Archive for April 2012

Perspektif Anak GETL Bag.1 (Pengertian)

            Pengertian Anak dengan Gangguan Emosi dan Tingkah Laku (GETL)

Istilah yang gunakan untuk menyebut anak dengan gangguan emosi dan tingkal laku (anak GETL) sangat beragam, sesuai dengan pandangan berbagai kalangan. Perbedaan istilah dan pandangan yang digunakan untuk menyebut anak GETL ini tentu saja disesuaikan berdasarkan kepeentingan pihak masing-masing. Misalnya, orang tua yang awam cenderung menyebut anak GETL dengan sebutan anak nakal, para guru menyebutnya dengan sebutan anak yang tidak bisa diatur (incurrigible), para psikiater atau pasikolog lebih memilih menyebutnya sebagai anak yang terganggu emosinya (emotional disturb child), para pekerja sosial menyebutnya sebagai anak yang tidak dapat mengikuti aturan atau norma sosial yang berlaku (social maladjusted child), dan para  hakim menyebut anak GETL dengan sebutan anak-anak jahat.Menurut Sunardi (1985), pada intinya semua sebutan untuk anak GETL adalah mengacu pada anak yang menunjukkan penyimpangan perilaku sebagai pelanggaran terhadap peraturan atau norma yang berlaku di lingkungannya dan efek dari tindakan atau perbuatan yang dilakukan anak GETL dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain.
Pengertian anak GETL menurut Undang-Undang Pokok Pendidikan No. 12 Tahun 1952, adalah anak yang mempunyai tingkah laku menyimpang atau berkelainan, tidak memiliki sikap melakukan pelanggaran terhadap peraturan dan norma-norma sosial dengan frekuensi yang cukup besar, kurang mempunyai toleransi terhadap kelompok dan orang lain, serta mudah terpengaruh oleh suasana, sehingga membuat kesulitan bagi diri sendiri maupun orang lain.
Dalam dokumen kurikulum SLB E (1977), disebutkan anak GETL adalah anak yang memiliki tiga kriteria di bawah ini.
1)    anak yang mengalami gangguan atau hambatan emosi dan tinghak laku sehingga kurang menyesuaikan diri dengan baik, baik terhadap lingkungan, keluarga, sekolah, maupun masyarakat;
2)    anak yang mempunyai kebiasaan melanggar norma umum yang berlaku di masyarakat; dan
3)    anak yang melakukan kejahatan.


Berdasarkan pemikiran-pemikiran di atas, menurut Hallahan dan Kauffman (1991),
anak yang didentifikasi sebagai anak GETL adalah anak yang:

1) tidak mampu mendefinisikan secara tepat kesehatan mental dan perilaku yang normal;
2)    tidak mampu mengukur emosi dan perilakunya sendiri; dan
3)    mengalami kesulitan dalam menjalankan fungsi sosialisasi.

Secara sederhana Pak Lalan, dosen matakuliah Perspektif Pendidikan Anak GETL,
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan anak dengan gangguan emosi dan tingkah
laku  (anak GETL) adalah anak yang identik dengan kenakalan, biasa disebut anak
badung, suka berkelahi, dan berbuat keonaran lainnya yang membahayakan dirinya
dan orang lain.

Dalam satu kesempatan saya pernah bertanya pada dosen saya, “Apakah seorang 
anak yang memiliki sikap pendiam, suka mengurung diri, dan introvert tapi kadang 
melakukan hal-hal berbahaya yang tidak terduga juga masuk dalam kategori anak 
GETL.” Dengan tegar dosen saya menjawab, “Ya.” Karena yang perlu digaris bawahi 
dalam pengertian anak GETL adalah emosi dan tingkah laku mereka yang dapat 
membahayakan diri sendiri dan orang lain.









04 April 2012
Posted by Lisfatul Fatinah

Perspektif Pendidikan Tunanetra Bag. 3 (Miskonsepsi tentang Tunanetra)


Miskonsepsi atau kesalahpahaman tentang tunanetra berada pada pemahaman masyarakat terhadap pengertian tunanetra. Miskonsepsi itu ada pada beberapa hal berikut:

1.     Masyarakat beranganggapan tunanetra adalah orang yang tidak bisa melihat sama sekali. Padahal, tunanetra sebagian besar masih memiliki sejumlah fungsi pengelihatan dan masih memiliki persepsi atau proyeksi cahaya dan sebagian kecil lainnya tidak memiliki pengelihatan sama sekali. (90% masih punya kemampuan presepsi atau proyeksi cahaya, 10% bilnd total).
2.   Masyarakat beranganggapan semua orang tunanetra menggunakan Braille untuk membaca. Padahal, sebagian besar tunanetra menggunakan huruf cetak besar untuk membaca.Masyarakat beranganggapan semua tunanetra memiliki indera tambahan untuk mendeteksi segala rintangan. Padahal, tunanetra tidak memiliki indera tambahan. Mereka dapat mengembangkan indera pendeteksi rintangan melalui pengalaman berkali-kali dan menggunakan kepekaan indera pendengaran. Sehingga, seorang tunanetra harus menjaga konsentrasi dan kepekaannya untuk melakukan orientasi mobilitas dalam kesehariannya.
3.  Masyarakat beranganggapan memiliki ketajaman indera-indera lainnya secara baik. Padahal hal-hal ini tidak terjadi secara otomatis, tetapi lebih kepada akibat penggunaan indera-indera penerima lain secara baik. Orang tunanetra mengandalkan taktil (sentuhan ujung jari) dan psikomotorik (memori otot). Orang tunanetra melatih konsentrasi dan perhatian dengan baik.
4.    Masyarakat beranggapan orang tunanetra memiliki kemampuan bermain musik. Padahal, seorang tunanetra tidak harus memiliki kemampuan music yang lebih dari orang normal pada umumnya. Alasan lainnya karena dalam memainkan music tidak dibutuhakan kemampuan melihat.
Masyarakat beranggapan orang tunanetra tidak berdaya dan memiliki ketergantungan yang besar pada orang lain. Padahal, dengan perlakuan baik dan pengalaman belajar yang tepat dapat menjadikan orang buta mandiri dan berkepribadian yang sama dengan orang normal pada umumnya.
5.  Masyarakat beranggapan bahwa orang low vision yang memanfaatkan pengelihatannya terlalu banyak, perngelihatannya akan semakin buruk dan menjadi blind total. Padahal, setiap ketunanetraan memiliki progresifitas (pergerakan kemampuan melihat) yang tergantungan dengan penyebab kebutaannya.
Posted by Lisfatul Fatinah

Perspektif Pendidikan Tunanetra Bag. 2 (Klasifikasi Tunanetra)



Berbeda dengan yang diketahui oleh masyarakat umum, klasifikasi tunanetra dalam yang akan saya tuliskan di bawah ini cukup beragam. Pak Budi (nama dosen saya) menyatakan bahwa klasifikasi ini bukan untuk menyekat-sekatkan tunanetra, melainkan sebagai starting point (titik dimulainya) asesmen agar mempermudah dalam menyediakan pelayanan pendidikan khusus.


  1. Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan
a.   Tunanetra sebelum dan sejak lahir; adalah individu yang dilahirkan dalam keadaan tanpa pengelihatan, sehingga mereka tidak memiliki pengalaman pengelihatan.
b.   Tunenetra setelah lahir atau pada usia dini; adalah individu yang sempat memiliki pengelihatan, tapi pengelihatannya hilang di usia dini. Tunanetra jenis ini telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual, tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.
c.   Tunanetra pada usia sekolah atau remaja; adalah individu yang miliki kemampuan dan pengalaman visual dan kehilangan kemampuan pengelihatannya pada usia remaja.
Individu yang kehilangan pengelihatan pada usia remaja seperti ini biasanya meninggalkan pengaruh positif dan negatif yang mendalam dalam proses perkembangan pribadinya. Pengaruh negative yang timbul bisa berupa pengurungan diri dari dunia luar dan percobaan bunuh diri sebagai bentuk penolakan pada takdir. Pengaruh positif yang muncul adalah menjadikan remaja tersebut tumbuh sebagai remaja yang tangguh.
d. Tunanetra pada usia dewasa; adalah individu yang kehilangan kemampuan pengelihatannya pada usia dewasa. Biasanya tunanetra jenis ini memiliki kesadaran untuk melakukan berbagai latihan penyesuaian diri terhadap ketunanetraannya.
e.   Tunanetra pada usia lanjut; adalah individu yang kehilangan pengelihatannya pada usia lanjut dikarenakan faktor usianya. Sebagian besar tunanetra jenis ini sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri terhadap ketunanetraannya.


  1. Berdasarkan kemampuan daya pengelihatannya
a. Tunanetra ringan (low vision). Adalah individu yang mengalami hambatan pengelihatan, tetapi masih mampu mengikuti kegiatan yang menggunakan fungsi pengelihatannya.
b.  Tunanetra setengah berat (pastially sighted). Adalah individu  yang kehilangan sebagian daya pengelihatannya. Akan tetapi tunanetra jenis ini masih bisa mengikuti kegiatan pendidikan biasa dan mampu membaca tulisan yang bercetak tebal dengan alat bantu kaca pembesar.
c.      Tunanetra berat (totally blind). Adalah individu yang sama sekali tidak dapat melihat.


  1. Berdasarkan pemeriksaan klinis
a.   Tunanetra yang masih memiliki ketajaman pengelihatan antara 20/70 sampai dengan 20/200, dan pengelihatannya dapat diperbaiki melalui beberapa alat bantu.
b. Tunanetra yang memiliki ketajaman pengelihatan kurang dari 20/200 dan atau memiliki bidang pengelihatan kurang dari 20 derajat.


  1. Berdasarkan kelainannya
a.   Myopia (rabun jauh). Adalah individu yang memiliki hambatan melihat objek dalam jarak jauh dan masih bisa diperbaiki dengan kacamata minus.
b.  Hypermiopi (rabun dekat). Adalah individu yang memiliki hambatan melihat objek dalam jarak dekat dan masih bisa diperbaiki dengan kacamata plus.
c.  Astigmatisma. Adalah individu yang memiliki gangguan dalam bentuk kornea matanya yang tidak teratur dan berpengaruh pada kesimetrisan pengelihatan, sehingga perlu diperbaiki dengan kacamata silinder.
Posted by Lisfatul Fatinah

Perspektif Anak Berbakat Bag. 5 (Anak Berbakat, Cerdas, dan Pintar)

Perbedaan Anak Berbakat, Cerdas, dan Pintar


Banyak kekeliruan dalam masyarakat terhadap pengertian anak berbakat, cerdas dan pandai. Untuk memahami ketiga perbedaan tersebut, berikut ini adalah penjelasan singkatnya.

  1. Anak berbakat adalah anak yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap bidang yang disukainya.
  2. Anak cerdas adalah anak yang memiliki taraf intelegensi yang tinggi.
  3. Anak pandai atau pintar adalah anak yang memiliki prestasi karena ketekunannya dalam belajar.
Jadi, anak yang pandai belum tentu berbakat dan belum tentu cerdas. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anak berbakat berarti mempunyai potensi sedang kepandaian didapatkan dari ketekunan mempelajari sesuatu.

Contoh Anak Berbakat:
  1. Edits Stern: Pada usia dua tahun sudah bisa membaca dan dapat bermain catur di usia 3 tahun. Usia 4 tahun dapat memecahkan soal matematika, di usia 12 tahun masuk Michigan University, dan pada usia 15 tahun sudah menjadi dosen Ilmu Kalkulus tingkat tinggi.
  1. Danny Jacoby: Pada usia 6 tahun sudah menjadi mahasiswa New York University.
  1. Mathew Marcus: Pada usia 12 tahun sudah menjadi mahasiswa penuh New York University, belajar kalkulus, dan mengikuti riset kimia.
  1. Kim Ung Yong: Pada usia 4 tahun 8 bulan sudah bisa menghitung di luar kepala, mengubah sajak dalam empat bahasa, dan menarik akar kuadrat dalam beberapa detik.
Selain contoh di atas, ada juga tokoh-tokoh Indonesia yang dikenal sebagai anak berbakat, seperti Ir. Soekarno dan B.J Habibie. Ir. Soekarno menguasai Sembilan bahasa dan memiliki bakat kepemimpinan hingga mampu mengangkat Indonesia ke kancah global di saat Indonesia baru meredeka. Lain lagi dengan B.J. Habibie, mantan presiden RI yang berasal dari Makassar ini memiliki keberbakatan dalam bidang teknik dan berhasil membuat pesawat, serta mendirikan sekolah penerbangan di Bandung.

Mengapa Perlu Pendidikan Anak Berbakat?

a.  Dalam UUD 1945, secara eksplisit dalam UUD 1945 dikatakan bahwa setiap anak Indonesia, termasuk anak berbakat, harus dilayani pendidikannya untuk membangun negara.
b.  Berdasarkan SK Mendikbud RI No. 026/U/74 tentang pemberian beasiswa dalam rangka program pembinaan bakat dan prestasi. berdasarkan SK Mendikbud RI No. 039/U/83: Bakat adalah rangkaian tanda yang dapat dijadikan petunjuk mengenai kemampuan seseorang untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan tertentu melalui pendidikan dan keterampilan.
c.  Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 5 ayat 4, “Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.”
d. Anak berbakat memerlukan program pendidikan yang berdiferensiasi sesuai dengan minat dan kemampuan.
Posted by Lisfatul Fatinah

Perspektif Anak Berbakat Bag. 4 (Bakat, Prestasi, dan Kecerdasan


Bakat (Aptitude)
Bakat adalah kemampuan bawaan atau khusus (spesifik) yang dibawa sejak lahir, sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud. Oleh karena itu, adanya pendidikan kebutuhan khusus untuk anak berbakat adalah untuk membantu anak berbakat mengembangkan potensi yang sudah ada pada anak berbakat agar menjadi wujud yang positif.

Kemampuan (Ability)
Kemampuan adalah suatu daya untuk melakukan suatu tindakan sebagai hasil dari bawaan dan latihan. Kemampuan menunjukkan suatu tindakan yang dapat dilakukan sekarang, sedangkan bakat memerlukan latihan dan pendididk agar bakat tersebut dapat dimanifestasikan di masa yang akan datang. Dengan demikian, butuh waktu yang tidak sebentar untuk menunjukkan secara nyata hasil dari bakat (potensi bawaan) yang melekat pada anak berbakat. Misal, seorang anak dengan bakat bermain musik tidak mungkin dapat terlihat keberbakatannya dengan sekali melihat cara anak bermain musik. Ketika anak sudah sering mengasah keberbakatannya dan mampu memainkan musik dengan kualitas tingkat tinggi pada usia muda (misalnya pada usia 5 tahun), maka akan terlihat kemampuan dari keberbakatan anak.

Prestasi
Prestasi adalah perwujudan dari bakat dan kemampuan. Prestasi yang menonjol dalam salah satu bidang mencerminkan bakat yang menonjol dalam bidang tersebut. Akan tetapi, apabila seorang anak berbakat tidak mendapatkan pendidikan yang layak dan tidak dapat mewujudkan kemampuannya, kemungkinan besar anak akan sulit meraih prestasi, sehingga anak menjadi underachiever.

Jadi, bakat dan kemampuan menentukan  prestasi seseorang.

Kecerdasan (intelegensi)
Menurut Wechsler, kecerdasan adalah kumpulan atau keseluruhan kapasitas seseorang untuk bertindak secara sengaja, berpikir secara rasional, dan bertindak secara efektif terhadap lingkungan.

Jadi, intelegensi adalah suatu kemampuan mental yang dibawa oleh individu sejak lahir dan dapat digunakan untuk menyesuaikan diri di dalam lingkungan yang baru, serta untuk memecahkan problem-problem yang dihadapi dengan cepat dan tepat.

Hubungan Intelegensi dan Bakat
Hubungan anatara intelegensi dan bakat akan positif apabila seorang anak memiliki IQ tinggi dan memiliki bakat dalam bidang tertentu di bimbing dengan pendidikan yang sesuai dengan keberbakatannya. Jadi dengan IQ tinggi yang dimilikinya, anak dapat mencapai hasil yang lebih tinggi pula secara kuantitas dan kualitas.

Pendapat Para Ahli Mengenai Anak Genius
 H.J. Baker dalam bukunya Introduction to Exeptional Children menyatakan bahwa:

Anak Genius (IQ 170-200) memang memiliki kecerdasan luar biasa tetapi kepribadiannya belum tentu terintegrasi dengan baik (berkepribadian yang terpecah).

Bahkan kadang merugikan, hidupnya mengalami kegagalan kerena kurang mendapatkan pengarahan dan pelayanan yang sesuai dengan kecerdasannya.

Berdasarkan pendapat H.J, Baker, dapat disimpulkan bahwa anak genius belum tentu memiliki kepribadian yang baik dan terintegrasi. Selain itu, anak genius juga mengalami kesulitan dalam kehidupannya karena perkembangan pribadinya tidak seimbang (konsep diri yang relatif dan tidak stabil). Jadi, apabila tidak mendapatkan pengarahan dan pelayanan pendidikan khusus dengan baik dan benar, sangat memungkinkan anak genius bisa menjadi anak yang merugikan lingkungan.(*)

Posted by Lisfatul Fatinah

Perspektif Anak Berbakat Bag. 3 (Pengertian Anak Berbakat)


Pengertian yang digunakan untuk menyebut anak berbakat sangat beragam, sesuai dengan pandangan berbagai kalangan. Adapun perbedaan dalam menafsirkan siapa yang dimaksud dengan anak berbakat adalah relatif terhadap kepentingan berbagai pihak yang cukup relatif. Di bawah ini merupakan pengertian anak berbakat dari ber;bagai tokoh yang berperan dalam perkembangan pendidikan anak berbakat.

Menurut Terman,  yang dimaksud dengan anak berbakat adalah anak yang memiliki  IQ di atas 140 (superior).

Menurut Utami Munandar, yang dimaksud dengan anak berbakat adalah anak yang memiliki potensi tertentu. Anak berbakat menurut Munandar umumnya meiliki IQ di atas rata-rata minimal 130.

Menurut Renzulli, yang masuk dalam kategori anak berbakat adalah anak yang harus memiliki tiga kemampuan (The Three Ring Conception of Giftedness). Yakni, anak yang memiliki kemampuan umum di atas rata-rata (melalui tes IQ), kreativitas di atas rata-rata, dan memiliki komitmen yang tinggi teerhadap tugas (task commitment).

Menurut U.S Office of Education (U.S.O.E) (Marland, 1971), yang dimaksud dengan anak berbakat adalah anak yang diidentifikasi oleh orang-orang profesional, di mana anak tersebut karena kemampuannya yang sangat menonjol dapat memberikan prestasi yang tinggi.

Menurut Seminar Nasional Pengembangan Pendidikan Luar Biasa (15-17 September 1980), yang masuk dalam kategori anak berbakat adalah anak yang oleh orang-orang profesional diidentifikasi sebagai anak yang mampu mencapai prestasi tinggi karena mempunyai kemampuan yang unggul. Anak tersebut memerlukan program pendidikan yang berdiferesiasi (berbeda) dan/atau pelayanan di luar jangkauan program sekolah biasa agar dapat merealisasikan keberbakatan mereka terhadap masyarakat maupun pengembangan diri sendiri dalam bentuk kemampuan dan prestasi.
Posted by Lisfatul Fatinah

You are The

Hallo Happy Readers!

Hallo Happy Readers!
Selamat datang di blog pribadi saya. Di blog ini teman-teman akan membaca tulisan-tulisan saya seputar pendidikan, kedisabilitasan dan inklusivitas, pengalaman mengajar, dan tulisan-tulisan lainnya yang dibuat atas inspirasi di sekitar saya. Semoga tulisan dalam blog ini bermanfaat dan menginspirasi pada kebaikan. Selamat membaca!

Contact Me

@fatinahmunir

fatinahmunir@gmail.com

Educator | Writer | Adventurer

Berbakti | Berkarya | Berarti

My Friends

- Copyright © Fatinah Munir -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -