktivitas harian yang fleksibel atau berubah-ubah bentuknya dari hari ke hari. Hal ini ditujukan agar anak bisa beradaptasi secara perlahan dengan kehidupan individu pada umumnya yang tidak selalu terikat pada rutinitas. 
Posted by Fatinah Munir
Tag :

You are The

Hallo Happy Readers!

Hallo Happy Readers!
Selamat datang di blog pribadi saya. Di blog ini teman-teman akan membaca tulisan-tulisan saya seputar pendidikan, kedisabilitasan dan inklusivitas, pengalaman mengajar, dan tulisan-tulisan lainnya yang dibuat atas inspirasi di sekitar saya. Semoga tulisan dalam blog ini bermanfaat dan menginspirasi pada kebaikan. Selamat membaca!

Contact Me

@fatinahmunir

fatinahmunir@gmail.com

Educator | Writer | Adventurer

Berbakti | Berkarya | Berarti

My Friends

- Copyright © Fatinah Munir -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -