Archive for October 2012
Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Intelektual
Faktor-faktor penyebab anak disabilitas intelektual di bagi
ke dalam tiga kelompok besar, yaitu faktor prenatal, faktor natal, dan faktor
postnatal. Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah penjelasannya.
Faktor Prenatal
Faktor prenatal adalah faktor yang
terjadi sebelum masa kelahiran. Faktor-faktor ini bberpengaruh pada
perkembangan janin yang sedang dikandung ibu, sehingga ketika anak dilahirkan
memungkinkan anak menjadi disabilitas intelektual. Sebenarnya, tidak ada jawaban
universal untuk faktor prenatal, kecuali untuk beberapa kasus seperti infeksi
bakteri Rubella dan rhesus kedua orang tua.
a.
Infeksi Rubella (Cacar)
Sejak 1940-an sejumlah penelitian menemukan bahwa
Rubella yang mengenai ibu hamil sela tiga bulan pertama masa kehamilan mungkin
menyebabkan kerusakan konginental dan kemungkinan menyebabkan disabilitas
intelektual pada janin.
b.
Faktor Rhesus
Hasil penelitian Yannet dan Lieberman seperti dikutip
oleh Kirk dan Gallagher (1979:119) menunjukkan adanya hubungan antara
keberadaan Rh darah yang tidak kompatibel pada anak disabilitas intelektual. Para
peneliti menyebutkan bahwa indikasi tersebut dapat dilihat ketika janin
memiliki Rh yang tidak kompatibel dengan darah ibunya. Anak dalam kasus ini
dapat menjadi disabilitas intelektual kecuali jika dilakukan tindakan medis di
usia yang sangat dini.
Faktor Natal
Faktor natal adalah faktor yang terjadi saat proses
melahirkan. Biasanya, faktor pada masa ini berupa luka-luka saat melahirkan,
sesak napas pada bayi (asphyxia), dan prematuritas.
Selain hal di atas, kesulitan saat melahirkan, lamanya
proses melahirkan, penggunaan alat kedokteran, dan lahir sungsang juga menjadi
penyebab kerusakan pada otak dan menyebabkan disabilitas intelektual seorang
anak.
Kekurangan oksigen pada bayi saat baru lahir (anoxia)
juga dipercaya menjadi salah satu penyebab anak disabilitas intelektual.
Prematuritas juga dipercayai menjadi penyebab anak disabilitas intelektual.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak anak yang lahir prematur menjadi
anak yang epilepsy, serebral palsi, dan disabilitas intelektual daripada anak
yang lahir tidak premature. Akan tetapi, penelitian lainnya menunjukkan bahwa
anak yang lahir premature sebagian besarnya tumbuh dan berkembang seperti anak yang lahir tidak
premature.
Faktor Postnatal
Faktor postnatal adalah
faktor yang terjadi pada masa setelah kelahiran atau pada masa perkembangan
awal anak. Infeksi dan problem nutrisi kerap menjadi penyebab disabilitas
intelektual pada masa ini.
Enchepalitis (peradangan
pada sistem saraf pusat), meningitis (peradangan pada selaput otak), dan
malnutrisi kronik yang terjadi pada masa anak-anak dan perkembangan awal juga
dipercaya menjadi penyebab disabilitas intelektual.
Faktor Biokimia
Faktor biokimia adalah faktor ilmiah
yang berkaitan dengan biokimia dan kromosom pada anak disabilitas intelektual.
a.
Kerusakan Biokimia
Folling (1937) menemukan penyakit bernama
Phenylketonuria yang dinyatakan sebagai penyakit yang dapat menyebabkan
disabilitas intelektual. Phenylketonuria adalah penyakit di mana dalam urine
manusia terkandung senyawa kimia bergugus keton. Pada kondisi normal tubuh,
seharusnya senyawa ini tidak boleh ada pada urin, sehingga jika senyawa ini ada
maka dipercaya menyebabkan disabilitas intelektual.
Kelainan metabolisme lainnya yang menyebabkan
disabilitas intelektual adalah galaktosemia. Galaktosemia dikenal umum sebagai
penyakit kuning. Keadaan ini diturunkan melalui pewaris resesif. Anak yang
menderita penyakit ini saat dilahirkan dalam menunjukkan adanya hambatan dalam
perkembangan awalnya sangat mungkin tumbuh menjadi anak disabilitas
intelektual. Kedua kondisi di atas sebenarnya dapat ditangani jika terdeteksi
lebih dini.
b.
Abnormalitas Kromosonal
Perkembangan dari studi kultur jaringan dan
identifikasi kromosom abnormal telah memberikan jalan bagi penemuan di bidang
genetik bagi anak disabilitas intelektual. Abnormalitas kromosom yang paling
umum ditemukan adalah Down Syndrome atau Syndrom Mongoloid.
Ciri utama sindrom ini adalah kenampakan fisik anak
yang mirip dengan suku Mongol. Pada kondisi ini, anak memiliki 47 kromosom
karena pasangan kromosom ke-21 terdiri dari 3 kromosom atau triplet yang biasa
disebut trisomi.
Bentuk lain dari abnormalitas kromosom pada anak Down
Syndrome
Adalah translokasi kromosom. Di
mana anak memiliki 46 kromosom tetapi satu pasang kromosom mengalami kerusakan
dan bagian yang rusak tersebut bergabung dengan kromosom lainnya.
Faktor Sosiokultural
Pada faktor ini dipercayai bahwa lingkungan dan sosiokultural
berpengaruh pada perkembangan anak. Pada
kondisi lingkungan dan sosiokultural yang tidak mendukung, anak dengan taraf
intelejensi rata-rata atau di atas rata-rata dapat tumbuh menjadi anak
disabilitas intelektual.
Klasifikasi Anak Disabilitas Intelektual
Anak dengan disabilitas intelektual berbagaimacam kelompoknya. Untuk mengklasifikasikan kelompok anak disabilitas intelektual
biasanya dilakukan pengukuran dengan tes Stanford Binet dengan pengelompokan
berdasarkan Skala Weschler (WISC). Dalam Skala Weschler, anak disabilitas
intelektual dibagi menjadi tiga kelompok, yakni anak disabilitas intelektual
ringan, sedang, dan berat. Untuk lebih jelasnya, di bawah ini adalah penjelasan
dari tiga kelompok tersebut.
a.
Disabilitas Intelektual Ringan (Moron
atau Debil)
Menurut Binet anka pada golongan ini
memiliki IQ antara 68-52, sedangkan menurut Skala Weschler memiliki IQ anatra
69-55. Anak pada golongan ini masih bisa belajar membaca, menulis, dan menghitung
dengan sederhana. Dengan pelayanan dan bimbingan pendidikan yang baik, anak
pada golongan ini pada saatnya akan dapat mendiri dan memperoleh penghasilan
untuk dirinya sendiri.
Pada umumnya, anak disabilitas
intelektual tidak memiliki gangguan fisik. Oleh karena itu, agak suka
membedakan secara fisik antara anak disabilitas intelektual dengan anak pada
umumnya.
b.
Disabilitas Intelektual Sedang
(Binet)
Pada Skala Binet anak pada kelompok
ini memiliki IQ antara 51-36 dan 54-40 pada Skala Wescheler. Anak dalam
kelompok ini sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti
belajar membaca, menulis, dan mneghiting. Kendati demikian, anak dalam kelompok
ini masih dapat menulis secara sosial, seperti menulis namanya sendiri, alamat
rumahnya, dan lain-lain.
Mereka yang ada dalam kelompok ini
masih dapat dididik untuk mengurus diri, seperti mandi, berpakaian, makan,
minum, mengerjakan pekerja rumah tangga seperti menyapu, mengepel, dan
pekerjaan sederhana lainnya.
Dalam kehidupan sehari-harinya, anak
disabilitas intelektual sedang membutuhkan pengawasan yang terus-menerus.
Mereka juga masih dapat bekerja di tempat kerja terlindungi (sheltered
workshop).
c.
Disabilitas Intelektual Berat
Anak disabilitas intelektual berat
dibagi lagi ke dalam dua bagian, yakni disabilitas intelektual berat (severe)
dan disabilitas intelektual sangat berat (profound). Pada Skala Binet,
disabilitas intelektual berat memiliki IQ antara 32-90, sedangkan pada Skala
Weschler memiliki IQ antara 39-25. Anak
disabilitas intelektual sangat berat pada Skala Binet memiliki IQ kurang dari
19 dan kurang dari 24 pada Skala Weschler.
Anak disabilitas intelektual pada
kelompok ini membutuhkan bantuan perawatan secara total. Bahkan, mereka
memerlukan perlindungan orang lain sepanjang hidupnya.
Tabel Klasifikasi Anak Disabilitas
Intelektual Berdasarkan IQ
Jenis Disabilitas Intelektual
|
IQ
|
|
Skala Binet
|
Skala Weschler
|
|
Ringan
|
68-52
|
69-55
|
Sedang
|
51-36
|
54-40
|
Berat
|
32-19
|
39-25
|
Sangat
Berat
|
<19
|
<24
|
Sumber: Blake, 1976
Mengenal Anak Disabilitas Intelektual
Seperti namanya, disabilitas intelektual ditandai oleh
ciri utama lemahnya kemampuan berpikir
atau nalar. lebih spesifik lagi, disabilitas intelektual digunakan untuk
menyebut anak yang mempunyai penyimpangan kemampuan intelektual secara nyata.
Yang mana penyimpangan kemampuan intelektual ini adalah anak mempunyai
kemampuan intelektual di bawah rata-rata dan adanya ketidakcakapan dalam
berinteraksi sosial.
Pada awalnya perkembangannya, memang sulit untuk
menentukan anak disabilitas intelektual karena hampir tidak ada perbedaan
antara anak disabilitas intelektual dengan anak yang memiliki kecerdasan di
bawah rata-rata. Akan tetapi, untuk
memahami anak disabilitas
intelektual AAMD (American Assosiation of Mental Defiency)
mendefinisikan anak disabilitas intelektual sebagai anak yang menunjukkan
fungsi intelektual di bawah rata-rata secara jelas dengan disertai ketidakmampuan dalam penyesuaian perilaku dan
terjadi pada masa perkembangan (Grossman et al. Kirk dan Gallagher, 1979::104)
Berdasarkan definisi di atas disimpulkan bahwa
disabilitas intelektual adalah kondisi di mana perkembangan kecerdasan anak
mengalami hambatan, sehigga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal.
Keterbatasan Intelejensi
Anak disabilitas intelektual memiliki
keterbatasan dalam fungsi intelejensinya. Keterbatasan itu meliputi
ketidakmampuan untuk mempelajari informasi dan keterampilan-keterampilan
menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan situasi-situasi kehidupan baru,
belajar dari pengalaman masa lalu, berpikir abstrak, kreatif, dapat menilai
secara kritis, menghindari kesalahan-kesalahan, mengatasi kesulitan-kesulitan,
dan ketidakmampuan untuk merencanakan masa depan. Kapasitas belajar anak
disabilitas intelektual juga sangat terbatas. Hal ini menyebabkan kemampuan
belajarnya cenderung tanpa pengertian atau belajar dengan membeo.
Keterbatasan Sosial
Keterbatasan sosial yang dimiliki
anak disabilitas intelektual adalah keterbatasan kemampuannya dalam mengurus
diri sendiri dalam masyarakat. Mereka cenderung berteman dnegan anak yang lebih
muda usianya dan memiliki ketergantungan yang sangat besar terhadap orang tua.
Selain itu, mereka juga sangat mudah dipengaruhi dan cenderung melakukan
sesuatu tanpa memikirkan akibatnya.
Keterbatasan Fungsi-Fungsi Mental
Lainnya
Anak disabilitas intelektual
memerlukan waktu lebih lama untuk menyelesaikan reaksi pada situasi yang baru
dikenalnya. Mereka menunjukkan reaksi terbaiknya jika hal baru tersebut sudah
diikutinya secara rutin dan konsisten dalam kesehariannya. Selan itu, anak
disabilitas intelektual juga tidak mampu menghadapi suatu kegiatan atau tugas
dalam jangka waktu yang lama.
Anak disabilitas intelektual juga memiliki keterbatasan
dalam menguasai bahasa. Mereka bukannya mengalami kerusakan dalam artikulasi,
melainkan pusat pengelolaan kata pada otak kurang berkembang sebagaimana anak
pada umumnya. Karena alasan inilah, anak disabilitas intelektual memerlukan
kata-kata yang konkret dan yang sering didengarnya. Selain itu, perbedaan dan
persamaan harus ditunjukkan berulang-ulang. Latihan-latihan sederhana seperti
mengajarkan konsep besar dan kecil, keras dan lemah, pertama, kedua, dan
terakhir perlu pendekatan yang konkret.
Keterbatasan intelektual yang dimiliki anak
disabilitas intelektual seperti penjelasan di atas menyebabkan anak disabilitas
intelektual sukar mengikuti program pendidikan di sekolah regular secara
klasikal. Oleh karena itu, anak disabilitas intelektual memerlukan layanan
pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.